24 | Berusaha Menyudutkan

1.3K 147 2
                                    

Dudi dan Erin masih terpaku di tempat mereka berdiri saat itu, kala menatap Raja dan Ziva yang baru saja menghancurkan tempat serta usaha ritual teluh bambu Ki Sahat. Ki Sahat tampak semakin marah, sehingga semua kuntilanak peliharaannya di hutan itu mendadak hendak mendekat ke arah Ziva dan Raja.

"Ka--kalian ... bukankah kalian berdua adalah asisten rumah tangga serta sopir di rumah Adik kami?" tanya Erin.

"Adik kami?" Raja tak menyangka kalau Erin masih menyebut Tanjung dan Rianti sebagai Adik. "Anda menyebut Pak Tanjung sebagai Adik, padahal baru saja kalian hendak mengirimkan lagi teluh bambu kepadanya? Wah ... aku sekarang benar-benar merinding setelah mendengar hal itu. Semua kuntilanak di sini yang tengah menatap ke arahku tidak bisa membuatku merinding seperti yang Anda lakukan."

"Adik?" tambah Ziva, sambil memain-mainkan pedang jenawi di tangannya. "Kakak macam apa yang tega ingin menyakiti Adiknya sendiri dengan cara yang begitu mengerikan seperti memberi teluh? Aku juga punya Adik sepupu dan dia sangat menyebalkan dalam beberapa kesempatan. Tapi untuk membencinya ataupun marah padanya ... aku benar-benar merasa tidak sanggup melakukan hal itu. Padahal dia sangat menyebalkan, tapi aku merasa tidak mampu membalas sikap menyebalkannya. Lalu ... di mana salah Pak Tanjung, sehingga kalian berdua begitu tega mengirimkan teluh bambu padanya sampai harus menyuruh dukun lemah itu?"

"Apa katamu??? Dukun lemah??? Siapa yang kamu sebut dukun lemah, hah???" teriak Ki Sahat.

Ziva menatap ke arah Ki Sahat, lalu memandangnya dari atas ke bawah berulang kali.

"Kamu," jawab Ziva, enteng.

Raja sebenarnya merasa kaget karena Ziva malah menjawab teriakan Ki Sahat dengan jawaban yang singkat disertai tatapan mengejek. Ia ingin sekali tertawa karena bisa melihat sisi diri Ziva yang lainnya--yang belum pernah ia lihat sebelumnya--namun segera sadar bahwa situasi sangat tidak tepat jika harus tertawa karena memperhatikan Ziva.

"Kurang ajar kamu!!! Berani-beraninya kamu menghinaku secara terang-terangan seperti itu!!!"

WHUUUSSSHHHH!!!

Ki Sahat menyerang Ziva tanpa aba-aba, namun sayang serangan itu juga mendadak ditangkis oleh Ziva yang saat itu masih memegangi pedang jenawi di tangannya. Ziva masih berdiri di tempatnya, sementara serangan yang ditangkis oleh wanita itu justru berbalik ke arah Ki Sahat dan membuatnya terlempar ke belakang sejauh beberapa meter.

Setelah Ki Sahat tumbang--untuk sementara waktu--tatapan Ziva pun kembali terarah kepada Dudi dan Erin.

"Ja, bilang pada Pak Jo untuk segera mengamankan mereka berdua," pinta Ziva.

"Berhenti di tempatmu!" seru Pak Dudi, sambil mengeluarkan sebilah pisau dari balik pakaiannya dan mengancam Raja. "Jangan coba-coba mendekat kepadaku dan Istriku, atau aku akan membuatmu menyesal!"

Raja pun segera mengeluarkan pedang jenawi miliknya dari balik baju, lalu memasang kuda-kuda yang tepat pada kedua kakinya.

"Mari kita buktikan, Pak Dudi, siapa yang akan lebih dulu merasa menyesal hari ini," balas Raja, tidak takut akan ancaman dari Dudi.

Jonathan dan beberapa anggota kepolisian keluar dari tempat mereka bersembunyi tadi, ketika melihat Raja dan Dudi yang kemungkinan akan saling berkelahi.

"Lari, Dek! Pergilah duluan, nanti Abang susul," perintah Dudi kepada Erin.

Erin pun segera berlari ke arah jalan setapak yang tadi dilaluinya. Jonathan segera mengejarnya, sementara Dudi kini mulai menyerang Raja dan saling mengadu senjata masing-masing. Ziva kini memfokuskan diri kepada kuntilanak-kuntilanak peliharaan Ki Sahat. Semua kuntilanak itu harus ia usir dari tempat itu, agar saat Ki Sahat tersadar kembali dari pingsannya, maka dukun itu tidak akan memiliki bala bantuan.

"A'udzubillahi minasy syaitanirrajim. Bismillahirrahmanirrahim. Robbi a'uudzubika min hamazaatisy syayaathiin wa a'udzubika robbi ayyahdhuruun."

Ziva pun langsung meniup pedang jenawi miliknya, lalu berniat melemparnya ke arah salah satu pohon yang menjadi pusat bersarangnya semua kuntilanak-kuntilanak tersebut. Setelah meniupnya hingga ujung, Ziva pun melemparkan pedang tersebut ke arah sarang mereka. Pedang itu menancap dalam pada pohon yang menjadi pusat sarang kuntilanak peliharaan Ki Sahat. Dalam sekejap, semua kuntilanak yang ada di sarang itu langsung pergi secara bersamaan dalam waktu singkat. Setelah keadaan dirasa sudah cukup tenang, Ziva pun segera melangkah menuju tempat tertancapnya pedang jenawi yang tadi ia lemparkan.

TRANG!!!

Dudi berupaya menahan serangan dari Raja yang sejak tadi tidak pernah berhasil ia serang balik. Nafasnya cukup terengah-engah, namun ia sadar bahwa saat itu bukanlah waktu yang tepat untuk menyerah. Jika dirinya menyerah, maka akan ada kemungkinan kalau pada akhirnya kedua orangtuanya akan tahu tentang perbuatannya kepada Tanjung. Ia tidak akan memiliki kesempatan untuk mendapatkan warisan dari kedua orangtuanya jika sampai mereka tahu bahwa dirinya berusaha menyiksa Tanjung melalui teluh bambu.

"Menyerah saja, Pak Dudi. Meski anda tidak menyerah sekalipun, Polisi sudah siap menangkap anda karena sudah ada bukti yang kuat atas perbuatan anda terhadap Pak Tanjung. Anda dan Istri anda tidak akan bisa lolos dari jeratan hukum," ujar Raja.

"Tidak! Kalau aku menyerah, maka Tanjung, Reno, dan Riko yang akan menerima warisan dari kedua orangtuaku! Aku tidak mau berbagi dengan mereka! Dan seharusnya, jika kalian tidak mengganggu ritual tadi, maka Tanjung sudah akan kembali tumbang! Lalu setelah itu Reno dan Riko akan segera menyusulnya, karena aku juga akan mengirimkan mereka teluh yang sama!" balas Dudi, terdengar penuh dengan dendam.

Ziva mengambil jalan memutar, lalu menendang Dudi dari belakang untuk membantu Raja menghadapinya. Dudi tersungkur di atas rerumputan dan tumpukan lumut di hutan itu. Kini dia kembali berupaya untuk menahan serangan yang datang dari Raja dan Ziva. Mereka benar-benar terus menyerang Dudi, hingga membuatnya terus terpojok ke arah sebuah pohon besar yang tak jauh keberadaannya dari tempat ritual tadi.

Jonathan dan beberapa orang anggotanya berhasil menangkap Erin yang berusaha melarikan diri. Erin kini sudah diamankan di dalam mobil milik kepolisian dan dijaga dengan ketat, meski kedua tangannya sudah dipasangi borgol.

"Jangan ada yang lengah. Jaga dia baik-baik. Aku akan masuk kembali ke dalam hutan untuk membantu kedua anak muda yang masih menghadapi dukun serta Pak Dudi," ujar Jonathan.

"Siap, Komandan!" jawab beberapa orang dengan kompak dan tegas.

Jonathan pun segera kembali masuk ke dalam hutan bersama tiga orang yang tidak mendapat tugas menjaga Erin. Mereka melihat dari kejauhan bahwa Ki Sahat masih pingsan, sementara Raja dan Ziva tengah berusaha memojokkan Dudi. Perkelahian yang melibatkan adu pedang dan pisau itu membuat Jonathan terdiam selama beberapa saat. Ia tidak pernah berpikir bahwa Raja ataupun Ziva juga punya keahlian berkelahi seperti yang sedang dilihatnya.

"Kenapa anak-anak muda ini tidak bergabung saja dengan kepolisian jika memang mereka punya banyak keahlian seperti yang aku lihat saat ini? Kenapa mereka justru malah bergulat untuk mengurus perkara teluh dan makhluk-makhluk gaib?" pikir Jonathan, benar-benar merasa tidak paham.

* * *

TELUH BAMBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang