Eps. 30

355 22 89
                                    

"Bukan tentang kehilangan, tapi tentang caranya datang dan membawa kebahagiaan, bukan juga tentang kepergian, tapi tentang semua kenangannya yang membekas di ingatan kami" -Adrian Gentara Revano

-•-

Seorang remaja laki-laki bertubuh tinggi itu terduduk lemas diatas lantai marmer rumah sakit. Rambutnya acak-acakan, dibawah matanya terbentuk cekungan lingkaran hitam yang sangat jelas, dan hidungnya memerah.

Ya, cowok itu adalah Adrian.

Di samping kanannya, ada Alina yang sedari tadi berusaha menenangkannya. Sebenarnya semua yang ada di sana juga sama lelahnya, sama frustasinya, tapi disini yang sudah jelas paling terluka adalah Adrian.

Tuhan dengan sekejap bisa membalikkan semuanya, termasuk kondisi Stella.

*Flashback on

Malam itu, saat berbincang-bincang hangat dengan Zafran, Stella tiba-tiba meringis pelan. Kepalanya secara mendadak terasa sangat sakit, seperti ditusuk ribuan jarum. Cairan merah kental juga perlahan-lahan mengucur dari hidungnya. Tubuhnya mendadak kejang-kejang.

Zafran yang melihat itu tentulah panik, "kak! kakak kenapa?!"

Stella menggeleng sambil berusaha tersenyum, "kakak gapapa kok, cuma kecapean"

"T-tapi hidung kakak ada banyak darahnya" Cicit Zafran.

Stella mengusap area hidungnya yang ternyata memang sudah digenangi banyak darah. Ia tersenyum kecut. Ini pasti akibat karena dirinya tak pernah meminum obat-obatan itu. Stella memang selalu membuang obat kemo yang diberikan para dokter secara diam-diam.

Meraba saku baju rumah sakitnya, Stella mengeluarkan sebuah pulpen dan selembar notes kecil. Gadis itu mulai menuliskan sesuatu diatasnya.

Zafran melirik sedikit, "kakak nulis apa tuh?"

Stella terbatuk pelan, "oh ini? ini surat..."

Zafran hanya mengangguk-angguk. Ia terus memperhatikan Stella yang sepertinya sangat serius menuliskan kata-kata diatas kertas putih itu.

"Zafran tau dokter Tommy ngga?"

"Hmm tau kak" Jawab Zafran.

"Nah, Zafran pegang dulu ya kertas ini, besok pagi Zafran kasih ke dokter Tommy, oke? Tapi kertasnya jangan dibuka dulu" Stella memberikan gulungan kertas hasil tulisannya barusan kedalam genggaman tangan Zafran.

Dari kejauhan, Adrian mengernyit heran. Menyadari bahwa interaksi Stella dan Zafran yang mulai terlihat aneh, apalagi dengan wajah Zafran yang terlihat bengong dengan kelakuan Stella disana. Adrian berlari cepat kearah Stella, dengan tetap menggenggam sebuah cup lemon tea.

Adrian menepuk pelan bahu Stella, "Stel? ini pesenan lo"

Stella tidak menjawab.

"Kak, hidung kakak Stella banyak darahnya" Zafran menunjuk kearah muka Stella.

Kedua bola mata Adrian membulat sempurna. Ia dengan cepat memutar kursi roda itu dan membuat Stella berhadap-hadapan dengannya.

Benar saja, ternyata Stella kembali mimisan. Bahkan sepertinya ini tiga kali jauh lebih parah dari yang sebelumnya.

"Astaga, Stella!" Pekik Adrian.

Stella memegangi kepalanya yang semakin tidak karuan. Pandangannya berkunang-kunang, cahaya yang matanya terima tiba-tiba meredup begitu saja.

Bruk...

DEKAPAN HUJAN | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang