"Mending lo pergi, gue ga peduli dia cewek lo atau bukan. Perlakuan lo ga manusiawi,"
•••
LUVIUS mendatangi markas yang sudah ada ketiga teman nya disana. Semalam ada yang mengirimkannya pesan dan membuat janji untuk bertemu, Luvius mengirimkan lokasi agar orang itu bisa menemuinya disana.
"Tumben Lu, sore-sore kesini." Gerry menyeletuk. Pasalnya, setiap pulang sekolah Luvius sangat jarang menemui mereka disana.
"Ada tamu."
"Tamu? Siapa dah." Sastra melihat ke arah pintu, namun tidak ada yang ia lihat selain Luvius.
Luvius tidak menjawab, ia hanya duduk sembari memainkan ponsel. Ia juga tidak tau dan tidak mengenal siapa yang ingin menemuinya.
Suara deru motor dari luar mengalihkan pandangan mereka. Dravin berdiri dari duduknya dan segera keluar untuk mengecek.
Ada pemuda yang turun dari motornya, melepas helm dan tersenyum ramah kearahnya.
Dravin mengernyit. "Siapa lo?"
"Luvi ada?"
Dravin mengangguk. "Masuk aja."
"Duduk." Ujar Luvius, mempersilahkan.
"Gue Vino." Vino mengulurkan tangannya.
"Luvius."
Dravin, Gerry dan Sastra langsung duduk anteng di dekat Luvius.
"Lo tau Ametha?"
"Cewek itu lagi," Dravin berdecak.
Luvius mengangguk. "Ya."
"Gue kakaknya," ucapan Vino membuat keempatnya mengangguk faham.
"Ada keperluan apa bang, sama kita-kita?" Gerry langsung berbicara ramah.
"Sokap, anjing!" Decak Dravin.
"Adik gue dalam bahaya," ujar Vino. Menatap serius kedua mata Luvius.
"Dia diancem sama cowok satu sekolahnya, namanya Rayan. Gue ga bisa gegabah ambil keputusan, gue datengin kalian buat minta bantuan."
Sastra mengernyit. "Bantuan? Kita bukan polisi, bang."
Vino menghela nafas. "Gue tau, tapi gue dapat kabar kalian pernah nolongin adik gue dari cowok itu, dan makasih."
"Santai aja bang," ujar Gerry, tetap menyokapkan diri.
"Inti?" Ujar Luvius.
"Gue minta tolong kalian buat bantu gue dan ngawasin adik gue di sekolah."
"Gue butuh bukti banyak buat laporin cowok itu ke polisi, gue minta bantuan karena gue ga bisa tau keadaan Ametha di sekolahnya."
"Wah, dengan senang hati," lagi-lagi Gerry berbicara.
"Ger," Luvius menatapnya tajam, memperingati untuk diam.
Sastra menimang-nimang. "Apa yang bisa kita bantu?"
"Jagain Ametha, awasin adik gue dan rekam setiap perlakuan cowok itu, gue butuh bukti banyak, bro."
Ucapan Vino membuat Luvius merasa bingung, membantu atau tidak?
"Oke, serahin aja ke kita." Ujar Sastra.
"Nambah tugas aja, dah. Ga usah lah!" Dravin menolak tidak suka, sejak awal memang hanya Dravin yang tidak menyukai gadis itu.
"Kasian," ujar Sastra. "Kita sering bantuin polisi, masa cuman ngumpulin bukti gini doang kagak mau?"
Luvius mengusap belakang kepalanya, sebentar, sebelum memutuskan keputusannya. "Oke."
KAMU SEDANG MEMBACA
POISONOUS
JugendliteraturMenilai buruk manusia tak selalu tepat sasaran, jatuh cinta bukan kesalahan, kehilangan bukan takdir yang sedang dimainkan. ___ "Kehidupan itu, beracun." ___ °2023