"Bukan dia yang jahat, tapi gue."
•••
"Lain kali aja, ya? Lagian gue udah bosen denger cerita tentang lo, gue udah gak penasaran lagi,"
"Anjing!"
Luvius pulang dalam keadaan marah, rasa kecewa terasa nyata di hatinya. Lagi-lagi, dirinya harus berada di fase seperti ini.
Cermin kamar mandi yang semula utuh dan bersih, mendadak menjadi serpihan kaca yang berantakan. Luvius memukulnya beberapa kali hingga darah segar merembes keluar.
"Lo nggak seharusnya ngomong kayak gitu, Ametha."
Melampiaskan rasa marah, hanya pecahan kaca itu yang menjadi pelampiasan Luvius saat ini.
Luvius menekan kasar showernya, tanpa melepas bajunya, air deras turun membasahi seluruh tubuhnya.
Kedua tangannya terangkat menyugar rambutnya, kepalanya mendongak merasakan air dingin membasahi penuh wajahnya. Nafasnya memburu dalam, menghiraukan rasa perih yang mulai terasa di tangannya.
"Lo kenapa, Ametha..."
'Semua orang juga udah tau kalau gue mantan pembunuh, lo nggak perlu susah payah nyamar jadi malaikat, gue benci manusia munafik.'
Kedua matanya terbuka sempurna, mengingat ucapan panjang yang dengan marah ia lontarkan, kedua tangannya kembali terkepal.
"Lo buat gue ngelakuin kesalahan,"
"Nggak seharusnya gue ucapin kata-kata buruk itu."
BRAK BRAK BRAK
"LUVIUS! OM TAU KAMU DI DALAM! BUKA PINTUNYA!"
"JANGAN SAMPAI OM RUSAK PINTU KAMAR KAMU!"
"Anjing, anjing! Gak guna!" Luvius meraup wajahnya, sebelum mematikan shower.
Luvius melepas bajunya, lalu mengambil kaos hitamnya, menyugar rambutnya berulang kali, lalu segera keluar untuk membuka pintu.
"Ngapain aja kamu didalam? Om dari tadi manggil, tuli kamu?" Om Albert, menatap marah salah satu ponakan yang menurutnya paling tidak bisa diatur.
"Jangan kayak mama kamu! Memalukan!"
"You don't have to say that." Geramnya.
Tatapan tajamnya tersorot jelas, amarahnya yang belum terendam, semakin berkobar. Satu hal yang paling Luvius benci, seseorang yang berani berkata buruk tentang mamanya.
Om Albert memijit sebentar pelipisnya, menatap Luvius penuh harap. "Tolong Luvius, perusahaan membutuhkan kamu, kamu tidak seharusnya berlama-lama tidak hadir."
Luvius menyeringai. "Saya tidak pernah mengijinkan manusia yang berbicara buruk tentang mama saya, menjadi majikan yang seolah memerintah bawahannya." Panjang, cukup membuat om Albert tersulut emosi.
"Jaga ucapan kamu! Kalau saya tidak menghidupi kamu, kamu tidak akan bisa sebesar ini!"
"Gue bisa hidup sendiri." ujar Luvius, sarkastik.
KAMU SEDANG MEMBACA
POISONOUS
Teen FictionMenilai buruk manusia tak selalu tepat sasaran, jatuh cinta bukan kesalahan, kehilangan bukan takdir yang sedang dimainkan. ___ "Kehidupan itu, beracun." ___ °2023