Inilah hidup, apa yang kita jalani sampai saat ini sudah menjadi suratan takdirnya, baik susah maupun senang harus kita lewati, suka tidak suka, mau tidak mau keduanya harus di lewati.
Sembilan tahun bukanlah sebuah waktu yang sebentar, ada banyak hal-hal yang terjadi selama kurun waktu tersebut, pertemuan, tangisan, canda tawa semuanya di rangkul dalam sebuah kebersamaan, membuat setiap langkah, setiap menitnya bahkan setiap detiknya menjadi kenangan yang kelak akan di ingat.
Sembilan tahun adalah kenangan, kenangan bagi mereka yang setiap tahunnya menghitung tahun tersebut dengan sedikit rayaan, kebahagiaan, dalam konteks yang di namakan hubungan, terjalin dari sepasang kekasih dan mereka menyebutnya hari peringatan atau hari anniversary.
Tepat hari anniversary ke sembilan tahun waktu itu, semuanya telah berubah, waktu sembilan tahun yang menjadi kenangan berdua kini harus di tanggung sendiri, karena salah satu keduanya harus berpisah.
Berpisah bukanlah keinginan siapa-siapa tapi karena sudah menjadi suratan takdir sang ilahi.
Tidak ada yang salah di sini, bukankah terlalu naif kalau kita menyalahkan sang pencipta itu sendiri.
Dan pada akhirnya semua akan menjadi kenangan, kenangan yang akan selalu di ingat hingga sampai kita bersimpuh di hadapan sang pencipta itu sendiri.
Tak terasa satu tahun sudah di lewati setelah hari mengenaskan itu, melewati hari-hari seperti biasanya walaupun hanya kedukaan yang ada.
Karena bagaimanapun hari akan tetap terus berjalan dengan semestinya.
Satu tahun terakhir ini adalah tahun yang sangat sulit bagi seorang gadis yang berdarah Aussie itu.
Tak jauh berbeda dengan beberapa bulan yang lalu, ia masih sama seperti hari itu, hari yang menjadi awal dari kehancurannya, hari yang tak sedikit pun bisa ia lupakan.
Ia masih terlalu lemah, ia masih terlalu rapuh.
Hujan, kecelakaan, sang kekasih, wajah pucat yang dingin semuanya terasa seperti kaset yang terus berputar di benaknya, semuanya masih terasa segar di ingatan nya.
Orang yang di cintai, orang yang selalu di rindukan setiap detiknya, belahan jiwanya, orang yang sebentar lagi akan menjadi masa depannya, kini telah pergi, pergi sangat jauh dan tak akan pernah kembali lagi.
Meninggalkannya sendiri dalam kesedihan dan kesepian.
Dalam satu tahun ini tak banyak yang ia lakukan, ia hanya menghabiskan waktunya di kamar, memetik benang gitar, menekan tuts-tuts piano atau menangis terisak kala mengingat kembali kenangan-kenangan itu.
Hari-hari nya terasa buruk dan tidak menyenangkan, tak ada lagi kebahagiaan, tak ada lagi canda tawa yang ada hanya kesedihan dan tangisan, setiap harinya selalu begitu.
Rasanya benar-benar ingin mati saja.
~
"Mimpi buruk lagi oeh.."Tanya sang kakak yang kini sudah berada di samping sang adik.
Sedangkan gadis itu hanya mengangguk mengiyakan tanpa menoleh ke arah sang kakak.
"Gwenchana itu hanya mimpi, bagaimana apa sudah minum obat dan vitamin mu."lirih sang kakak sambil mengelap buliran keringat yang mengalir di pelipis sang adik.
Lagi-lagi gadis itu hanya mengangguk tanpa berniat untuk mengeluarkan suara sepatah katapun.
Sedih itulah yang ia rasakan, melihat sang adik kini, tak ada lagi keceriaan, tak ada lagi senyuman di wajah cantik itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Korean, Love Story
Romance"Lalu kau lisa..apa yang lebih kau takutkan di dunia ini." Tanya rosé balik "Kau yang lebih ku takutkan rosé.." ucap Lisa menatap dalam mata itu. "Wae..aku tak mengerti Lisa-ah." rosé mengerutkan alisnya binggung. "Aku sangat takut, kelak.. ketika e...