43

1.5K 100 8
                                    

Selamat membaca :)

Tak berselang lama, setelah mendapatkan telepon dari Irene jika anak sulungnya baru saja membuat masalah. Andre sebagai orang tua langsung bergegas memesan penerbangan untuk pulang.

Andre sudah memikirkan berbagai macam hukuman untuk putra sulungnya itu. Bagaimana tidak, jantungnya hampir saja jatuh setelah mendengar telepon dari istrinya. Dia terus-menerus geleng kepala, tidak tahu harus menjelaskan apa kepada orangtua Maura nantinya.

"Maura sama Jihoon kita pisah aja dulu mah." Saran dari Andre.

Sebenarnya Irene setuju-setuju saja dengan saran itu. Tapi bagaimana cara dia bisa memisah kedua nya, jika keduanya masih tinggal di atap yang sama.

"Jihoon kan dulu pernah papah beliin apartemen mah. Anak kita yang disuruh pindah aja sebulan atau malah sampai dia lulus kuliah dulu." Lanjut Andre.

Karena Andre tidak mungkin mengusir Maura, apalagi Maura anak perempuan dari saudaranya. Jadi lebih baik dia mengusir anaknya sendiri. Lagi pula Jihoon sudah cukup dewasa untuk tinggal sendirian di apart.

Irene menggigit bibirnya ragu, bukan karena tidak setuju dengan saran yang diberikan suaminya. Namun Irene harus berpikir puluhan kali untuk hal ini. Apalagi dirinya sebagai orangtua jarang ada di rumah. Bukan tidak mungkin jika Jihoon akan semakin memberontak nantinya. Anak jaman sekarang, semakin dilarang, semakin banyak pula kebohongan yang dilakukan.

"Hukumannya sebulan aja ya pah? Mamah ga tega ngusir Jihoon dari rumah. Nanti gaada yang nyiapin Jihoon makan juga. Gimana kalau Jihoon makin kurus?"

Andre menepuk jidatnya, Irene terlalu memanjakan anak-anaknya. Padahal Jihoon sudah bukan anak kecil lagi.

"Mau alesan apa lagi kamu Jihoon?" Andre melipat kedua tangannya ke dada sambil menatap putra sulungnya itu.

"Jihoon ga mau alesan apapun pah, Jihoon emang salah. Tapi hukuman yang papah kasih itu ga masuk akal." Ucap Jihoon frustasi.

Andre mendengus, "Tadi malahan rencana papah sama mamah bakal mindahin kamu ke apart sampe kamu lulus kuliah."

Jihoon menggeleng, "Engga, enggak! Jihoon gamau," tolak Jihoon sambil mengibas-ngibaskan tangannya ke depan.

Ini lebih parah.

Jihoon menarik rambutnya frustasi, bagaimana bisa dirinya tidak diperbolehkan berbicara dengan Maura selama di rumah, sampai kedua orangtuanya kembali lagi ke rumah?! Bahkan dirinya saja tidak tahu kapan orangtuannya akan pulang ke rumah nantinya. Jadwal kerja mamah dan papahnya tidak menentu, bisa satu bulan bahkan yang paling parah satu tahun.

"Salah kamu sendiri, kenapa kamu nekat berbuat hal kayak gitu. Pokoknya mamah gamau tahu ya, selama mamah dan papah ga ada di rumah, kamu ga boleh bicara sama Maura! Mamah bakal nyuruh bi Ani sama Juna buat mantau kalian berdua!" Ancam Irene sambil menunjuk-nunjuk wajah Jihoon.

"Jangankan ngobrol, berduaan di ruang makan, di ruang tengah, apalagi di kamar!" Irene meninggikan suaranya, "Dilarang keras!!" Lanjutnya dengan suara menggebu-gebu.

Jihoon kembali menarik rambutnya gusar, "Jangan gitu dong mah, mah Jihoon baru aja baikan sama Maura, masak Jihoon harus kayak orang musuhan lagi sama Maura," Rengek Jihoon tak terima. Dia tidak bisa, sama sekali tidak bisa! Dirinya baru saja resmi berpacaran dengan Maura kemarin, dan sekarang dirinya harus menerima fakta bahwa mereka harus dipisahkan.

"Mah Jihoon janji bakal minta ijin sama orangtuanya Maura. Jihoon gabakal macem-macem lagi sama Maura. Tapi biarin Jihoon pacaran dengan normal sama Maura." Bujuk Jihoon dengan raut sedih yang dibuat-buat.

COLD BOY |Jihoon TreasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang