"Jangan main kalau matahari mulai terbenam, nanti kamu bisa hilang! Apalagi kalau sampai masuk ke Alas!"
Bukan untuk menakut-nakuti anak kecil agar pulang sebelum senja, tetapi itu memang pantangan bagi seluruh penduduk Dusun Pedhukul tidak peduli u...
"Ada apa? Apa tentang hilangnya Danastri juga?" tanya Mahesa dengan suara tenangnya yang bergetar. Meski begitu, ia seperti air yang terlihat tenang di permukaan tapi menyimpan badai di dalamnya.
Arsa mengernyit dan terkejut. "Dari mana Mas tahu?" Mahesa menjawab dengan menujuk pemuda di samping dengan tatapan matanya. Bocah itu mengerucutkan bibirnya. "Tadi aku ketemu Mbak Kartika. Katanya aku disuruh menyampaikan ini: jangan khawatir, Danastri ada bersamaku, begitu."
Kelegaan menghampiri kami dengan cepat seperti baru saja meminum air setelah bekerja di lapangan dalam waktu yang cukup lama.
"Baguslah kalau begitu," ucapku dengan senyum lega. Kecemasan yang tadi menumpuk berkurang dengan drastis. Namun, mungkin hanya aku saja yang merasa begitu karena Mahesa tampak masih sedikit khawatir. "Apa kau masih tetap ingin mencarinya?" tanyaku padanya. Seluruh pasang mata menatap Mahesa dan menunggu jawaban. "Kalau iya, aku bisa bantu jaga Nyonya dan anaknya," tambahku dengan sukarela.
Mahesa tampak berpikir beberapa saat. AKu terkejut melihatnya menggeleng kecil. Meski menolak, sepertinya ia sedang berusaha keras menahan diri untuk tidak mencari kekasihnya. "Danastri tidak menemuiku, dia pergi menemui Kartika. Itu berarti dia belum membutuhkanku sekarang. Kartika sudah ada bersamanya."
Aku tersenyum kecil. AKu tidak pernah berpikir seperti itu. Mahesa memang hebat bisa berpikir dengan tenang tanpa terbawa emosi sedikit pun. "Baiklah kalau begitu. Kalau butuh bantuan bilang saja."
"Benar, Mahesa. Kalau misalkan Danastri dan Kartika belum kembali sampai sore, lebih baik kita cari mereka," usul salah satu teman kami yang langsung kami setujui.
"Mahesa! Chandra!" panggilan dari suara lembut yang tidak asing itu membuat kami berdua menoleh cepat.
Sosok yang dikabarkan menghilang setelah dipaksa menerima pinangan dari orang asing itu tiba-tiba saja berjalan cepat ke arah kami. Padahal tak sampai semenit kami membicarakan tentang kehilangannya, tiba-tiba saja dia muncul tepat di hadapan. Mata kami semua melebar saat melihat siapa yang berlari itu.
"Danastri?!" Kami memanggilnya dengan kebingungan. Kenapa dia harus berlari seperti hingga tergesa-gesa seperti ini?
Kepanikan ada di raut wajah Danastri, tak jauh berbeda dari raut wajah orang-orang yang mendengar kabar jika ia menghilang. Danastri terlihat berantakan, kain bawahannya terpasang acak-acakan dan diikat dengan asal, entah karena ia yang memakainya asal pakai atau berantakan karena ia yang berlari tergesa-gesa.