11 | Pekerjaan Pertama

1.4K 145 3
                                    

"Bismillahirrahmanirrahim!!!"

Rasyid, Mika, dan Raja memulai lebih dulu usaha untuk membentengi seluruh halaman rumah tersebut dari bagian paling depan. Tari, Ziva, dan Hani juga mulai membentengi halaman belakang, sementara Batagor kini justru sedang bermain-main sendiri di tangga menuju pintu depan rumah itu. Jonathan mengawasi mereka dari jendela kamar Tanjung. Rianti masih berada di sisi suaminya yang kini benar-benar tertidur pulas.

"Bang Tanjung tampaknya lelah sekali, Bang," ujar Rianti kepada Jonathan.

Jonathan pun menoleh ke arah Rianti. Ia sama sekali tidak beranjak dari jendela kamar tersebut, karena masih ingin memperhatikan kegiatan yang dilakukan oleh keenam anak muda di halaman depan sana.

"Kalau menurut Dek Ziva, Suamimu memang akan beristirahat jauh lebih lama karena sudah seminggu terakhir dia kurang istirahat. Mungkin maksudnya, Suamimu akan menjalani masa pemulihan. Ya ... meski saat ini kemungkinan untuk benar-benar pulih masih belum sepenuhnya bisa kita yakini, setidaknya kita bernafas lega beberapa saat karena Suamimu sudah tidak merintih kesakitan lagi," ujar Jonathan, berusaha menenangkan Rianti.

Rianti kini menatap ke arah Jonathan. Di wajahnya tampak sekali ada beban yang sedang ia pikirkan, dan Jonathan jelas bisa menduga hal tersebut melalui ekspresi yang dilihatnya.

"Apakah Abang percaya dengan dugaan yang Dek Ziva katakan? Maksudku, apakah Abang percaya bahwa si pengirim teluh bambu itu adalah orang terdekatku dan Bang Tanjung?" tanya Rianti kemudian.

"Tadi aku pun mempertanyakan hal itu, Dek. Bahkan aku sampai nekat bertanya langsung kepada Dek Ziva dan Dek Raja di luar sana saking tidak percaya pada dugaannya. Tapi dia memberikan aku penjelasan yang sangat detail, disertai alasan tentang mengapa dia bisa menduga seperti itu. Hingga pada akhirnya dia mengatakan bahwa itu hanya dugaannya saja, dan dia menyarankan padaku bahwa sebaiknya aku tidak segera mengambil kesimpulan agar tidak terjadi su'udzon terhadap orang-orang yang mungkin aku curigai. Akhirnya ... aku sekarang mencoba mempercayai dugaannya itu. Dan juga, setelah dia memusnahkan pelet yang hendak Rosi gunakan kepada Suamimu, aku rasa kita sebaiknya percayakan saja semua kepadanya. Kamu lihat sendiri bukan, Suamimu tidak lagi bicara kasar kepadamu setelah tidak terikat dengan pelet dari Rosi. Baiknya kita ikuti saja semua prosesnya dengan tenang," tutur Jonathan.

"Ya, aku juga bersyukur karena Dek Ziva telah memusnahkan pelet yang Rosi gunakan sebelum terjadi apa-apa di antara Bang Tanjung dan Rosi. Aku enggak akan bisa membayangkan bagaimana rumah tanggaku akhirnya, kalau sampai ada apa-apa antara Bang Tanjung dan Rosi di belakangku. Aku percaya Bang Tanjung setia, dia tidak akan menyakiti aku. Tapi aku sekarang tidak akan mempercayai lagi siapa pun wanita yang ada di dekatnya. Aku akan meminta Bang Tanjung untuk bekerja dengan staff laki-laki saja, termasuk untuk menjadi Sekretaris barunya nanti. Tapi yang paling aku pikirkan saat ini bukan persoalan pelet itu, Bang. Yang paling aku pikirkan adalah mengenai teluh bambu yang menyerang Bang Tanjung. Bagaimana jika teluh bambu yang dikirim oleh orang itu akan kembali menyiksa Bang Tanjung? Apakah Bang Tanjung masih bisa bertahan?"

Tangis Rianti kembali pecah. Perasaannya jelas sangat tersiksa karena melihat kondisi suaminya yang jarang mengalami sakit sebelumnya. Tanjung adalah orang yang sehat dan tidak pernah absen untuk berolahraga. Makanannya selalu terjaga, karena Rianti sendiri yang mengatur makanan Tanjung selama ini. Maka dari itu ketika Tanjung mendadak sakit tanpa alasan, Rianti pun kaget dan tidak siap untuk menangani hal itu sendirian. Untuk itulah dirinya meminta tolong pada Jonathan agar bisa membantunya merawat Tanjung, serta mencari tahu soal sakit yang Tanjung alami.

"Sabar, Dek. Insya Allah Suamimu tidak akan kesakitan lagi setelah semuanya diurus oleh mereka berenam. Aku sudah banyak mendengar tentang mereka dan pekerjaan yang mereka jalani. Alhamdulillah sejauh ini tidak ada satu pun pekerjaan mereka yang mengecewakan bagi orang-orang yang telah mereka bantu. Kita ikhtiar saja, lalu setelah itu kita bertawakal kepada Allah agar Allah memberi kita kemudahan," saran Jonathan.

Di halaman rumah itu, akhirnya pekerjaan pertama yang harus dikerjakan telah selesai. Halaman rumah dan dinding bagian luar rumah sudah mereka bentengi menggunakan air yang telah didoakan. Makhluk-makhluk halus yang sejak semalam dilihat oleh Ziva dan Raja kini menghilang satu-persatu.

"Bagaimana? Apakah ada perkembangan setelah kita membentengi bagian halaman rumah ini?" tanya Tari, yang sudah kembali menggendong Batagor dan sedang memanjakannya.

"Sudah, Tar," sahut Ziva seraya tersenyum. "Sekarang saatnya kita menunggu orang-orang yang akan datang ke rumah ini. Si pengirim teluh jelas tidak akan datang sendirian ke sini, karena tidak ingin dicurigai dengan cepat."

"Lalu, apa yang akan kita lakukan sekarang? Adakah yang harus kita koordinasikan dengan Pak Jo dan Bu Rianti?" tanya Hani.

"Benar sekali, Hani Sayang," sahut Ziva dengan cepat. "Ada hal yang harus kita koordinasikan dengan Pak Jo dan Bu Rianti. Sementara itu ... Rasyid, Mika, dan Raja akan mulai mengurus Pak Tanjung seperti yang sudah aku katakan tadi sebelum kita melakukan doa bersama saat akan memulai pekerjaan pertama."

Rasyid pun segera mengajak Mika, Tari, dan Hani untuk ikut bersamanya ke dalam rumah milik Tanjung. Raja dan Ziva juga ikut di belakang mereka, meski jarak mereka agak berjauhan dari yang lain.

"Apa rencana selanjutnya setelah kamu, Tari, dan Hani berkoordinasi dengan Pak Jo serta Bu Rianti?" tanya Raja.

"Bersandiwara," jawab Ziva.

"Bersandiwara?" Raja tampak sedikit bingung dengan jawaban itu.

Ziva pun menghentikan langkahnya sejenak dan menatap ke arah Raja seraya tersenyum cerah.

"Ya, bersandiwara. Hanya dengan bersandiwara maka kita akan bisa membongkar topeng si pengirim teluh bambu itu. Dia tidak akan merasa curiga pada kita, dan pada saat itulah dia akan melucuti topengnya sendiri di hadapan kita."

Raja mendengarkan dengan seksama dan merasa sangat menikmati penjelasan yang sedang Ziva berikan saat itu.

"Ikuti saja," saran Ziva. "Kamu akan tahu bagaimana situasinya ketika si pengirim teluh bambu itu benar-benar melucuti topengnya sendiri. Tanpa kuberi tahu sekalipun, kamu akan langsung bisa merasakannya dengan sangat jelas nanti."

"Oke," tanggap Raja, "akan aku ikuti semua yang kamu arahkan. Tapi ... kamu jangan jauh-jauh dari aku dan kamu harus menepati itu."

"Insya Allah akan kutepati. Ayo masuk, Rasyid dan Mika membutuhkan bantuan kamu saat ini untuk mengurus Pak Tanjung," ajak Ziva.

Mereka berdua pun segera kembali berjalan bersama dan masuk ke dalam rumah milik Tanjung. Karena di tempat lain, saat ini sedang ada yang baru saja mendapat kabar buruk tentang perlawanan terhadap teluh bambu yang dikirim untuk Tanjung.

"Kurang ajar!!! Siapa orang yang berani mengusik teluh kiriman untuk Tanjung, itu???" teriaknya, penuh kemarahan.

* * *

TELUH BAMBUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang