Eps. 25

119 23 71
                                    

Adrian menatap kosong kearah kamar ICU Stella. Pandangannya benar-benar tidak bercahaya, seperti kehilangan semangat dan tujuan di dalam hidupnya.

10 menit yang lalu, ketiga dokter kepala keluar dari ruangan, menunduk lemas, lalu mengatakan sesuatu yang membuat Adrian benar-benar shock.

"Nafas Stella sudah di angka 0, tetapi detak jantungnya masih ada walaupun lemah, kemungkinan Stella untuk bisa bangun sangatlah kecil, teman dan keluarga terdekat harus bersiap dengan kemungkinan terburuk"

Hancur sudah perasaan Adrian detik itu. Ia menggeleng histeris, memegang bahu dokter Tommy sambil menangis meraung-raung. Eros dan Chika yang sadar jika keberadaan mereka menjadi pusat perhatian pun langsung menarik Adrian untuk sedikit menjauh dari kamar ICU itu.

"Nak..."

Adrian mengangkat kepalanya. Membuyarkan lamunannya tentang kejadian barusan. Ia menoleh ke belakang, mendapati kedua orangtuanya yang tersenyum hangat.

"Ayah? Bunda?" Adrian berdiri, menatap tak percaya.

Bunda mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Ia merentangkan tangannya lebar-lebar, memberikan ruang untuk Adrian yang sekarang sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Setidaknya, pelukan seorang ibu bisa memberikan sedikit kekuatan untuk nya.

"Hiks... B-bunda..." Isak Adrian di dalam dekapan Alina, bundanya.

Alina mengelus rambut putra semata wayangnya, "iya, bunda tau Nak.."

"Adrian salah, Adrian yang jahat, Bun.."

"Adrian.."

"Aku ini laki-laki macam apa Bun? Kenapa aku bisa membiarkan hati seorang wanita terluka karena perbuatanku? Aku brengsek bunda, aku mengkhianati cinta Stella..."

Alina memejamkan matanya, berusaha menahan tangis. Ia tidak tega melihat anaknya seperti ini

Agas, Ayah Adrian hanya bisa menghembuskan nafas panjang. Ia sebenarnya juga kaget ketika anak buahnya memberikan informasi tentang keberadaan Adrian dan apa saja yang barusan anaknya alami.

"Iya kamu memang salah, tapi jangan salahin diri sendiri terus ya? Stella juga pasti gak akan suka kalau lihat kamu sedih kayak gini"

Adrian mengusap air matanya, menatap mata bundanya yang sangat bening, "aku harus gimana Bun? aku harus lakuin apa buat nebus semua kesalahanku?"

Alina memegang kedua rahang Adrian, "yang harus kamu lakukan adalah berdoa dan terus berdoa, bunda yakiiinn sekali kalau Stella akan baik-baik saja, kamu nggak boleh terlihat sedih di depan dia, kalau kamu aja sedih siapa yang mau menyemangati Stella?"

Adrian termenung sejenak. Berusaha mencerna setiap kata yang keluar dari mulut bundanya. Ia mengangguk. Ada benarnya juga apa yang dikatakan oleh Alina.

"Kamu harus kuat Nak, masa anak ayah loyo begini" Agas tertawa kecil sambil menepuk pelan bahu Adrian.

"Hehe, iya yah" Adrian nyengir sedikit, ada rasa malu saat ayahnya mengatakan seperti itu. Masalahnya, ini memang kali pertama Adrian menangis di depan umum, terlebih di depan kedua orangtuanya.

"Ayo kita sarapan dulu di kantin, ayah tebak kamu pasti belum makan kan?"

"Nah iya benar itu kata ayahmu, ayo makan dulu, memangnya kamu mau jadi ikut sakit?"

Adrian langsung menggeleng, "ya nggak lah Bun"

Alina dan Agas tersenyum. Lalu berjalan beriringan menuju lift, turun ke lantai dasar tempat dimana kantin rumah sakit berada.

***

Sementara di kursi tunggu, Eros dan Chika hanya bisa melongo karena sibuk dengan pikiran masing-masing dan sesekali menatap sinis satu sama lain.

DEKAPAN HUJAN | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang