6 | Mengusir

1.4K 141 0
                                    

"Astaghfirullah, Dek! Sabar, Dek. Sabar," bujuk Jonathan, seraya menahan tubuh Adiknya agar tidak terjatuh ke lantai.

Wanita itu mulai menangis sambil memegangi dadanya dan menatap ke arah Rosi. Rosi jelas memucat di tempatnya saat itu, setelah semua niatan busuknya terhadap keluarga Tanjung terbongkar.

"Teganya kamu, Ros! Aku dan Bang Tanjung sudah menganggapmu seperti keluarga kami sendiri selama ini. Teganya kamu mau memakai pelet untuk menjerat Bang Tanjung dan merusak rumah tangga kami," ungkap Rianti.

Tari dan Hani pun langsung mencoba membuat Rianti kembali berdiri. Jonathan pun menatap ke arah Rosi dengan penuh rasa marah.

"Apa saja yang sudah kamu lakukan pada Bang Tanjung jika sedang berada di luar, Ros??? Apa saja yang sudah kamu lakukan untuk membuatnya terjerat menggunakan pelet itu??? Jawab!!!" teriak Rianti.

"Dia belum melakukan apa pun, Bu. Tenang saja," ujar Ziva mencoba menenangkan Rianti.

Rianti kini kembali menatap ke arah Ziva, sementara Ziva sendiri masih menatap ke arah Rosi dengan ekspresi yang datar.

"Belum genap sepuluh hari dia memiliki kalung berisi pelet itu. Jadi dia belum sempat melakukan apa-apa dengan Pak Tanjung, terutama karena Pak Tanjung langsung mengalami sakit selama satu minggu terakhir. Tapi karena pelet itulah mungkin sikap Pak Tanjung akhir-akhir ini mulai sedikit berubah terhadap Ibu. Pak Tanjung jadi sering marah-marah hanya karena kesalahan kecil yang Ibu perbuat, Pak Tanjung jadi merasa malas melihat Ibu di sisinya. Semua itu adalah awal cara kerja pelet yang dia pakai. Tapi Ibu tenang saja, sekarang Pak Tanjung tidak akan terpengaruh lagi dengan pelet itu karena sudah aku musnahkan peletnya," jelas Ziva.

Rianti pun mulai tampak lega sekarang, meski tangisannya belum benar-benar bisa dihentikan.

"Sekarang juga, pergi kamu dari rumahku dan jangan pernah kamu kembali lagi ke sini!!! Pergi!!! Kamu dipecat!!!" usir Rianti.

"Kamu tidak bisa memecatku begitu saja tanpa persetujuan Pak Tanjung!!! Aku akan tetap berada di sini dan kamu tidak bisa mengusirku!!!" balas Rosi, tak kalah sengit dari teriakan Rianti.

"Mik, sejak tadi semuanya sudah kamu rekam?" tanya Ziva dengan tenang.

Wajah Rosi--yang tadinya mulai normal karena berpikir masih punya kesempatan untuk tetap berada di sisi Pak Tanjung--mendadak kembali memucat saat mendengar kata 'rekam' yang Ziva sebutkan.

"Sudah, Ziv. Dokumentasi adalah hal yang penting di dalam tim kita," jawab Mika.

"Bagus," sahut Ziva seraya tetap menatap ke arah Rosi. "Pak Jo, berapa lama wartawan akan tiba di sini jika Bapak memanggil mereka? Aku ingin membantu citra Pak Tanjung semakin menjadi baik, terutama setelah menyebarluaskan perbuatan Sekretarisnya sendiri yang berusaha memberi pelet pada Pak Tanjung. Netizen di luar sana pasti sudah sangat siap menghujat habis-habisan terhadap seorang perempuan yang hobi merebut Suami orang lain. Dan Ibu-ibu pejabat di luar sana akan langsung memasang foto perempuan itu untuk dijadikan peringatan agar Suami mereka tidak mempekerjakan perempuan itu sehingga dia tidak akan bisa bekerja di mana pun. Dan kalau aku menyebarkannya, aku jelas tidak akan terjerat oleh UU ITE, karena Pak Jo adalah orang yang akan mendukung aksiku tersebut."

"Jangan," Rosi langsung memohon kepada Ziva. "Tolong jangan sebarkan. Tolong ... aku butuh mencari nafkah, jadi tolong jangan sebarkan."

"Kalau begitu turuti keinginan Istri Pak Tanjung. Kamu sudah dipecat olehnya. Jadi segeralah pergi dari sini dan jangan pernah kembali lagi," titah Ziva.

"I--iya, aku akan pergi sekarang juga. Aku akan pergi," jawab Rosi.

Wanita itu pun segera berjalan dan hendak menuruni tangga. Namun pada saat yang sama Ziva bisa melihat dari gesturnya, kalau dia tengah merencanakan sesuatu.

"Oh ya," Ziva menghentikan langkah Rosi.

Rosi pun kembali berbalik dan menatap ke arah Ziva sekali lagi.

"Kalau kamu mencoba untuk mencari simpati masyarakat melalui media setelah keluar dari sini, maka aku tidak akan segan-segan untuk langsung mengirimkan video rekaman yang dimiliki oleh tim kami ke semua stasiun televisi serta platform berita online. Jadi apa pun rencana yang ada di dalam otakmu untuk menghancurkan Pak Tanjung, Istrinya, serta keluarga besarnya ... sebaiknya kamu urungkan. Jangan pernah berusaha untuk menempati posisi sebagai korban, karena kamu bukan korban. Kamu ... benalu untuk keluarga Pak Tanjung."

Setelah berkata seperti itu, Ziva pun meminta Mika mendekat untuk pura-pura memperlihatkan hasil rekamannya sejak awal. Rosi langsung kembali gemetaran dan pergi dari hadapan semua orang. Perempuan itu tampaknya kaget karena Ziva bisa menebak jalan pikirannya seperti sedang membaca isi pikiran tersebut. Setelah Rosi benar-benar pergi, mereka semua pun masuk ke rumah utama dan disambut dengan baik oleh Rianti.

"Terima kasih atas bantuannya, mm ...."

"Panggil saja, Ziva, Bu," ujar Ziva, yang sadar kalau Rianti belum tahu namanya.

"Iya, Dek Ziva. Aku berterima kasih sekali atas upaya yang baru saja Dek Ziva lakukan untuk melepaskan pelet yang mungkin mulai menjerat Suamiku. Dek Ziva benar, sikap Suamiku memang mulai sedikit berbeda akhir-akhir ini. Dia jadi sering marah-marah hanya karena perkara kecil, sering tidak ingin melihatku di sisinya, dan yang terparah adalah bahkan saat aku bicara pun dia langsung memintaku untuk diam karena katanya suaraku begitu mengganggu di telinganya. Padahal selama ini rumah tangga kami baik-baik saja dan Suamiku tidak pernah berpaling atau membanding-bandingkan aku dengan wanita manapun. Aku benar-benar kaget setelah tahu kalau Rosi ... berusaha memberi pelet kepadanya."

"Tidak masalah, Bu. Itu sudah bagian dari pekerjaan kami. Apa pun yang menyangkut dengan hal-hal di luar nalar manusia biasa, kami akan berusaha untuk menghentikannya," balas Ziva, sopan seperti biasa.

Rianti pun tersenyum setelah mendengar apa yang Ziva katakan.

"Oh ya, perkenalkan, namaku Rianti. Terserah kalian semua mau panggil aku bagaimana. Mari ... aku akan langsung mengantar kalian ke kamar untuk melihat sendiri kondisi Suamiku," ajak Bu Rianti.

Mereka berenam segera mengikuti langkah Rianti dan Jonathan menuju ke lantai atas. Pintu kamar di lantai atas itu terbuka, sehingga mereka kini bisa mendengar suara rintihan Tanjung dengan jelas. Saat tiba di kamar dan yang lainnya mencoba mencari tahu kondisi Tanjung, Raja dan Ziva justru menatap ke arah sudut kamar tersebut tanpa bisa berpaling. Hal itu menarik perhatian yang lainnya, termasuk Rianti dan Jonathan.

"Itu sosok yang tadi malam kamu lihat, Ja?" tanya Ziva.

"Ya, itu sosok yang tadi malam aku lihat," jawab Raja.

Ziva pun langsung membuka botol air mineral yang sudah dipersiapkannya sejak tadi, lalu menyiramkannya ke sudut kamar itu. Kuntilanak yang awalnya hanya diam saja di sudut kini mendadak melayang dan keluar melalui jendela.

"HI ... HI-HI-HI-HI-HI-HI-HI-HI!!!"

Suara tawa kuntilanak itu terdengar sangat jelas di telinga semua orang, meski wujudnya sama sekali tidak terlihat oleh mereka--kecuali oleh Ziva dan Raja. Rianti tampak ketakutan, sehingga langsung memegangi tubuh Tanjung agar tetap aman.

"Ya Allah, suara apa itu?" tanya Rianti, sedikit gemetar.

* * *

TELUH BAMBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang