Eps. 16

132 34 36
                                    

Adrian mengeraskan rahangnya. Ia dengan helm dan motor sport nya memimpin geng Arbani untuk segera menyusul Stella. Adrian menoleh ke belakang, menggerakkan telapak tangannya untuk berhati-hati dengan belokan tajam di arah jarum jam pukul 4. Semua anggota mengangguk, mereka menuruti perintah bos mereka dengan baik.

Setengah jam yang lalu, saat Adrian melihat mobil silver itu membawa Stella pergi, Adrian seketika tersadarkan oleh sesuatu. Plat mobil mereka bukan mobil sembarangan. Ada cap kepala serigala di plat itu, yang menandakan milik geng Black Wolf. Geng itu adalah musuh bebuyutan geng Arbani, karena sedari dulu mereka selalu membuat keributan dengan ingin merebut wilayah Arbani.

Sudah jelas siapa dua dari tiga geng paling terkenal di Jakarta Selatan. Lantas siapakah satu geng yang tersisa? Yup! Tebakan kalian benar. Itu adalah geng 'ALVASKA', geng yang hanya memiliki anggota empat orang. Namun begitu, geng ini sangatlah kuat dan tidak pernah memihak Arbani maupun Black Wolf alias netral. Alvaska diketuai oleh Aiden, Eros sebagai wakil ketua, dan Arlo serta Leo adalah anggota nya. Masih ingat dengan mereka? Mereka sempat satu sekolah dengan Stella bukan? (Ada di eps.3)

Kini, keberadaan Stella benar-benar terancam. Hampir semua orang di sekitarnya berniat mencelakainya, ditambah orang-orang itu adalah orang yang sangat berpengaruh. Bagaimana Stella dan Adrian mengatasi semuanya?

"Apapun yang terjadi, gue akan nge-lindungi Stella dengan seluruh jiwa dan raga, gue bersumpah..." Batin Adrian sambil menambah kecepatan motornya.

***

Bryan melangkah maju mendekati Stella yang terdiam di tempat dengan seringai lebarnya, "sudah puas keluyurannya?"

Stella menggeleng sambil perlahan-lahan mundur ke belakang, "a-aku nggak keluyuran pa"

"Anna, awasi pintunya!" Bryan menoleh kearah Anna yang sedang dengan santainya memakan popcorn.

Anna mengangguk, "siap papa"

Bryan kembali menatap Stella tajam, "ngapain kamu mundur-mundur?"

"Aku t-takut pa, papa kenapa bawa cambuk?" Stella menelan saliva-nya kasar sambil menunjuk cambuk yang dipegang Bryan.

"Ooh jadi kamu belum tau apa guna cambuk ini?" Bryan menatap cambuk di genggamannya, Stella yang di tanya pun menggeleng lemah.

CTAARR!!

"Aaaaaaa!" Jerit Stella ketakutan.

Bagaimanalah Stella tidak menjerit sampai menutup telinganya rapat-rapat. Dengan sekali pecutan di lantai, cambuk itu sudah mengeluarkan suara sebesar petir saat badai. Membuat suasana di rumah itu kian dingin dan mencekam. Ditambah dengan raut wajah Bryan yang sangat ganjil dan tidak seperti biasanya. Bryan benar-benar mirip seperti psikopat yang ada di film-film.

"SINI KAMU!"

Stella dengan langkah patah-patah berusaha berdiri dan berlari, namun tiba-tiba kerah baju bagian belakangnya dicekal oleh Anna. Membuat kedua kaki Stella tersandung dan kembali terjatuh. Stella menoleh ke belakang dengan nafas yang sudah memburu tak karuan. Bryan sudah 3 langkah berada di belakang Stella, bersiap dengan aksi cambuknya.

"Minggir Anna, papa mau kasi dia pelajaran" Titah Bryan, Anna pun mengangguk dan mundur 5 langkah untuk memberi papanya ruang.

CTAAR!

Satu cambukan melesat tajam mengenai punggung Stella. Mata Stella langsung memanas. Rasa sakit dan perih menjalar hebat di punggungnya.

CTARR!!

Stella memejamkan matanya. Ia menangis terisak dalam diamnya. Orang yang mencambuknya sudah seperti algojo kerajaan yang tak kenal ampun. Padahal kondisi Stella masih sangat lemah, Ia seharusnya beristirahat lebih untuk memaksimalkan kinerja obat-obatannya.

Dari bilik dapur, mbok Minah diam-diam juga meneteskan air mata sambil membekap mulutnya sendiri. Baru sekali ini Ia melihat pemandangan yang sangat mengerikan. Sebenarnya mbok Minah ingin sekali menarik Stella dan memeluknya erat-erat, memberinya sedikit kekuatan. Namun apa daya dirinya, Ia juga takut dengan majikannya itu.

CTAR!

"Aww.. sakit pah, sakiiitt tolong hentikan-"

"Dasar anak haram! kamu pantas menerimanya!"

"Bukan keinginan aku pah terlahir dengan keadaan kayak gini, kalau aku bisa milih aku gak bakal mau jadi anak papa"

"Diam kamu!"

CTAR! CTAR!

"Aarrghh sakiit paa!" Teriak Stella parau.

"Jalang seperti mu dan ibumu memang harus di musnahkan!" Geram Bryan.

Sedangkan Anna yang melihat itu tersenyum puas. Rasa dendam dan iri yang dirinya pendam bertahun-tahun seperti meluap begitu saja. Sepertinya melihat Anna menjerit kesakitan adalah hiburan terbaik untuknya.

CTAARR!!

Stella terkulai lemah di atas lantai marmer berwarna putih itu. Baju rumah sakitnya sudah robek bergaris-garis diakibatkan cambuk itu. Jangan tanya bagaimana kabar punggungnya, punggung itu mengeluarkan banyak darah dan meninggalkan luka goresan serta lebam yang sangat banyak.

"AKU BUKAN JALANG PA!" Bentak Stella dengan tatapan sendu.

"AKU MEMANG ANAK MAMA TAPI BUKAN BERARTI AKU SAMA SEPERTI MAMA"

"PAPA KIRA AKU NGGAK TERSIKSA KAYAK GINI TERUS? Di lecehkan, di fitnah, di bully, di sakiti, Apa lagi pa?!" Lanjut Stella dengan mata memerah.

Rumah itu lenggang sejenak. Menyisakan suara gema dari Stella yang terngiang-ngiang di telinga Bryan. Anna ber-decih pelan, Ia tidak suka jika Stella berani melawan.

Sementara geng Black Wolf yang masih berada di area rumah itu langsung tatap-tatapan ketika mendengar suara Stella yang terdengar sungguh mengesankan. Terutama Brandon, yang sejak tadi antusias sekali menguping dari balik pintu utama.

Bruumm... Bruumm!

Terdengar suara motor dari kejauhan. Arnold menatap Xavier, bertanya lewat tatapan mata. Sedangkan yang ditanya hanya diam saja. Sepertinya Xavier sudah mengetahui siapa yang akan datang.

BRUAAK!!

Pagar besi nan tinggi yang terbuka sedikit itu langsung di dobrak oleh 5 motor sport keluaran terbaru. Mereka menabrak apapun yang menghalangi jalan, termasuk pot tanaman-tanaman. Bahkan satpam rumah pun sampai harus meringkuk ketakutan di bawah kursi saking kerennya cara mereka datang.

5 motor itu berhenti tepat di depan geng Black Wolf. Mereka membuka helm masing-masing dan turun dari motor lengkap dengan tatapan tajam khas geng Arbani.

"Kita ketemu lagi, Xavier" Ucap Adrian dengan nada tegas.

Xavier menyipitkan matanya sejenak, "ooh jadi ini pahlawan kesiangan yang berlagak ingin menyelamatkan p3la*ur itu?"

Adrian mengeraskan rahangnya, "DIA BUKAN P3LAC*R BANGSAT!"

"Eh kok marah-marah sih, kan emang kenyataannya gitu, nyatanya dia di pegang-pegang juga mau" Celetuk Brandon sambil cengengesan.

"Bajingan gila!" Desis Raffi, salah satu anggota geng Arbani.

"Lo yang gila!" Bantah Zidane ketus.

Aldo menggeram tertahan, "lo kalau ngomong pake otak dong! Jelas-jelas geng lo tuh yang gila, beraninya cuma main keroyokan, sama perempuan pula"

"LO!" Arnold menuding Aldo tajam.

"Kenapa?" Adrian maju melangkah mendorong dada Arnold.

"Ngajak tarung lo?" Xavier menaikkan salah satu alisnya.

Adrian tersenyum smirk, "lo kira geng gue takut?"

"SERAAANGG!!"

Penyerangan itu terlaksana tak tercegah, bersamaan dengan aksi kejar-kejaran antara Stella dan Bryan. Berhasilkah Stella kabur dari cengkeraman Bryan dan Anna?

TBC.

DEKAPAN HUJAN | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang