"Terima, gue benci orang yang ga bisa ngehargain pemberian orang lain."
•••
PEREMPUAN dengan pita kecil mengikat rambut panjangnya itu duduk dengan tangan terus memegang pundaknya.
"Lo ga capek? Pegang pundak terus, gue aja yang lihat capek," ujar Fisaka, sembari merapihkan buku-buku nya yang berantakan di atas meja.
Mengambil kertas-kertas yang Aruna sobek menjadi kecil-kecil.
Ini anak gabut kayaknya!
"Malu tahu gue, mana di koprasi seragamnya sisa yang kecil, ga cukup sama badan gue." Ujar Ametha.
"Padahal gue lihat badan lo tuh terbilang ramping," kata Aruna.
"Heran deh, kok bisa sih? Lo ceroboh gini," Ucap Fisaka.
"Gara-gara cowok tadi!" Ametha berdecak mengingat kejadian tadi pagi.
"Cowok? Cowok siapa?" Tanya Aruna, penasaran.
"Gue ga tau namanya! Udah lah, udah bel 'kan? Balik aja gue." Ametha berdiri, mengambil tas nya dengan tangan yang masih setia memegang pundaknya.
Fisaka tergelak. "Sumpah, lo kayak habis kena bully, tahu gak!"
"Siapa yang mau bully Ametha? Mereka udah lari duluan pasti ngeliat wajahnya." Ujar Aruna.
"Bener juga," Fisaka tertawa mendengar nya.
Ametha berdecak. "Hobi banget lo berdua, kalau ga pacaran ya ngejekin gue! Males!"
"Ih! Bercanda Ametha!"
"Ih, bircindi imithi! Tiap hari kayak gitu, mood gue tuh lagi jelek!" Ametha menutupi pundaknya dengan tas, lalu berlari.
"L-loh? AMETHA!"
***
Menunggu memang tidak menyenangkan, Ametha lakukan setiap pulang sekolah, untuk menunggu taksi pesanannya. Salah sendiri, ia tidak dibolehkan berkendara sendiri karena kecerobohannya dulu, mengendarai mobil dengan kecepatan kencang.
"Udah capek, badmood, pusing, harus nunggu lagi. Komplit!" Ametha menghela nafas, lalu memilih membuka ponselnya untuk bermain game 'pou'.
Jangan katakan Ametha seperti anak kecil, hari-hari ini memang Ametha sangat senang sekali bermain game yang sering anak kecil mainkan itu.
Tapi sepertinya, bukan hanya anak kecil kan yang memainkan?
Dug
Ametha menoleh, melihat bungkusan yang baru saja dilempar dengan keras ke sampingnya. Mendongak melihat sang pelaku, Ametha berdiri.
"Tunggu." Ametha menghentikan langkah cowok yang berbalik badan untuk pergi tanpa mengatakan apapun.
Ametha mengambil bungkusan itu. "Lo, eee... Itu, Lu...Lu..." Ia menggeleng ketika hanya mengetahui nama depannya saja.
"Apa ini?"
"Seragam," Luvius berbalik badan, menatap Ametha datar.
Ametha mengernyit, lalu memutar mata malas. "Siapa pun lo, ga usah repot-repot deh, makasih. Gue bisa beli sendiri," Ametha dengan paksa menaruh bungkusan itu di kedua tangan Luvius, lalu kembali duduk dan bermain ponsel.
KAMU SEDANG MEMBACA
POISONOUS
Fiksi RemajaMenilai buruk manusia tak selalu tepat sasaran, jatuh cinta bukan kesalahan, kehilangan bukan takdir yang sedang dimainkan. ___ "Kehidupan itu, beracun." ___ °2023