28 | Meminta Pulang Lebih Awal

1.3K 130 0
                                    

Raja memarkirkan mobil yang dibawanya di halaman rumah milik Tanjung ketika tiba. Ziva turun lebih dulu, lalu Raja menyusulnya tak lama kemudian. Ziva langsung menyerahkan kamera kepada Mika ketika mereka berpapasan.

"Masuk dulu ke dalam. Di dalam ada orangtuanya Pak Tanjung. Mereka sudah tahu soal perbuatan Pak Dudi dan Bu Erin, karena tadi mereka datang saat kalian tengah berhadapan dengan Pak Dudi di hutan sana," ujar Mika.

Ziva dan Raja pun saling menatap satu sama lain, setelah mendengar apa yang Mika sampaikan.

"Tanggapan kedua orangtua Pak Tanjung tentang perbuatan Pak Dudi dan Istrinya, bagaimana?" tanya Raja.

"Mereka marah besar pada Pak Dudi dan Bu Erin," jawab Mika. "Sekarang mereka akan menyerahkan semua urusan pada Polisi, karena Pak Dudi dan Bu Erin terbukti berencana hendak melenyapkan nyawa Pak Tanjung, meski melalui teluh dan meski secara perlahan. Mereka ingin bertemu kalian berdua yang tadi secara langsung berhadapan dengan Pak Dudi dan juga dukun yang mengirimkan teluh bambu kepada Pak Tanjung."

"Ya sudah kalau begitu, sebaiknya kita masuk sekarang juga sebelum waktu shalat dzuhur tiba," ujar Ziva.

Mereka pun masuk ke dalam rumah milik Tanjung bersama-sama. Ratna dan Maruli tampak langsung berdiri dari sofa yang tengah mereka duduki, saat melihat kedatangan Ziva dan Raja. Tanjung terlihat masih didampingi oleh Rianti. Keadaan Tanjung sudah terlihat jauh lebih baik sekarang, setelah teluh bambu yang dikirim oleh Ki Sahat berhasil dipatahkan oleh Ziva dan Raja. Sudah tidak ada lagi yang perlu dirisaukan oleh keluarga tersebut, karena semuanya telah kembali seperti sediakala.

"Nak, perkenalkan, kami adalah orangtua dari Tanjung. Kami ingin berterima kasih atas bantuan yang kalian berikan untuk mencegah hal-hal yang buruk terjadi pada Putra kami. Kami benar-benar berterima kasih, karena berkat bantuan kalian maka mata kami semua yang ada di dalam keluarga ini benar-benar terbuka. Andai kalian tidak membantu, mungkin nasib Putra kami sudah tidak bisa lagi tertolong," ungkap Ratna.

"Sama-sama, Bu. Kami membantu Pak Tanjung karena dimintai pertolongan oleh Pak Jo. Pak Jo mengatakan pada kami, bahwa dirinya tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada saudara iparnya, karena hal itu jelas akan menyakiti Adiknya, yang tak lain adalah Bu Rianti. Dan karena sekarang sudah tidak ada lagi hal-hal jahat yang mengancam keluarga ini, sebaiknya seluruh anggota keluarga ini mulai memperbanyak ibadah melebihi biasanya. Allah akan selalu menjaga hamba-hamba-Nya yang tidak pernah lupa beribadah kepada-Nya. Dan Insya Allah, dengan memperbanyak ibadah maka diri kita akan selalu aman dari serangan-serangan gaib yang dikirimkan oleh orang tidak bertanggung jawab," saran Ziva, kepada seluruh anggota keluarga tersebut.

Saran Ziva jelas diterima dengan baik oleh seluruh anggota keluarga tersebut. Mereka benar-benar bersyukur karena Tanjung bisa terlepas dari upaya teluh yang dikirimkan oleh Dudi dan Erin.

Tari, Rasyid, dan Hani kini mendekat pada Ziva yang tampaknya sedang memikirkan sesuatu. Mika juga jelas mengetahui hal itu, namun dirinya tak berani bertanya-tanya pada Ziva soal apa yang tengah dipikirkannya.

"Ziv? Kenapa melamun?" tanya Hani.

Ziva pun tersenyum.

"Aku enggak melamun kok, Hani Sayang. Yuk, sebaiknya kita bersiap-siap untuk shalat dzuhur," jawab Ziva, seraya mengeluarkan ajakan.

Mereka berenam segera pergi dari rumah utama menuju ke rumah yang saat itu mereka tempati selama menginap. Kegiatan siang itu mereka jalankan seperti biasanya. Shalat dzuhur, makan siang, serta membereskan barang-barang sebelum pulang ke Jakarta.

"Tar, aku harus pulang duluan hari ini. Boleh pesankan aku tiket lebih awal?" tanya Ziva.

Rasyid pun langsung menatap ke arah Ziva sambil mengerenyitkan keningnya.

"Memangnya ada apa sehingga kamu harus pulang duluan, Ziv? Kok tidak seperti biasanya?" tanya Rasyid.

"Ibu dan Ayah kirim pesan padaku. Katanya kemungkinan akan terjadi sesuatu pada Rere, jadi mereka harus menangani sesuatu yang penting hari ini. Aku enggak tenang, Ras. Aku rasa, aku harus pulang lebih awal dan mendampingi mereka," jawab Ziva.

"Tapi itu artinya kamu akan pulang sendirian, Ziv. Urusan kita di sini dengan Pak Jo belum selesai. Kamu pasti paham dengan apa yang aku maksud," ujar Tari, mencoba untuk membujuk Ziva mengurungkan niat pulang sendiri.

"Please, Tar. Kali ini saja. Andai bukan karena ada hal yang penting, aku paling enggak mau pulang terpisah dari kalian," mohon Ziva.

"Tapi masalahnya keselamatan kamu yang kami pikirkan saat ini, Ziv. Bagaimana kalau terjadi apa-apa sama kamu saat kamu pulang sendirian?" Rasyid ikut membujuk.

"Ras ... aku bukan anak kecil lagi. Usiaku dua puluh lima tahun dan aku tahu jalan pulang. Kamu jangan bertingkah seolah aku enggak pernah pergi ke mana-mana sendirian, ya, Ras. Aku bukan orang anti sosial yang enggak bisa keluar tanpa didampingi orang lain," tegas Ziva, tampak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil oleh Rasyid.

"Hei ... kenapa kalian jadi berdebat, sih? Sudahlah, jangan diperpanjang. Ziva 'kan hanya sekali ini saja meminta pulang lebih awal daripada kita. Apa salahnya juga kita membiarkan dia pulang duluan? Toh alasan dia ingin pulang duluan karena ada hal urgent di tengah keluarganya," lerai Hani.

"Aku juga keluarganya, Han! Makanya aku khawatir sama dia!" tegas Rasyid.

"Hei ... jangan bentak-bentak Hani! Kalau mau membentak, aku yang harus kamu bentak! Bukan Hani!" Ziva tampak marah sekarang dan mendorong Rasyid agar menjauh dari hadapan Hani.

Raja keluar dari kamar yang ditempatinya saat mendengar keributan, lalu menarik tangan Ziva agar tidak semakin marah pada Rasyid.

"Sudah, cukup!" perintah Raja kepada Ziva, tegas.

Pria itu jelas tidak ingin dibantah oleh Ziva, sehingga Ziva segera mundur dan tidak lagi mengatakan apa-apa. Raja kini menatap ke arah Rasyid yang masih berusaha mengatur emosinya.

"Kamu enggak perlu marah sama Ziva, Ras. Kamu 'kan Kakaknya, kamu enggak perlu sampai marah seperti itu dan bahkan mengeluarkan bentakan. Kalau alasanmu tidak mau membiarkan Ziva pulang lebih awal adalah karena kamu takut terjadi apa-apa padanya, maka biarkan aku pulang bersama dia. Aku akan terus memberimu kabar sampai dia benar-benar tiba di rumahnya dengan selamat," saran Raja.

"Ya, aku setuju dengan Raja. Sebaiknya Ziva pulang bersama Raja agar Rasyid tenang dan agar tidak perlu ada pertengkaran lainnya," sahut Mika, setuju dengan jalan tengah yang Raja tawarkan.

Tari pun mengusap-usap pundak Rasyid untuk membuatnya kembali tenang dan bisa berpikiran jernih.

"Raja benar. Sebaiknya Ziva pulang ditemani oleh Raja agar kamu bisa tenang. Bagaimana? Apakah boleh aku pesankan mereka berdua tiket sekarang juga?" tanya Tari, lembut seperti biasanya.

Rasyid pun menganggukkan kepalanya.

"Ya, pesankan mereka tiket," jawabnya.

* * *

TELUH BAMBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang