Bayang 8 Hadiah Pulang Senja

552 96 90
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Chandra © Fukuyama12 (2023)

Genre: Fantasi Gelap Nusantara

.

Bayang 8 Hadiah Pulang Senja



Kartika termenung dan masih melihat ke sekeliling sebelum akhirnya meraih tangan yang aku julurkan padanya. Tangan yang biasanya berwarna sawo matang itu terlihat pucat dan keriput. Jika diperhatikan dengan baik, bisa terlihat getaran kecil di jari-jari Kartika. Saat tangannya menyentuhku, rasa dingin yang tidak ada bedanya dengan air telaga menyengat kulitku. Aku berusaha menagabikannya dan dengan perlahan, aku membantunya untuk naik lebih dulu dan membiarkan diriku menjadi yang terakhir di dalam mata air.

Aku menoleh ke belakang, memastikan apa yang ada di titik butaku. Secara misterius, tidak ada apa pun di sana. Air telaga tenang dengan sedikit riak dari tetesan air dari kain yang dipakai Kartika, juga beberapa sirip ikan yang terlihat muncul di permukaan air. Perasaan lega yang bercampur aduk memenuhi dada. Aku menggeleng beberapa kali dan mulai beranjak keluar dari air.

Seperti yang diduga, bibir Kartika membiru dan ia seketika menggigil sesaat setelah keluar dan diterpa angin gunung. Entah sudah berapa lama Kartika berada di dalam telaga hingga membuatnya seperti itu. Meski Kartika bergerak memeluk lengannya, dapat kupastikan jika tidak ada rasa hangat yang ia rasakan.

Aku menatap songket kuning yang kulilit di pinggang. Jika saja aku tidak basah kuyup, mungkin aku akan melepaskannya dan memakaikannya di pundak Kartika. Namun, aku sendiri juga merasa mulai kedinginan. Untungnya, badan Danastri sudah mulai kering dan ia memberikan kain tenun Mahesa kepada Kartika.

"Kartika! Kamu dari mana saja? Kenapa aku tidak melihatmu di sini?" Danastri tersedu-sedu sembari mengeratkan kain tenun di bahu Kartika.

"Aku ...." lirih Kartika dengan pandangan tidak menentu. Ia sepertinya masih belum sadar sepenuhnya. Meski beberapa kali menatap kami, cahaya tidak sepenuhnya muncul di mata Kartika.

"Hatchim!" Aku tidak bisa menahan diri. Angin benar-benar memelukku dan membagikan rasa dinginnya cuma-cuma meski aku berusaha menolaknya. Berulang kali aku mencoba menarik kembali cairan yang keluar melalui lubang hidung.

"Kita harus cepat pulang," usul Mahesa setelah melihat keadaanku dan Kartika. "Sekarang juga sudah senja. Bisa-bisa ...." Mahesa tidak melanjutkan ucapannya, tetapi hanya dengan itu saja kami paham apa yang dimaksud.

Aku menatap langit-langit yang mulai menjingga. Pasti juga akan membutuhkan waktu yang lama untuk sampai di dusun karena perlu memapah Kartika yang berjalan pelan dengan badan menggigil.

Kami membiarkan Kartika dan Danastri berjalan di depan sementara aku dan Mahesa ada di belakang. Aku ingin segera sampai dan mengganti baju, berkemul dalam selimut sambil merasakan wedang yang menghangatkan badan, tetapi berlari bisa membuatku kedinginan dan tidak enak jika meninggalkan teman-teman di belakang. 

ChandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang