Bayang 29 Keputusan Kedua

447 69 6
                                    

Chandra © Fukuyama12 (2023)

Genre: Fantasi Gelap Nusantara

.

Bayang 29 Keputusan Kedua


Hembusan angin yang menyentuh punggungku seolah mengatakan jika dialah yang mengatakan kalimat barusan. Tidak ada Danastri di belakangku atau manusia lain yang punya suara mirip dengannya. Aku sendirian di tengah hutan yang berisik oleh gesekan dedaunan oleh angin. Namun, punggungku terasa panas karena merasakan tatapan mata yang entah berasal dari siapa.

Aku menggeleng dan berusaha mengalihkan perhatianku pada hal lain. Mulai kulangkahkan kedua kaki setelah berhasil mengabaikan tatapan mata yang perlahan mulai tidak kurasakan lagi.

Buru-buru aku pergi karena tidak ingin membuat Datuk Suma menunggu. Tidak peduli meski sekarang aku terlihat sedang setengah berlari kecil, melompati beberapa akar yang tumbuh di atas permukaan tanah, mengabaikan goresan gata oleh semak-semak ilalang. Aku hanya ingin sampai di dusun dengan cepat.

Langkahku mulai lebih pelan ketika melewati sawah dan perkebunan di makan orang-orang sedang beristirahat di bawah pohon sembari menunggu waktu senja datang.

"Apa kalian tahu di mana Datuk Suma berada?" Aku menghampiri dan bertanya, sekadar berbasa-basi karena kulihat seorang dari mereka bertemu pandang denganku.

Tidak ada yang menjawab ataupun menoleh kepadaku. Angin membawa suaraku pergi hingga membuat pipku sakit karena menahan senyum.

"Permisi," kucoba lebih mendekati mereka dan memanggil. Namun, masih saja mereka melakukan hal yang sama. Hingga akhirnya aku menyentuh salah satu pundak mereka.

Orang yang kusentuh berjingkat kecil dan menoleh cepat ke arahku. Raut terkejut yang tidak dibuat-buat terpampang jelas di wajahnya seolah tidak melihat atau mendengarku berbicara sebelumnya.

"Cha-chandra ...," gumam mereka memanggil namaku.

Sekarang mereka semua menatapku, tetapi tidak ada satupun yang membuka mulut. Obrolan kecil yang sebelumnya terjadi sebelum kedatanganku berubah menjadi sunyi. Tatapan mata mereka yang tidak berkedip memberikan sensasi aneh yang tidak asing.

Ini sama saja dengan saat mereka memohon kepadaku, meminta tolong agar aku bisa membantu mereka. Akan tetapi karena sata itu aku menolak mereka, aku mulai menyadari jika tatapan ini tidak sama dengan waktu itu.

Dengan gerakan patah-patah, mereka mengalihkan pandangannya dariku dan kembali melanjutkan obrolan mereka yang sempat terpotong. Mereka benar-benar mengabaikanku sepenuhnya kali ini.

Aku menarik tangan dari pundak itu dan berjalan menjauhi sekelompok petani yang menagabaikanku dengan terang-terangan. Berkat mereka, aku semakin menaydari jika keberadaanku di sekitar warga dusun hanyalah membuat mereka semakin membenciku dan Ibunda.

Perasaan sesak memenuhi dadaku menyadari bagaimana sikap mereka yang secara tidak langsung memaksa dan mendorongku ke dalam kandang singa. Padahal jika mereka menjadi diriku, apa mereka mau mengorbankan nyawa mereka demi menyelamatkan orang lain?

"Ini semua karena apa yang kulakukan saat kecil. Bahkan aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi saat itu."

Jika saja aku ingat bahkan detail kecil pun tidak apa-apa. Pasalnya, aku sendiri tidak tahu mengapa aku bisa selamat malam itu, bahkan sampai bertemu dengan orang yang hilang di tengah hutan yang luas. Tidak mungkin anak kecil sepertiku berani pergi berjalan sendirian di kegelapan malam. Itu benar-benar tidak masuk akal.

ChandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang