Bayang 3 Cerita Lama

706 93 30
                                    

Chandra © Fukuyama12 (2023)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chandra © Fukuyama12 (2023)

Genre: Fantasi Gelap Nusantara

.

Bayang 3 Cerita Lama



"Apa kamu tidak mendengar adanya berta orang hilang?" Aku bertanya pada Mahesa yang tengah duduk di sampingku menikmati angin sepoi-sepoi di ladang.

Mata gelap mahesa terus menatap kerbau-kerbau yang tak jauh dari tempat kami berada. Aku meliriknya menunggu jawaban. Mahesa menggeleng kecil. "Tidak satu pun. Biasanya kalau ada orang hilang, dusun langsung ramai, kan? Kenapa? Apa ada kenalanmu yang tidak kembali dari alas?"

"Bukan! Aku cuma tanya saja, sih." 

Dia bukan kenalanku. Dia hanya orang asing yang akhir-akhir ini aku rasakan keberadaannya. Orang itu membuatku pusing karena suka datang dan pergi tiba-tiba. Terakhir kali aku bertemu dengannya adalah saat senja dua hari yang lalu. 

Sejak hari aku mengatakannya untuk segera kembali ke penginapannya, aku sama sekali tidak bertemu dengannya lagi. Bukannya normal kalau aku takut jika orang asing itu tiba-tiba hilang karena mengabaikan peringatanku untuk tidak berkeliaran malam-malam.

Pikiranku yang terakhir terdengar tidak jelas dan aku juga tidak ingin berpikiran negatif seperti itu sebenarnya. Aku hanya khawatir saja.

"Aku hanya takut ada orang yang hilang lagi."

"Benar. Tapi sejak kejadian orang menghilang lima tahun lalu tidak ada lagi yang berani keluar, kan? Orang-orang jadi semakin takut," tambah seseorang dari belakang. Ia punya suara yang lebih rendah dari Mahesa, tetapi tidak selembut Danastri.

Kami–aku dan Mahesa–menoleh. Di belakang, berdiri perempuan berambut pendek dengan kulit sawo kecokelatan. Melihat dari dedaunan dan biji-biji yang menempel di ujung jariknya, menandakan jika ia baru saja mampir ke kebun. Ada keranjang kecil berisi jambu air berwarna kemerahan yang terlihat segar dan basah dan makanan yang dibungkus daun pisang.

"Halo, Kartika!" sapaku padanya.

"Mana Danastri? Tumben datang sendiri," tanya Mahesa. Ia terlihat sibuk mencari di mana sosok perempuan yang ia cintai itu.

Kartika duduk tepat di sebelah Mahesa dan menyodorkan keranjang jambu air itu padanya. "Maaf, aku tidak datang dengannya. Dia akan segera datang sebentar lagi. Ngomong-ngomong, aku bawa ini dari kebun. Ada lemper juga. Ayo, makan sama-sama."

"Tunggu, jangan makan dulu!" Suara yang halus itu membuat kami bertiga dengan cepat menoleh dan tersenyum. Bahkan Mahesa yang jarang tersenyum ikut melakukannya.

"Danastri!" panggil kami bersamaan.

Kedatangan Danastri memang selalu memberikan kebahagiaan tersendiri. Hanya mendengar suaranya saja, orang-orang pasti akan merasa senang. Dia seperti udara sejuk setelah hujan. Semua orang pasti merasa iri pada Ketua Dusun yang bisa memiliki anak semanis dan semenarik Danastri.

ChandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang