"Apapun yang temen-temen gue lakuin, selalu ada alasannya."
•••
HARI yang akan menyibukkan diri menjumpai Ametha saat ini. Ia sibuk mengatur acara yang telah direncanakan kemarin sore. Suara yang sangat bising membuat kepala Ametha terasa pusing.
Ametha menduduki salah satu kursu di ruang OSIS, meminum air putih yang ia bawa dari rumah. Waktu istirahat Ametha gunakan untuk memakan bekal.
"Ametha, ada yang nyariin lo diluar,"
Teman se-anggota OSIS nya, menghampiri Ametha ketika Ametha ingin memakan bekalnya.
"Siapa?"
"Ga tau, lo samperin aja."
Ametha berdiri, berjalan ke arah pintu. Melihat siapa yang ingin menemuinya, cukup membuatnya terkejut.
"Sorry, gue bikin lo takut?"
Suara orang itu terdengar, melihat reaksi Ametha yang reflek memundurkan tubuhnya.
"Oh, enggak. Cuman kaget aja." Ujar Ametha, tersenyum. Ia tidak mengetahui cowok jangkung di depan nya, namun wajahnya mengingatkan Ametha pada kejadian semalam.
"Lo salah satu cowok yang semalem, kan? Mau apa?"
"Gue Sastra, mau ngobrol bentar sama lo, bisa?" Ujar Sastra.
"Gue ga ada niatan jahat, kita bisa ngobrol di depan kalau lo ga percaya." Kata Sastra, ketika melihat Ametha memainkan jari nya dan tak kunjung menjawab.
Ametha mengangguk. "Ayo."
Sesuai yang Sastra bilang, cowok itu hanya membawa Ametha untuk duduk tak jauh dari area OSIS. Mereka berdua duduk di kursi panjang.
"Sebelumnya, gue mau minta maaf buat kejadian semalem. Temen-temen gue ga ada maksud buat ngomong buruk sama lo."
Ametha menghela nafas. "Gue ga terlalu masukin ke hati, kok. Lagian gue juga yang salah, salah gue karena terlalu kepo sama urusan kalian. Gue juga minta maaf, kak."
Sastra menyenderkan punggungnya, menoleh menatap Ametha.
"Pembicaraan yang lo denger, ga seperti yang lo bayangin,"
Ametha mengernyit. "Maksudnya?"
"Kita lagi kerjasama bareng polisi, buat nangkap pelaku penculikan anak. Temen gue, Luvi. Dia udah janji sama orang tua korban, buat ngebawa anaknya kembali dengan selamat."
Ucapan Sastra, membuat Ametha tak lagi berbicara. Memilih diam dan mendengarkan, sedikit terkejut ketika mendengar fakta ini.
"Temen-temen gue ga sejahat itu, Ametha. Jangan kasih prasangka buruk sama mereka."
"Apapun yang temen-temen gue lakuin, selalu ada alasannya."
Ametha memandang Sastra, ragu. "Apapun? Termasuk... Perlakuan kak Luvi ke gue?"
Sastra terdiam, namun setelahnya ia menjawab. "Soal itu, lo bisa tanya langsung ke orangnya. Nanti malam lo bisa temuin Luvi buat cari jawabannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
POISONOUS
Fiksi RemajaMenilai buruk manusia tak selalu tepat sasaran, jatuh cinta bukan kesalahan, kehilangan bukan takdir yang sedang dimainkan. ___ "Kehidupan itu, beracun." ___ °2023