Bayang 19

478 66 32
                                    

Chandra © Fukuyama12 (2023)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chandra © Fukuyama12 (2023)

Genre: Supranatural (Fantasy-Horror) Nusantara

.

Bayang 19

Satu-satunya yang tampak menarik perhatian karena aroma wangi dan kecantikannya bukanlah Danastri, melainkan beberapa tangkai bunga berwarna putih segar yang mekar dengan sempurna, seolah baru saja dipetik di malam hari setelah ia berbunga.

"Wah, mereka sampai mencari bunga wijaya."

"Bunga wijaya?" ulangku pada perkataan Kartika yang ikut memperhatikan ritual itu dari kejauhan.

Gadis itu mengangguk dengan matanya yang berkaca-kaca. "Iya. Kau tahu, 'kan, kalau bunga itu bunga yang langka? Tidak semua orang bisa memiliki bunga yang terkenal di antara para bangsawan itu. Kita tidak tahu kapan dia akan mekar. Jika bisa melihatnya mekar, maka keberuntungan akan menyertaimu."

Aku tidak pernah mendengar hal itu sebelumnya, tetapi melihat Datuk Suma yang melepaskan satu persatu kelopak bunga wijaya dan mencampurkannya dengan tumpukan kotoran hewan itu membuatku yakin jika Datuk Suma juga mempercayainya.

"Melihatnya mereka mencampurkan bunga wijaya, pasti hasilnya akan lebih mujarab kali ini."

Semoga saja begitu.

Danastri berbaring tanpa penolakan di atas bangku panjang seukuran badannya. Kepala Dusun, kakak Danastri, bahkan Mahesa pun ikut mengelilinginya. Yang berada di belakang hanyalah ibu Danastri yang menutup mulut dan hidung dengan secari kain di tangannya. Matanya tampak sayu melihat mereka dari kejauhan.

Kotoran yang tadi dikumpulkan itu diambil dengan tangan kosong oleh Kepala Dusun, dilumurkannya di atas kulit Danastri yang pucat hingga benar-benar menutupinya. Aku menelan ludah melihat apa yang sedang mereka lakukan. Kartika memalingkan wajahnya dan memutuskan untuk bersandar di balik dinding tanpa berani mengintip lebih lanjut.

Mungkin hati Kartika merasa tidak enak melihat temannya yang harus dimandikan dengan sesuatu yang buruk seperti itu--sesuatu yang tidak mungkin akan digunakan jika tidak dalam keadaan mendesak. Meski dicampur dengan kelopak bunga wijaya yang harumnya semerbak, tetapi tentu saja itu tidak bisa mengalahkan aroma busuk dan menjijikkan dari kotoran hewan.

Rasanya tidak manusiawi. Kecantikan yang dibanggakan oleh Kepala Dusun seolah tidak pernah ada sebelumnya. Jika mereka tahu akan seperti ini, apakah Kepala Dusun akan tetap menyombongkan anaknya?

Aku menatap bergantian anatra masakan Ibunda yang mulai mendingin dan apa yang terjadi di depan mataku. Rasanya tidak enak jika aku melangkah masuk dan menginterupsi mereka.

Setelah bergelut dengan pikiranku sendiri, aku memalingkan badan dan melangkah pergi, memututskan untuk memberikan makanan itu pada Kartika dan keluarganya. Lagi pula, aku yakin jika Ibunda pasti akan mengerti alasan mengapa aku tidak memberikan makanan itu hari ini.

ChandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang