Bayang 9 Hari Kemalangan

513 97 98
                                    

Chandra © Fukuyama12 (2023)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chandra © Fukuyama12 (2023)

Genre: Fantasi Gelap Nusantara

.

Bayang 9 Hari Kemalangan



Aku tidak tahu harus bersyukur atau tidak karena pukulan mentah itu tidak ditujukan kepadaku. Namun, melihat Mahesa yang terjatuh akibat kerasnya pukulan membuatku panik dna berusaha menangkap badan besar Mahesa yang terhuyung.

"Ayah!" panggilan Danastri sudah tidak masuk dalam telinga kepada dusun.

"Ke mana saja kamu membawanya, hah?!" Seruan amarah yang disertai dengan jari yang menunjuk-nunjuk Mahesa. Jika matahari masih ada, mungkin wajah Kepala Dusun sudah sangat memerah. "Berani-beraninya kamu membawanya saat sedang ada tamu dari luar dan baru pulang di saat begini!"

Pria dewasa itu meraih baju Mahesa dan mengangkatnya. Tangannya yang mengepal itu terangkat tinggi-tinggi dan siap melayangkan pukulan lain. Di belakangnya, Danastri sedang memeluk ayahnya dan berusaha menghentikan hal itu. AKu sendiri juga sedang berusaha melepaskan Mahesa dari Kepala Dusun.

Keramaian yang terjadi tidak membuat orang-orang keluar rumah, mereka hanya diam-diam mengintip dari balik pintu atau sedikit membuka jendela mereka. Tidak ada gunanya juga meminta tolong, orang-orang terlalu patuh pada pantangan tidak jelas itu.

"Ayah berhenti!"

Air mata membasahi pipi ranum gadis itu. Ia berusaha keras menghentikan ayahnya dari belakang sementara aku harus sekuat tenaga melepaskan cengekeraman tangan kepala dusun dari kerah Mahesa. Jika Kepala Dusun membawa benda tajam, aku tidak mau membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Ayah, berhenti! Itu bukan salah Mahesa! Dia tidak ada hubungannya!" cegah Danastri. "Mahesa justru yang menemaniku untuk pulang!"

"Pak, Danastri benar! Saya saksinya!" sahutku tidak mau kalah. Kepala Dusun menoleh padaku.

Cengkeraman pada kerah Mahesa mengendur. Mahesa yang sudah babak belur terjatuh dengan aku yang berada di sampingnya. Danastri masih terisak dan tangisnya semakin keras kala matanya melihat wajah Mahesa yang membiru dengan sedikit luka sobek di sudut bibirnya.

"Ayah minta maaf ke Mahesa sekarang!" perintah Danastri dengan kekesalan yang menyelimuti suara dan wajahnya.

Kepala desa bukannya meminta maaf justru berdecih dan menatap tajam Mahesa dari samping. Ia berbalik pada Danastri dan meraih tangan gadis itu dengan kasar, menariknya untuk masuk ke rumah.

"Ayah minta maaf dulu!" seru Danastri berusaha untuk menahan langkahnya meski percuma. Ia terus menarik balik Kepala Dusun untuk kembali menuju Mahesa dan diriku.

"Diam kamu! Bisa-bisanya kamu pulang jam segini! Kalau kamu hilang bagaimana?!"

Isak Danastri tidak berhenti. Ia tidak ada bedanya dengan Arsa yang menangis saat kehilangan bola rotan kesayangannya yang terbawa arus deras sungai. 

ChandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang