Bayang 33

378 55 17
                                    

Karena ini masih draft awal, jadi mungkin banyak kesalahan tanda baca, kalimat plot hole, dan ketidak-konsisten-an dalam cerita. Mohon pengertiannya, terima kasih! 💙


Chandra © Fukuyama12 (2023)

Genre: Fantasi Gelap, Nusantara


Pemuda itu tersentak saat mendengar namanya disebutkan. Wajah pucatnya terlihat kacau, tangannya yang terangkat menunjukkan jika jari-jarinya bergetar. Sepertinya tulang-tulang Mas Giandra tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya.

Namun, meski aku melihatnya seperti itu, aku tidak akan mundur dan menarik kata-kataku kembali. Berbeda dengan Mahesa, apa pun yang terjadi, aku akan mengajak orang ini untuk ikut.

"Sebagai ganti dari kepala Dusun, akan sangat bijaksana jika Mas Giandra mau ikut dengan kami untuk pergi mencari adik tersayang Anda." Aku menekankan kata 'adik' agar membuatnya tidak bisa lari dari tugas yang kuberikan. "Aku tidak bisa menemui ayah MasGiandra, tetapi karena sepertinya Kepala Dusun sedang tidak ada di sini, jadi saya akan meminta hal ini langsung pada Anda sebagai perwakilan keluarga dan warga dusun di sini."

"A-apa? Kenapa begitu? Jadi ini alasan kenapa aku ditarik ke sini?!" Mas Giandra terlihat menolak keras. "Ayahku tidak pergi ke luar dusun! Ayah pergi mencari Danastri!"

Terlihat jelas jika apa yang diucapkan oleh Mas Giandra adalah kebohongan belaka.

"Bukannya kau bilang Kepala Dusun kemarin pergi ke dusun lain untuk menukarkan emas?"

"Hah? Bukannya dia pergi karena panggilan atasan?"

Entah berapa banyak warga yang ditipu oleh pemuda ini. Mas Giandra adalah anak tertua dari Kepala Dusun. Sejak Kepala Dusun tidak ada, warga selalu bertanya kepadanya menggantikan pekerjaan Kepala Dusun. Namun, seiring berjalannya waktu, sepertinya warga dusun mulai tidak percaya dengan apa yang ia katakan karena sering berubah-ubah. Orang-orang jadi tidak tahu mana yang benar dan mana yang hanya tipuan, atau mungkin sejak awal tidak ada yang benar.

"Apa pun alasannya, aku tetap ingin Mas Giandra untuk ikut denganku," ucapku setelah ketenangan mulai datang. "Aku harap tidak ada yang keberatan."

"Tidak, Chandra, kamu memang harus membawanya."

"Dia tidak berguna di sini, bawa saja dia."

Wajah Mas Giandra berubah merah. Entah apa yang sedang ia tahan, rasa malu atau amarah, tidak ada yang mengetahuinya. Rasanya memang sedikit kasihan, tapi aku tidak mau hanya pergi berdua dengan Mahesa sementara anggota keluarga Danastri hanya diam saja.

"Baik, sudah diputuskan siapa saja yang akan berangkat. Apa ada lagi yang ingin kamu sampaikan, Chandra?" tanya Datuk Suma yang menyadari jika aku sudah menyampaikan semua syarat yang aku inginkan.

Aku menggeleng. "Itu saja. Mungkin memang mendadak, tetapi aku dan yang lainnya akan berangkat senja ini. Aku titip Ibunda, juga Arsa pada warga dusun ini."

"Kau sungguh akan berangkat malam ini?" Tampak warga keheranan dengan apa yang aku katakan.

"Iya, semakin cepat semakin baik. 'kan? Aku sendiri juga sudah terlalu lama memikirkannya sampai memakan waktu berhari-hari. Apa ada yang keberatan?" Aku menoleh pada Mahesa. "Tidak apa-apa, 'kan, Mahesa?"

"Tidak masalah berangkat kapan saja," jawab Mahesa tenang.

"Bagaimana dengan Arsa? Dia tidak akan menangis karena kamu meninggalkannya, 'kan?"

ChandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang