W26

1.1K 170 11
                                    












Suasana pagi di kediaman keluarga Jeon tampak sangat lengang dan sunyi. Semua orang yang bekerja disana sibuk dengan tugas masing-masing, sedangkan untuk sang pemilik yang bahkan telah cukup lama tidak kembali, entah kenapa pagi ini sudah menginjakkan kakinya di teras rumah, membuat mereka yang tidak siap akan kedatangannya tidak bisa menyambut bahkan menjamu dengan baik seperti biasanya, mereka hanya bisa menyambutnya di pintu teras dengan wajah terburu-buru.

Jeon JungKook- sebenarnya dia masih sangat enggan untuk kembali ke rumah tersebut, tapi ketika dia mengingat perkataan YeRin terakhir kali mengenai ibunya yang jatuh sakit, hati sekeras batu milik JungKook akhirnya sedikit bergetar. Dan disinilah dia akhirnya, berdiri di teras itu untuk satu menit lamanya sebelum berucap pelan pada kepala pelayan di rumah nya itu.

" Dimana Ibuku? "

Lidah JungKook agak terasa kelu, rasa asing segera menghampiri dirinya setelah mengucapkan kalimat tersebut. Canggung, tentu saja. Tapi ini mengenai kondisi ibunya. Benar. Se-marah dan se-benci apapun seorang anak kepadanya, tetap saja wanita itu adalah ibunya, wanita yang telah melahirkan bahkan membesarnya selama ini.

" Nyonya besar sedang beristirahat di kamarnya tuan.., sudah lima hari beliau mengeluh tidak enak badan." Selagi berbicara, JungKook melangkah masuk di ikuti kepala pelayan tersebut. JungKook menggulung lengan bajunya hingga siku dan mendorong pintu coklat di depannya.

Di dalam sana terlihat seorang wanita berumur yang tengah terbaring lemah di ranjangnya di awasi oleh dua pelayan wanita yang biasanya selalu berada di dekatnya untuk membantunya dalam setiap tindakan. Wanita yang terbaring itu terlihat lebih kurus dan lebih pucat. Mendengar pintu di buka dari luar dia menoleh, tapi setelah tahu bahwa itu adalah JungKook- putranya, wanita itu seperti baru saja di beri suntikan darah ayam segar, berseru dengan nada panik dan bahkan bersama gerakan acak seolah olah dia ingin bangkit tapi segera di tahan oleh pelayanannya.

" JungKook! Nak, kau kembali? "

JungKook mendekat, tapi tidak menyentuhnya, dia hanya menatapnya dengan raut wajah tenang yang mana membuat hati sang ibu tersentak lalu menggigil.

" JungKook, nak... Apa kau tidak ingin menyentuh ibu? Kau tidak ingin menanyai ibumu? " Raut wajah nya yang kuyu terlihat menyedihkan, apalagi di tambah dengan kini kedua matanya mulai memerah. JungKook menghela nafas jengah.

" Kenapa sampai jatuh sakit, apakah putri mu tidak merawat mu dengan baik? "

Sang ibu tersedak, terbatuk dua kali lalu menyesap air yang baru saja di sodorkan oleh pelayan nya, sekali lagi menatap sang putra dengan tidak percaya, berbicara dengan suara bergetar.

" J-jungkook... Apa kau masih marah pada ibu, nak? Apa kau sekarang membenci ibumu? "

JungKook mendengus, " Jika aku marah dan membencimu, mungkin saat ini aku tidak akan Sudi menginjakkan kakiku di rumah ini."

Setitik air mata jatuh di sepanjang garis wajahnya yang sudah layu. Sang kepala pelayan yang merasa tidak tega melihat adegan tersebut pun berniat untuk sedikit memberi saran, dia disini sudah cukup lama, setidaknya dia sudah melihat tumbuh kembang JungKook dari kecil hingga sekarang.

" Tuan... Tuan tidak sepantasnya berkata seperti itu kepada beliau... Bagaimana pun juga dia adalah seorang Ibu anda sendiri...."

JungKook tertunduk lalu kembali mengangkat kepalanya dan tersenyum miring. " Seorang ibu yang egois tepatnya."

" Tuan-? "

" Ibu, apakah ibu pernah berpikir sedikit saja mengenai hidup ku? Dari dulu, dari dulu aku selalu mencoba menuruti semua keinginan mu meski sejujurnya itu semua bertentangan dengan keinginan ku, tapi sekali lagi aku mencoba berpikir sebaliknya, karena Ibu adalah Ibuku, dan tidak ada salah sedikit berkorban? Apakah ibu pernah menanyai pendapat ku dulu mengenai jurusan apa yang akan ku pilih? Apakah ibu pernah menanyai kenapa malam itu aku menangis seorang diri di kamar? Apakah ibu ada menanyai bagaimana perasaan ku ketika harus menikah dengan orang yang bahkan tidak tahu apa-apa dan bodoh nya lagi aku menuruti nya hanya karena ibu menginginkan seorang cucu? "

W̶I̶B̶Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang