"Gue ngerasa nggak berguna, kalau nggak bisa tau keadaan adik gue sendiri."
•••
MENENTUKAN jam untuk bertemu, Ametha mengencangkan jaket yang ia kenakan, siang ini ia memakai pakaian yang sangat tertutup.
Ametha membuat jam bertemu dengan Rayan, jam 2 siang Ametha sudah melihat Rayan di dekat danau yang sepi.
"Keputusan ini, lo ambil buat kebaikan lo dan keluarga lo, Tha." Ametha berbicara pelan, menguatkan dirinya sendiri.
"Gue denger, sayang."
Deg
Rayan berbalik badan, melihat Ametha dengan senyum manisnya. Padahal posisi mereka masih jarak 10 langkah. Rayan berjalan mendekati dengan langkah pelan.
"Jangan kaget gitu lah, lo nafas aja gue bisa denger."
"Nafasnya yang kalem." Rayan memegang pundak kiri Ametha, mengusapnya.
Ametha menyingkirkan tangan itu. "Jangan sentuh gue."
Rayan menjauhkan tangannya. "Gue cuman butuh jawaban lo. Terima atau nggak? Hm?"
Ametha menatap Rayan sepenuhnya. "Kalau gue terima, lo harus janji buat ga ngusik keluarga gue atau pun temen-temen gue!"
"Termasuk pacar sok pahlawan lo?" Rayan tersenyum.
"D-dia bukan pacar gue." Ucap Ametha, pada akhirnya.
"Udah gue duga." Rayan terkekeh. "Cuman buat perlindungan? Kasian, takut banget kayaknya sama gue." Ledeknya.
Ametha menatap Rayan tidak terima. "Emang salah kalau gue berusaha ngelindungin diri gue sendiri?!"
"Sttt, calm babe.."
Ametha menepis tangan Rayan yang ingin menyentuh pipinya.
"Ga usah banyak bicara, jawab pertanyaan awal gue." Suara Rayan berubah dingin.
Ametha diam, merasa ragu dan bingung.
"Jangan ngelewatin batas kesabaran gue, Ametha!" Rayan menyentak.
"I-iya." Dalam sekali tarikan nafas, Ametha memutuskan keputusannya. Setidaknya untuk beberapa waktu ke depan tidak akan ada masalah.
"Lagi, gue mau denger sekali lagi." Kali ini, Rayan mendekatkan telinganya.
"Iya! Gue terima!"
"Mantap-mantap," Rayan tersenyum gembira.
"Gue sangat-sangat gembira, lo bisa lihat wajah gue kan, sayang?" Rayan mencengkram dagu Ametha ketika gadis itu memalingkan wajahnya.
"Perlakukan gue sewajarnya! Lo ga bisa halus dikit, apa?!" Susah payah Ametha ingin menyingkirkan tangan itu.
Rayan melepaskannya, mengelus dagu itu lembut. Berdiri tegak lalu mendekap tubuh yang sudah dari lama ia ingin memelukmu, berbisik pelan.
"Kurangi nada bicara lo, perlakuan gue tergantung tingkah laku lo."
***
Seperti rapat kecil yang diadakan Luvius bersama ketiga temannya, malam harinya mereka sudah bersiap diri menjalankan tugasnya masing-masing.
"Pfff, bener kan ucapan gue, lo emang cocok. Beuh, duda pasti kesemsem ngeliat lo." Dravin menahan tawa, melihat penampilan Gerry yang saat ini seperti ibu-ibu tua, namun dengan perut buncit berisi bantal.
"Mass, perut dedek sakit, ahh..." Gerry memulai aksinya, mencengkram lengan Dravin kuat.
"Sakit, nyet!" Dravin memukul perut buncit itu kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
POISONOUS
Roman pour AdolescentsMenilai buruk manusia tak selalu tepat sasaran, jatuh cinta bukan kesalahan, kehilangan bukan takdir yang sedang dimainkan. ___ "Kehidupan itu, beracun." ___ °2023