3 tahun kemudian...
Hari Minggu, adalah hari yang seharusnya menjadi hari paling menyenangkan, khususnya untuk anak remaja. Mereka bisa melakukan apapun yang mereka mau di hari itu, nge-date, shopping, nongkrong, dan masih banyak lagi. Namun hal itu tidak berlaku untuk Stella. Apapun harinya, melaksanakan perintah Bryan dan Anna layaknya seperti babu adalah sebuah kewajiban.
Sekarang, Ia sudah duduk di bangku kelas XI IPA 2. Stella berhasil mendapatkan beasiswa untuk ber-sekolah di SMA Semesta, yang merupakan sekolah swasta internasional favorit di Jakarta. Dan Anna yang selalu tidak mau kalah dengan Stella pun juga masuk di sekolah itu.
Ah, untuk soal kejadian 3 tahun lalu... Stella benar-benar tidak bisa melupakannya. Itu membuatnya trauma berat dan menarik diri dari kehidupan. Hampa, hitam, kosong. Ya, itu adalah deskripsi yang cocok untuk hidupnya saat ini. Mulai saat itu, Stella tidak membiarkan siapapun masuk kedalam hidupnya. Bahkan Ia juga menjauh dari Eros, walaupun Eros masih berusaha mendekati gadis itu.
"Non Stella, tadi dipanggil tuan Bryan" Mbok Siti menghampiri Stella yang sedang mengelap kaca besar di dekat halaman depan.
Stella menyeka peluhnya sebentar, "oh iya sebentar mbok"
Stella melipat lapnya, lalu menaruh kembali bersama pembersih kaca di tempat biasanya. Stella menolehkan pandangannya sambil berjalan kesana-kemari. Ia mencari di dapur, ruang tamu, kamar papanya, garasi, hingga ke gudang. Nihil. Tidak ada papanya di sudut ruangan manapun.
"Hah.. hah.. mbok, papa dimana ya? Aku cari kok gak ada" Stella kembali menghampiri mbok Siti di dekat halaman yang sedang menyapu.
"Udah cari di taman non?" Jawab mbok Siti.
"Oh iya!" Stella menepuk jidatnya sendiri.
"Makasih mbook" Stella melambaikan tangannya dan segera berlari menuju taman belakang.
Benar saja, sesampainya di taman belakang, Stella melihat Bryan dan Anna sedang berbincang-bincang sambil sesekali tertawa. Bryan memeluk Anna dengan hangat, sedangkan Anna juga terlihat sangat bahagia duduk bersama papa tercintanya. Stella yang melihat itu pun hanya bisa tersenyum miris.
"Kapan yah aku bisa digituin juga sama papa?" Batin Stella sambil menatap nanar kearah depan.
"Heh! Kamu ngapain disitu? Mau nguping?" Teriakan Bryan menyadarkan Stella dari lamunannya.
Stella langsung memfokuskan kembali matanya, "e-eh.. iya maaf pa"
"Sini!" Titah Bryan tegas.
Dengan langkah patah-patah sambil menundukkan kepala, Stella melangkah maju mendekati Bryan dan Anna.
"Disuruh nemuin saya aja lama banget, kamu tuh punya mata gak sih buat liat saya ada di mana?" Bryan menatap Stella dengan tatapan elangnya.
"M-maaf pa, tadi Stella lupa cari papa di taman" Ucap Stella dengan takut-takut.
Anna memutar bola matanya jengah, "Halah bacot, kalau dari sananya udah gobl*k mau diapa-apain juga bakalan gobl*k!"
Stella yang mendengarnya hanya bisa menarik nafas panjang.
"Sekitar jam 6 sore nanti, saya ada meeting dengan beberapa investor di taman ini, kamu siapkan semuanya bersama pembantu yang lain, makanan, minuman, tempat duduk, spot foto, dan lain-lain. Mengerti?" Bryan menarik dagu Stella untuk menatap wajahnya.
Stella menelan saliva-nya, "iya mengerti pa"
"Dan satu lagi.."
"Jangan panggil saya dengan sebutan papa ketika di hadapan mereka, panggil saya dengan sebutan tuan! Sadar, kamu itu bukan anak saya!" Lanjut Bryan dengan nada pedas.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEKAPAN HUJAN | END
Teen FictionJudul awal: BUKAN LEMAH HANYA LELAH "Dia, hujan. Yang selalu mengerti isi getaran kalbu. Membelenggu atma disaat lara menguasai rongga dada. Menyimpan kenangan dalam untaian nadanya yang tak beraturan." **** Kisah ini tentang Stella Maribelle, seora...