"Dek ... sini cepat," panggil Riko kepada Rania yang masih berada di meja makan.
Panggilan itu jelas membuat Dira dan Rianti ikut merasa penasaran. Mereka bertiga kini benar-benar beranjak menuju ruang tengah, lalu bergabung dengan suami mereka masing-masing.
"Ziva ... Raja ... laporan," pinta Mika.
"Mobil milik Pak Dudi masih berada di depan mobil yang kami bawa. Mereka tidak tahu kalau ini adalah mobil milik Pak Jo, jadi kami bisa berada begitu dekat dengan mobil mereka. Kamera depan terlihat jelas, Mik?" tanya Raja.
"Sangat jelas, Ja. Ada laporan lain?" Hani ikut bertanya.
"Kuntilanak yang tadi kami lihat masih ada di sekitar Pak Dudi dan Bu Erin. Tampaknya ada kemungkinan kalau mereka akan menuju ke tempat di mana kuntilanak itu mereka dapatkan," ujar Ziva.
Semua orang pun--kecuali Tari, Rasyid, Mika, dan Hani--mendadak saling menatap satu sama lain.
"Kuntilanak?" tanya Rania.
"Ya, kuntilanak. Tadi pagi saat Bang Tanjung masih merintih kesakitan, Dek Ziva mengusir kuntilanak itu dari sudut kamar kami. Ternyata selama Bang Tanjung sakit, kuntilanak itu terus berkeliaran di dalam dan di luar rumah kami. Setelah Dek Ziva mengusirnya beserta makhluk-makhluk halus lain yang ada di halaman, lalu yang lainnya membentengi rumah kami, barulah keadaan rumah ini kembali seperti biasanya," jelas Rianti.
"Astaghfirullah ... aku enggak kuat dengarnya. Aku merinding sekali sejak tadi," ujar Rania.
"Kita harus ikut hadapi, Dek. Kalau tidak, nanti tidak akan ada yang menjadi saksi untuk Bang Tanjung dan Kak Rianti ketika kelakuan Bang Dudi dan Kak Erin harus diungkap. Tahan-tahan saja dirimu untuk saat ini. Demi kebaikan bersama. Karena jangan sampai nanti suami kita berdua juga akan dikirimi teluh oleh Bang Dudi dan Kak Erin," ujar Dira, berusaha menenangkan perasaan Rania.
"Oh, itu sudah jelas dan tidak akan bisa dibantah," sahut Jo. "Kalau Tanjung sukses mereka teluh, otomatis suami kalian berdua akan jadi sasaran selanjutnya. Jika motifnya adalah warisan, mereka jelas tidak akan mau warisan itu dibagi pada Tanjung, Reno, dan Riko. Jelas sangat tidak menguntungkan bagi mereka jika warisannya harus dibagi empat. Ya ... sebenarnya walaupun Tanjung tidak mendapat warisan dari keluarganya, Adikku jelas tetap akan mendapat warisan dari keluarga kami. Hidup mereka tidak akan sengsara meski ada yang ingin membuat mereka sengsara. Sayangnya di sini bukan hanya nasib Tanjung yang dipertaruhkan, tapi juga nasib suami kalian berdua."
"Dan kami jelas tidak mau kalian ikut sengsara atas perbuatan Bang Dudi dan Kak Erin," tambah Rianti. "Aku tidak akan ikhlas jika mereka sampai membuat kalian sengsara. Aku akan sulit ikhlas jika sampai itu terjadi."
Tanjung segera mendekap istrinya dengan erat untuk membuatnya berhenti menangis.
"Sabar, Dek. Sabar. Kamu sudah mengusahakan yang terbaik, jadi tidak mungkin Allah akan memberikan yang terburuk untuk kita. Allah itu adil, Dek. Allah Maha Melihat," ujar Tanjung.
Jonathan pun menatap ke arah Riko, Reno, serta kedua istri mereka.
"Dia sama risaunya seperti aku saat ini. Tidak ada Kakak yang tidak risau Jika Adiknya akan memasuki zona terancam," jelasnya.
"Iya, Bang Jo. Kami paham. Kami sangat paham kalau Kak Rianti juga memikirkan nasib kami," tanggap Reno.
"Mereka tampaknya sudah tiba di suatu tempat," ujar Tari, menyampaikan pada semua orang.
Fokus semua orang pun kembali lagi pada layar laptop milik Mika yang tengah menayangkan rekaman dari kamera dashboard bagian depan. Mobil milik Dudi tampak tiba di pinggiran sebuah hutan yang jauh dari pemukiman. Raja menghentikan mobil milik Jonathan, lalu bergegas keluar dari mobil itu bersama Ziva yang kini tampaknya baru saja memindahkan kamera--yang tadi terpasang pada dashboard--ke jaketnya sendiri.
"Pak Jo, sebaiknya Bapak segera menyusul ke sini bersama anak buah Bapak. Kita mungkin akan menyelesaikannya di sini, jika menemukan tempat di mana teluh bambu itu bisa dipatahkan," pinta Ziva.
"Oke. Aku akan segera ke sana. Kirim saja lokasi keberadaan kalian melalui pesan," balas Jonathan.
Jonathan segera keluar dari rumah itu setelah berpamitan pada Tanjung dan Rianti. Pria itu segera memerintahkan beberapa anak buahnya untuk pergi ke alamat lokasi keberadaan Ziva dan Raja saat itu. Di lokasi itu sendiri, Ziva dan Raja kini bisa melihat bahwa Dudi dan Erin terus berjalan melewati jalan setapak yang lurus menuju ke dalam hutan. Ziva mengajak Raja mengambil jalan memutar agar tidak terlihat oleh Dudi ataupun Erin yang berpotensi menoleh ke arah belakang, jika mereka ingin memastikan bahwa tidak ada orang yang mengikuti.
"Menurutmu mereka akan ke mana?" tanya Raja, berbisik.
"Lihat saja kuntilanak itu, Ja. Mereka jelas akan menuju ke tempat di mana kuntilanak itu selama ini bersarang," jawab Ziva, ikut berbisik.
"Sarang? Kalau kuntilanak itu punya sarang, berarti ada yang sengaja memelihara kuntilanak itu di sini?"
"Ya, seperti itulah yang aku maksud. Lagi pula, sudah jelas kalau bukan Pak Dudi dan Bu Erin langsung yang mengirim teluh bambu itu kepada Pak Tanjung. Mereka tidak punya kapasitas untuk melakukan praktek ilmu hitam. Maka dari itulah mereka pasti menyuruh seseorang yang bisa melakukan praktek ilmu hitam untuk menyakiti Pak Tanjung," jelas Ziva.
"Dan menurutmu orang yang membantu Pak Dudi dan Bu Erin adalah orang yang memelihara kuntilanak itu di hutan ini?" tebak Raja.
"Siapa lagi, bukan?" balas Ziva, sambil mengangkat bahu di hadapan Raja.
Raja jelas tidak kepikiran akan ada orang lain selain si pemelihara kuntilanak di hutan tersebut. Mereka terus berjalan sambil menatap lurus ke arah langkah yang diambil Dudi serta Erin. Tampaknya Dudi dan Erin sangat terburu-buru ingin tiba di tempat tujuan, setelah merasa begitu marah ketika berada di rumah Tanjung dan Rianti.
"Raja ... Ziva ... tetap hati-hati dan waspada. Kalian tidak tahu daerah di hutan itu dan bantuan belum tentu bisa tiba di sana tepat waktu," pesan Rasyid yang masih menatap layar laptop bersama yang lainnya.
"Mereka akan baik-baik saja, 'kan? Apakah mereka tidak perlu kalian susul?" tanya Tanjung, tampak begitu resah.
"Tugas kami adalah untuk berada di sini dan menjaga Bapak agar tetap baik-baik saja. Sebentar lagi, sebelum waktu shalat dzuhur tiba, Bapak akan kembali diurus oleh Rasid dan Mika. Jadi sebaiknya Pak Tanjung tenangkan diri saja dan jangan berhenti berdzikir," jawab Hani.
"Itu benar, Pak Tanjung. Bapak tidak boleh stress untuk sementara waktu dan hanya perlu fokus terhadap diri Bapak sendiri," tambah Tari, memberi keyakinan pada Tanjung bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Reno dan Riko pun memberi semangat untuk Tanjung agar tetap melawan jika ada yang akan kembali menyerangnya.
"Jangan menyerah, Bang. Kalau Abang menyerah, kami juga akan kehilangan semangat nantinya," ujar Reno.
"Jangan biarkan Bang Dudi menang dengan cara kotor, Bang. Abang tetap harus jadi pemenang biar dia sadar kalau bersekutu dengan Iblis itu tidak ada gunanya," tambah Riko.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH BAMBU
Horror[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 2 Setelah melewati kasus pertama bersama Ziva sebagai partner kerjanya, Raja pun memutuskan untuk menetap dan tidak akan lagi mencari pekerjaan lain. Ia merasa nyaman bekerja bersama Ziva, terutama setelah Raja b...