34. MEMORI DI TENGAH HUJAN ITU

14.3K 1.2K 119
                                    

"Lucu."

•••

RASANYA, ketika sedang bertengkar dengan teman, teramat canggung. Ingin membuka suara, namun tidak tau harus memulai darimana. Ingin meminta maaf, namun sulit jika sama-sama memiliki ego.

Gerry pelan-pelan bangkit dari posisi berbaringnya, cowok itu bersandar dengan sedikit merintih sakit.

"Gue minta maaf," serak, Gerry memecahkan keheningan.

Sastra tersenyum, cowok itu diam dan berharap temannya mau meminta maaf tanpa diminta. Sastra menepuk pundak Gerry.

Gerry menghela nafas, melihat Luvius dan Dravin yang tampak asik bermain ponsel, tidak menghiraukan ucapannya.

"Dravin, Luvi, gue minta maaf."

Gerry terlihat gusar, ia benar-benar merasa sangat bersalah.

"Gue sadar udah keterlaluan, gue nggak bisa nahan ucapan gue sendiri,"

"Lo berdua bisa mukul gue sampai puas, kalau emang cara itu bisa bikin lo berdua maafin gue." Ujar Gerry, pasrah.

Luvius mengalihkan pandanganya, menatap Gerry datar. "Kalau gue nggak dicegah, lo udah mati sekarang."

"Lu," Dravin menggeleng, menepuk pundak Luvius, mendapat sentakan kasar.

Dravin bungkam, ia tau, Luvius masih marah karena insiden di kantin. Cowok itu berdiri dari duduknya.

"Sebenernya gue masih marah, cewek gue yang gak tau apa-apa lo sangkut-pautin," ujar Dravin.

"Tapi ya gue sadar, lo juga manusia yang bisa ngelakuin kesalahan. Jangan diulangi, Ger. Gue gak suka cara lo."

Gerry tersenyum, mengangguk pelan, membalas pelukan Dravin ketika Dravin memeluknya dan menepuk punggungnya.

"Gue maafin."

Gerry kembali menatap Luvius. "Lu, gue minta maaf."

Berdecak, Luvius memasukkan ponselnya dalam saku celananya, menghampiri Gerry yang sudah bersiap diri jika nantinya Luvius akan memukulnya lagi.

Bugh!

"Akhh!"

Benar saja, Luvius memukul dadanya, walau tidak sekencang waktu itu.

"Lain kali, jaga omongan." Luvius tidak hanya menatap Gerry, ia juga menatap Dravin yang terlihat bersalah.

"Sorry, Lu. Gak lagi-lagi gue kayak gitu," ujar Dravin, meringis. "Punggung gue masih sakit, serius."

"Kalau berantem sama cewek, mending ngalah dulu aja." Ujar Sastra.

"Gue gak tau masalah lo sama Ametha, kalau lo berdua sama-sama kerasa kepala, gak akan ada habisnya."

Luvius bungkam, cowok itu mengusap wajahnya.

Sastra mengukir senyum. "Inget ucapan gue waktu itu, Lu."

***

Bimbang, Luvius tidak pernah sepusing ini hanya karena seorang perempuan. Biasanya, jika ada seseorang yang berbuat salah, seseorang itu sendiri yang akan datang dan meminta maaf.

Suara deru motor terdengar kencang, ketika dirasa jalanan tidak padat dan leluasa menyalip, Luvius menambah kecepatannya.

Dalam helm, Luvius mengernyit, melihat seseorang yang menjadi alasannya bimbang saat ini.

 POISONOUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang