13 | Agar Tak Ada Fitnah

1.4K 134 2
                                    

Rere benar-benar kesal setelah mendengar saran dari Faris untuk tidak menggugurkan kandungannya. Padahal diam-diam dirinya sudah merencanakan hal itu, jika memang pada akhirnya Vano tidak akan bertanggung jawab atas bayi yang sedang ia kandung. Dirinya padahal berniat akan melakukan hal itu diam-diam tanpa sepengetahuan kedua orangtuanya. Tapi karena Faris memberikan saran seperti tadi, kini kedua orangtuanya terus memperingatkan agar ia tidak menggugurkan kandungan.

"Ingat, kamu jangan sampai membuat kesalahan lainnya setelah melakukan kesalahan yang lalu! Kami akan langsung membuang kamu dan tidak akan pernah mengakui kamu sebagai anak, jika kamu berani menggugurkan kandunganmu!" tegas Harun.

"Itu jelas benar. Jangan buat kami terseret lagi ke dalam masalah yang kamu buat! Kamu itu benar-benar anak tidak tahu diuntung! Selalu saja bikin masalah! Selalu saja bikin kami susah! Heran ... kenapa aku tidak melahirkan anak yang sifat dan sikapnya seperti Ziva? Kenapa malah anak pembawa sial ini yang harus lahir dari rahimku? Benar-benar buruk nasibku karena harus melahirkan dan membesarkan anak seperti kamu!" ungkap Anita, terlihat merasa muak terhadap Rere.

Rere jelas merasa semakin sakit hati setelah mendengar apa yang Ibunya ungkapkan saat itu. Ia tidak paham, mengapa dirinya harus selalu dibanding-bandingkan dengan Ziva oleh kedua orangtua kandungnya sendiri. Mereka benar-benar tidak pernah bersyukur karena memilikinya. Mereka hanya menjadikannya bahan hinaan setiap hari dengan cara membandingkan dengan Ziva.

"Andai kamu tidak mencoba menjebak Gani, maka kamu sekarang sudah menjadi menantu Keluarga Bareksa! Vano dan Mamanya sudah menerima kamu, kok! Eh ... kamu yang malah bermain api dan malah mencoba-coba menjebak Gani! Dasar anak enggak tahu malu! Murahan, kamu!" hardik Harun, sambil melemparkan majalah ke wajah Rere.

"Dia itu benar-benar anak kita 'kan, Pah? Enggak tertukar 'kan, waktu Mamah melahirkan di rumah sakit? Kok rasanya dia itu janggal sekali buat aku. Seperti aku tidak punya ikatan batin sama dia," pikir Anita.

"Kalau kamu ragu, langsung saja tes DNA," saran Harun. "Toh dia bukan seperti bayi yang ada di dalam kandungannya saat ini yang masih bisa diragukan, sehingga tidak bisa dilakukan tes DNA oleh Keluarga Bareksa untuk memastikan kalau itu adalah anaknya Vano atau bukan."

Hati Rere terasa seperti diremas kuat oleh sesuatu. Kedua orangtuanya benar-benar menunjukkan kalau mereka tidak bisa menerima takdir, bahwa mereka memiliki anak seperti dirinya. Hanya karena perkara Rere tidak secantik Ziva. Hanya karena Rere tidak sepintar Ziva saat masih sekolah. Hanya karena karena Rere tidak berbudi halus dan sopan seperti Ziva. Anita dan Harun bukan hanya merasa iri dengan kekayaan serta kejayaan yang dimiliki oleh Keluarga Adinata. Mereka juga merasa iri karena Faris dan Mila memiliki anak seperti Ziva, sementara mereka justru memiliki anak seperti Rere. Mereka benar-benar tidak bisa menerima takdir dan selalu berharap bisa bertukar posisi dengan Faris dan Mila.

"Sudah, pergi sana ke kamarmu!" bentak Anita. "Ingat, jangan coba-coba menggugurkan kandunganmu! Kalau pun Vano Bareksa tetap tidak mau bertanggung jawab atas anak itu, maka kami bisa menjualnya ketika dia lahir nanti. Di luar sana banyak yang ingin memiliki anak dan siap membayar mahal! Jadi jaga kandunganmu agar tetap sehat!"

Rere pun segera bangkit dari sofa dan beranjak menuju kamarnya. Ia menutup pintu kamarnya dengan rapat serta menguncinya. Ia benar-benar merasakan sakit yang tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata. Kedua orangtuanya tidak pernah berubah dan membencinya semakin parah daripada dulu.

