Bayang 2 Kembang Desa

1.3K 142 92
                                        

Chandra © Fukuyama12 (2023)


Bayang 2 Kembang Desa


"Mas Chandra kalau nggak lihat ke depan nanti jatuh, lho!" Berkat nasihat itu, aku tersadar dan kembali menoleh ke depan, ke arah jalan setapak yang tidak rata dan penuh dengan kerikil dan batu-batu besar yang bisa membuatku tersandung kapan saja. Aku tersenyum pada Arsa yang menasihatiku.

"Iya, terima kasih sudah mengingatkan," ucapku sembari mengacak-acak rambut kemerahan Arsa. Dia berdecak dan menepis tanganku dengan kasar dan membuatku meringis. Namun meski begitu, sekasar apa sih tenaga anak berusia enam tahun? Tentu saja ringisan itu hanya bercanda dan justru membuatku semakin tertarik untuk menggoda Arsa.

Mungkin ini rasanya punya saudara. Hidup hanya berdua dengan Ibunda kadang-kadang membuatku bertanya-tanya bagaimana rasanya punya saudara.

"Apa ada yang mengganggu pikiranmu? Akhir-akhir ini aku lihat kamu sering melamun," tanya Mahesa. Tangannya sibuk mengukir bambu untuk membuatnya menjadi suling, Arsa terus merengek minta dibuatkan.

Aku menggeleng meski Mahesa tidak melihatku. "Tidak juga. Oh, iya! Hubunganmu dengan Danastri semakin baik saja, ya? Padahal kupikir kalian tidak direstui oleh Kepala Dusun."

Mahesa tersenyum getir dan aku seperti bisa mendengar berita tak baik darinya. Mahesa mengambil napas panjang dan aku menebak, "Masih tidak direstui, ya?" Mahesa mengangguk. Ini sudah jadi rahasia umum jika hubungan Danastri dan Mahesa tidak direstui.

Tidak ada yang bisa membantah atau mendukung, mereka hanya mendengarkan dan menyebarkan gosip-gosip saja. Semua orang tahu jika Kepala Dusun itu orang yang keras kepala dan ambisius akan tujuannya. Tidak ada yang bisa mengubah pikirannya meski itu anaknya sendiri.

"Kepala Dusun ingin Danastri bisa menikah dengan orang yang lebih baik dariku. Aku memang tidak punya apa-apa dan tidak bisa dibandingkan dengan anak-anak Kepala Dusun lainnya," tutur Mahesa yang membuatku ikut iba. "Danastri juga bercerita jika akan ada yang datang lagi dalam waktu dekat."

"Tapi Danastri juga pasti akan menolak orang itu lagi seperti orang-orang sebelumnya, kan?"

Mahesa mengangkat bahu. "Mungkin. Aku bukannya tidak percaya pada Danastri, tapi suatu saat nanti dia pasti akan lelah menolak. Apalagi Kepala Dusun juga punya kepala sekeras batu sama seperti anaknya. Hanya menunggu waktu saja sampai melihat siapa dulu yang hancur."

"Itu perumpamaan yang aneh."

Mahesa tertawa kecil. "Aku sebenarnya juga tidak menyalahkan Kepala Dusun, tapi setiap orang tua pasti ingin yang terbaik bagi anaknya. Calon-calon yang datang punya harta yang melimpah dan kekuasaan, berbeda jauh denganku yang hanya menggembala sapi milik orang lain."

"Susah juga, ya. Aku hanya bisa berharap hal baik saja pada kalian berdua." Mahesa tersenyum dan berterima kasih pada doa yang kupanjatkan.

Aku tidak tahu apa yang membuat Danastri begitu cinta pada Mahesa hingga menolak semua laki-laki kaya yang datang padanya. Kecantikannya itu bukan rahasia bagi masyarakat sini, aku yakin Kepala Dusun pasti berkoar-koar tentang Danastri pada Kepala Dusun lain dan pejabat pemerintahan yang ia kenal. Tidak sedikit orang yang datang untuk melamarnya sejak ia berusia 14 tahun, tapi Danastri tidak lelah menolak mereka semua.

Baru-baru ini akhirnya aku tahu jika Danastri sebenarnya sudah sejak lama menyukai Mahesa. Sebagai sahabatnya, aku tahu jika Mahesa memiliki rasa yang sama. Semenjak keduanya dekat secara terang-terangan dan Kepala Dusun yang dengan tegas menolak Mahesa, gosip paling hangat adalah tentang mereka berdua.

ChandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang