CTARR!
Suara cambuk itu semakin terdengar keras di telinga Stella, yang artinya posisi Bryan juga tak jauh dari dirinya. Stella menoleh kesana-kemari, sekarang dirinya terpojok di balkon terbuka. Bersembunyi di tempat itu jelas bukanlah ide yang bagus, bisa-bisa Stella mati karena Bryan mendorongnya dari balkon itu.
Mata Stella terus lincah mencari celah-celah di lantai 2 rumahnya itu. Badannya yang bergetar hebat tak menghalangi otaknya untuk terus berpikir. Tidak, saat ini Stella harus berhasil kabur demi Adrian. Setidaknya untuk sementara waktu ini.
Tiba-tiba, mata Stella berhenti sejenak ketika sudut matanya menyadari sesuatu di dekat balkon.
"Lorong rahasia!" Sorak Stella dalam hati.
Ya, Stella lupa jika di rumah itu ada sebuah lorong rahasia. Sebenarnya hanya Bryan dan Anna yang boleh mengetahuinya, tetapi Stella yang cerdas dan memiliki rasa pengetahuan tinggi berhasil menemukannya.
Stella langsung berjalan mengendap-endap kearah sebuah dinding yang terdapat figura besar bergambar puluhan ikan koi yang sedang mengerumuni sebuah batu karang. Dengan sisa-sisa tenaga, Stella berusaha menarik pinggiran figura itu layaknya sebuah pintu.
Krrieek...
Dan berhasil! Stella tak henti-henti mengucap syukur dalam hatinys. Setelah dirasa tak ada satupun pelayan yang melihatnya, Stella pun langsung loncat ke dalam lorong rahasia itu dan kembali menutup figura-nya seolah-olah tak terjadi apa-apa sebelumnya.
Sementara Bryan yang juga berada di lantai 2, sedang mengobrak-abrik kamar para pelayan. Ia curiga jika beberapa pelayannya itu membantu Stella kabur dan menyembunyikan keberadaannya.
BRUAAKK!
Bryan mendobrak kencang pintu kamar para pelayan. Membuat mereka sontak berteriak ketakutan dan saling berpelukan satu sama lain.
"Dimana kalian sembunyikan Stella? HAH?!" Ucap Bryan dengan nada interogasinya yang mengerikan.
Mbok Siti menggeleng lemah, "kami tidak tau tuan"
CTAR!!
Mbok Siti refleks memejamkan matanya sambil semakin mengeratkan pelukannya dengan pelayan lain.
Bryan maju melangkah mendekati para pelayan itu, "berani kalian bohongi saya?"
Para pelayan menggeleng lemah, bahkan beberapa dari mereka sudah menangis terisak karena ketakutan. Takut jika Bryan berbuat macam-macam.
"TUNJUKKAN DIMANA STELLA!" Bentaknya kasar.
"K-kami sungguh tidak tau tuan, kami tidak melihat nona Stella lewat di sekitar kamar kami" Jawab mbok Rum.
Praangg!
Dengan brutal, Bryan membanting sebuah vas bunga kecil di atas meja yang berada di dekatnya, membuat vas itu pecah berkeping-keping.
Bryan menggeram tertahan, "aarrghhh!!"
Karena kesal tidak mendapat petunjuk apapun, Bryan pun keluar dari kamar itu setelah ia me-mecutkan cambuknya kearah kumpulan pelayan itu sebanyak 2 kali sebagai ancaman jika mereka berbohong.
***
Dor! Dor! Dor!
Pertarungan antara dua geng di luar masih terus berlanjut.
Posisi Rafi dan Chakra terus terdesak, ditambah dengan kondisi Rafi yang tertembak di kaki kanan dan perut bagian bawahnya, hal itu jelas semakin menguntungkan Zidane dan Brandon. Chakra mengelap peluh di dahinya, berusaha memutar otak untuk bisa dengan segera menembus pertahanan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEKAPAN HUJAN | END
Teen FictionJudul awal: BUKAN LEMAH HANYA LELAH "Dia, hujan. Yang selalu mengerti isi getaran kalbu. Membelenggu atma disaat lara menguasai rongga dada. Menyimpan kenangan dalam untaian nadanya yang tak beraturan." **** Kisah ini tentang Stella Maribelle, seora...