9 | Firasat Pribadi

1.4K 140 1
                                    

Halaman samping rumah Rianti kini dipakai untuk meletakkan empat drum berukuran sedang. Mereka tampak sedang menampung air yang tadi Ziva minta. Jonathan melihat kedatangan Ziva dan Raja ke halaman rumah, setelah beberapa saat lalu mereka berdua menghabiskan waktu bersama Adiknya di dalam rumah. Ziva dan Raja tidak segera bergabung dengan anggota timnya yang lain, namun justru berdiam diri sambil menatap lurus ke arah gerbang. Diamnya Ziva dan Raja saat tiba di halaman rumah itu jelas kembali membuat Jonathan merasa penasaran. Jonathan benar-benar butuh penjelasan dalam setiap langkah yang dilakukan oleh para anggota tim tersebut. Ia memutuskan mendekat secara langsung ke arah Ziva dan Raja, tanpa bertanya-tanya lagi pada Tari, Rasyid, Mika, ataupun Hani. Rasa penasarannya sudah benar-benar tidak bisa dibendung sehingga membuatnya ingin banyak bertanya.

"Kalian berdua sedang memperhatikan apa, sampai menatap gerbang selama itu? Apakah ada makhluk halus lagi yang datang di luar sini? Atau ada hal yang lain?" tanya Jonathan.

"Makhluk-makhluk halus itu memang tidak pernah pergi dari sini, Pak Jo. Mereka baru akan pergi, jika teluh bambu yang dikirim oleh orang yang membenci Pak Tanjung sudah berhasil dipatahkan," jelas Ziva.

"Jadi selama teluh bambu itu belum dipatahkan, maka di halaman serta seluruh rumah ini akan dipenuhi oleh makhluk-makhluk halus. Dan itu tidak akan berhenti," tambah Raja.

Jonathan pun langsung meringis saat mendengar penjelasan dari Ziva maupun Raja. Pria itu tampaknya benar-benar tidak pernah menghadapi hal-hal gaib sama sekali sejak dulu. Maka dari itulah dia berekspresi agak berbeda dari orang pada umumnya.

"Menurut kalian, apakah teluh bambu itu dikirim kepada saudara iparku karena ada tujuannya? Boleh aku bertanya-tanya begini, 'kan?" Jonathan ingin tahu lebih banyak.

Ziva dan Raja kini sama-sama menatap ke arah Jonathan, setelah mereka mendengar pertanyaan yang pria itu ajukan. Mereka sadar kalau Jonathan jelas merasa penasaran.

"Begini Pak Jo, ritual teluh bambu itu biasanya dilaksanakan setelah orang yang ingin mengirim teluh mendapatkan potongan bambu dari bekas keranda jenazah. Bambu bekas keranda jenazah itu akan memiliki aura yang negatif, terutama jika sudah dimantra-mantrai oleh dukun yang akan mengerjakan ritual teluh tersebut. Jika teluh bambu itu akhirnya dikirim kepada orang yang dituju, maka makhluk-makhluk halus yang mengikuti teluh itu akan mengganggu seluruh penghuni rumah dan membuat sakit orang yang menjadi sasarannya. Nah, ada dua kemungkinan tentang penyebab dikirimnya teluh bambu itu kepada seseorang. Alasan pertama adalah karena si pengirim merasa sangat benci pada orang yang akan diteluh. Alasan kedua adalah karena si pengirim ingin sekali melihat orang yang diteluh olehnya mengalami kebangkrutan atau kegagalan di dalam hidupnya. Jadi saat ini dua kemungkinan itu adalah alasan yang paling spesifik, yang bisa aku jelaskan kepada Pak Jo. Tapi kalau firasatku sendiri ... tapi ini benar-benar murni hanya firasatku saja ... orang yang mengirim teluh bambu pada Pak Tanjung sangat ingin  melihat kesuksesannya berakhir dan hidup Pak Tanjung gagal total," tutur Ziva, apa adanya.

"Atas dasar apa kamu berfirasat begitu? Saat ini jelas bukan hanya Pak Jo yang merasa penasaran, jika kamu menyatakan firasat secara terang-terangan seperti barusan," ujar Raja.

"Nah, benar itu. Bahkan rekan kerjamu juga penasaran dengan firasatmu. Jadi ... atas dasar apa hingga kamu berfirasat seperti itu, sebenarnya?"

Ziva pun tersenyum.

"Jika alasannya adalah benci, maka seharusnya Pak Tanjung tidak perlu disiksa lama-lama oleh si pengirim teluh bambu itu. Orang yang membenci akan merasa senang ketika melihat orang yang dibencinya cepat mati. Beda lagi kalau alasannya adalah ingin melihat hidup Pak Tanjung sengsara setelah mengalami kegagalan. Maka Pak Tanjung tentunya memang akan disiksa lama-lama oleh si pengirim teluh itu, karena si pengirim teluh itu ingin menertawainya seumur hidup setelah Pak Tanjung berkubang di dalam penderitaan."

Apa yang Ziva katakan tentu saja masuk akal bagi Raja maupun Jonathan. Bahkan, firasat Ziva itu sudah jelas terbukti karena Tanjung memang sangat tersiksa selama seminggu terakhir.

"Itulah juga yang menjadi alasan mengapa aku menebak, bahwa yang mengirim teluh bambu kepada Pak Tanjung adalah orang yang selama ini berada di sekelilingnya. Karena ... orang yang biasanya ingin sekali melihat seseorang berada dalam penderitaan yang lama adalah orang terdekat," tambah Ziva.

"Astaghfirullah hal 'adzhim. Iya, juga. Kamu jelas benar soal itu dan hal seperti itu sulit untuk terbantah," ujar Jonathan pada akhirnya.

"Tapi itu masih firasatku saja, Pak Jo. Jangan langsung menyimpulkan sesuatu yang belum jelas. Takutnya nanti kita justru akan su'udzon terhadap orang-orang tertentu. Karena aku cukup yakin, bahwa saat ini sudah ada beberapa nama yang mulai anda pikirkan sebagai orang yang masuk dalam kriteria yang tadi aku sebutkan," lanjut Ziva dengan cepat.

Jonathan kini menoleh ke arah Raja, sehingga membuat Raja juga menoleh ke arahnya.

"Rekanmu itu cenayang atau bagaimana? Kok bisa dia tahu isi pikiranku, padahal barusan aku sedang memikirkan hal itu sekilas saja?" tanyanya.

Raja berupaya keras untuk tidak tertawa saat akhrinya mendengar pertanyaan yang sama seperti yang pernah ia tanyakan pada Ziva. Tebakan wanita itu memang selalu tepat, sehingga akan membuat heran siapa pun yang berbicara dengannya.

Ketika semua persiapan sudah selesai. Ziva pun mendekat ke arah anggota timnya yang lain bersama Raja. Jonathan harus menerima telepon dari kantornya, sehingga tidak lagi bersama-sama dengan mereka saat itu.

"Semuanya sudah siap, Ziv. Apakah kita harus mulai membentengi rumah serta seluruh halaman ini sekarang?" tanya Rasyid.

"Ya, kita sebaiknya bekerja sama untuk membentengi rumah serta seluruh halaman ini sekarang juga. Saat Pak Tanjung bangun nanti, bantulah dia untuk membersihkan diri. Kita akan bimbing dia untuk kembali melaksanakan shalat yang telah dia tinggalkan selama seminggu terakhir akibat terus merasa kesakitan," jawab Ziva.

Mereka berenam pun segera memulai doa bersama sebelum membentengi seluruh halaman dan rumah milik Rianti dan Tanjung. Mika memimpin doa bersama itu seperti biasanya, dan kegiatan itu bisa dilihat oleh Rianti dari jendela kamarnya yang ada di lantai atas. Rianti benar-benar berharap bahwa suaminya akan kembali sembuh seperti sediakala. Ia benar-benar tidak bisa jika harus kehilangan suaminya dengan cara yang tragis.

"Siapa pun pengirim teluh itu, aku harap dia akan menerima balasan yang setimpal dan segera menjauh dari kehidupanku dan kehidupan Suamiku. Aku tidak bisa menerima kejahatan yang seperti ini. Ini jelas lebih menyakitkan daripada dibicarakan di belakang secara diam-diam," gumam Rianti, sambil berupaya menghentikan airmatanya yang terus mengalir.

* * *

TELUH BAMBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang