"AARRGHH!!" Teriak Stella sambil berusaha melepaskan lengannya dari cengkeraman Bryan.
"Hentikan pah!"
"SAKIT! CUKUP PA"
"Hahahaha saya belum puas dengan kamu!"
-•-
"P-pak Bryan.." Panggil seseorang dari arah belakang.
Bryan buru-buru menolehkan pandangannya, "i-iya, iya ada apa?"
"ANDA MASIH BERTANYA ADA APA? SEHARUSNYA SAYA YANG BERTANYA, APA YANG ANDA LAKUKAN?!" Bentak laki-laki seumuran Stella itu dengan wajah merah padam.
Bryan melempar asal lemon yang dipegangnya, lalu berdiri dan berjalan menghampiri remaja laki-laki itu, "nak.. saya bisa jelaskan semua ini-"
"Diam!!"
"Tidak ada yang perlu anda jelaskan, saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, bahwa anda melukai gadis itu! Siapa gadis itu sebenarnya? Kenapa anda sangat kejam kepada dia?" Tanya pria remaja itu bertubi-tubi.
"Dia.. dia hanya pelayan seperti yang anda ketahui sebelumnya"
"Lantas kenapa anda memperlakukan nya layaknya seperti binatang?"
Deg!
"I-ini tidak seperti-"
"Bisa saya pastikan, kerjasama ayah saya dengan anda akan batal, pak Bryan!" Selanya dengan tegas.
Bryan meneguk saliva-nya kasar, "tidak bisa! hanya karena satu pelayan ini, anda ingin membatalkan perjanjian dengan perusahaan saya? perusahaan saya adalah perusahaan terkaya no.5 se-Asia"
"Saya tidak peduli! Pelayan, tolong antar gadis ini ke kamarnya, dan anda.. Tuan Bryan terhormat, anda urusi saja tamu-tamu anda diluar itu yang sudah sibuk berbisik-bisik!" Sinis pria itu dengan tatapan tajam.
Bryan menghembuskan nafas sebal. Dengan terpaksa, Ia pun segera menuju kembali ke taman. Sedangkan mbok Minah langsung tergopoh-gopoh menghampiri Stella yang sudah terlihat lemas karena kehilangan banyak darah. Mbok Minah dibantu mbok Rini pun menggendong Stella menuju kamarnya diikuti dengan remaja laki-laki itu dibelakangnya.
Krieek..
Pintu kamar Stella dibuka lebar. Stella ditidurkan diatas kasur tipisnya. Mbok Rini dengan sigap pun langsung memanggil dokter pribadi keluarga Aditama seperti yang diperintahkan oleh laki-laki itu.
"Selamat datang dokter Vino, silakan masuk!" Sambut pak Kemal ketika dokter Vino sudah sampai di kediaman Aditama.
Dokter Vino mengangguk, "di mana kamar Stella?"
"Di sana dok! Ikuti saya" Pak Kemal berjalan cepat menuju sebuah kamar kecil di belakang dapur.
Sesampainya di kamar Stella, dokter Vino segera memeriksa keadaannya. Pertama-tama, Ia membersihkan dulu luka nya dengan hati-hati, setelah itu barulah dokter Vino memberi obat luka dan juga perban di lengan Stella. Stella yang masih setengah sadar pun meringis kesakitan.
"Aw, sakit dok.. perih-" Lirih Stella dengan mata sedikit terpejam.
Dokter Vino tersenyum, "tahan ya, biar Stella cepat sembuh"
"Apakah keadaannya baik-baik saja?" Tanya laki-laki itu.
"Dia baik-baik saja, saya sudah memberinya obat luka terbaik, tapi suhu badannya meningkat secara drastis, mungkin karena sempat kehilangan banyak darah, nanti akan saya beri obat penurun demam dan vitamin penambah darah" Jelas dokter Vino.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEKAPAN HUJAN | END
Teen FictionJudul awal: BUKAN LEMAH HANYA LELAH "Dia, hujan. Yang selalu mengerti isi getaran kalbu. Membelenggu atma disaat lara menguasai rongga dada. Menyimpan kenangan dalam untaian nadanya yang tak beraturan." **** Kisah ini tentang Stella Maribelle, seora...