"Aku benar-benar lelah karena tidak pernah bisa mendapatkan keinginanku. Aku membuat masalah karena ingin mendapat perhatian mereka. Tapi nyatanya, mereka justru semakin menjauhiku sekarang dan bahkan terlihat sangat jijik terhadapku. Aku harus mengakhiri semua ini. Aku harus mengakhiri semuanya," batin Rere, merasa muak dengan keadaan di sekelilingnya.

* * *

IBU
Rere tadi ke sini bersama Tante dan Om kamu. Entah apa tujuan sebenarnya dari kedatangan mereka tadi, tapi mereka benar-benar tidak punya kesempatan untuk menyampaikan tujuan kedatangan mereka sama sekali. Ayahmu memberikan jawaban-jawaban lugas seperti biasanya. Bukan hanya karena tak ingin ikut campur, tapi juga karena Ayahmu tidak suka hari liburnya harus terganggu dengan kedatangan mereka. Kamu tahu sendiri kebiasaan Ayahmu sejak dulu, yang sudah menetapkan bahwa pada hari libur dia tidak ingin menerima tamu kecuali ada hal darurat atau penting, karena dia ingin menghabiskan waktu bersama Ibu dan kamu. Ayahmu selalu senang menerima tamu di rumah jika itu bukan pada hari libur. Oh ya, bagaimana kabarmu saat ini, Sayang? Apakah kamu punya berita untuk Ibu tentang keadaanmu, kondisimu, dan juga situasi di tempatmu bekerja saat ini?

Ziva akhirnya selesai membaca pesan yang ia terima dari Ibunya ketika Raja muncul di sampingnya. Raja tidak mempertanyakan tentang pesan siapa yang baru saja Ziva baca. Namun entah mengapa Ziva rasanya tidak ingin menyimpan sendiri apa yang kini menjadi bahan pikirannya yang baru.

"Ada apa?" tanya Raja.

"Aku baru saja membaca pesan dari Ibuku," jawab Ziva.

"Ibumu menanyakan kabarmu, kondisimu, dan juga ingin tahu di mana keberadaanmu saat ini?" tebak Raja.

Ziva mengulum senyumnya selama beberapa saat.

"Ya, sebagian dari isi pesannya memang seperti tebakanmu."

"Dan sebagian lagi isinya menjadi beban baru untukmu dan kamu mulai kepikiran?"

"Hm, iya ... begitulah. Uhm ... kalau aku cerita, apa kamu mau mendengarkan?" tanya Ziva.

"Tentu," jawab Raja dengan cepat. "Aku akan selalu mendengarkan jika kamu mau cerita. Aku tidak akan mengabaikanmu, Insya Allah."

Ziva pun mengangguk-anggukkan kepalanya, setelah mendengar jawaban dari Raja.

"Saat kita selesai kerja, Insya Allah aku akan cerita sama kamu. Jadi ... tolong siapkan telinga kamu dengan baik. Jangan coba-coba tidak tepati janjimu," pinta Ziva.

Raja pun mengangguk seraya menahan senyum. Mereka berdua kembali mendekat pada yang lainnya, untuk menunggu kedatangan yang akan datang ke rumah itu. Rasyid benar-benar mengawasi Ziva dan Raja, namun ia sama sekali tidak menemukan adanya sinyal bahwa kedua insan tersebut memiliki hubungan istimewa yang lebih dari sekedar hubungan pertemanan. Namun entah mengapa Hani dan Mika justru yakin sekali jika ada sesuatu di antara mereka, padahal hubungan Raja dan Ziva masih terlihat sangat wajar.

"Kamu sedang memikirkan apa?" tanya Tari, berbisik.

"Ziva dan Raja. Aku sedang memperhatikan mereka dan menebak-nebak soal hubungan mereka seperti yang Hani dan Mika lakukan," jawab Rasyid, ikut berbisik.

"Memangnya kenapa dengan hubungan mereka? Kamu tidak setuju kalau mereka punya hubungan yang lebih dari sekedar teman?" tebak Tari.

"Bukan itu. Aku hanya ingin memastikan, apakah mereka benar-benar punya hubungan lebih dari teman atau tidak. Kalau memang mereka punya hubungan yang lebih dari sekedar teman, maka aku akan menyarankan pada mereka berdua untuk menikah. Pekerjaan kita ini membuat kita selalu jauh dari keluarga dan hal itu akan menimbulkan fitnah nantinya. Maka dari itulah dulu aku langsung menikahi kamu saat sadar bahwa aku punya rasa yang lebih dari teman. Aku enggak mau kita terkena fitnah," jelas Rasyid, agar Tari paham dengan maksudnya.

* * *

TELUH BAMBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang