Sepekan berlalu dan akhirnya Will diperbolehkan pulang.
Will pun tak membuang waktu untuk tiduran di ranjang kamarnya, menikmati setiap inchi keempukan kasur busa yang berbulan-bulan ia tinggalkan. Namun, tetap bersih. Pasti Bunda membersihkannya setiap hari.
"Will!"
Will menoleh ke asal suara yang memanggilnya.
Theo, adik laki-laki Will yang berusia 6 tahun, masuk ke dalam kamar. Duduk di tepian ranjang di samping Will. Selalu Will merasa gemas melihat pipi adik kecilnya yang sangat gembul, ingin Will gigit rasanya.
"Eh, bocil. Panggil Abang apa Kakak gitu kek! Sembarangan Wal Wil Wal Wil. Ulang coba manggilnya."
"Gamau!" Theo menggelengkan kepala sambil mengerucutkan bibir.
Pada akhirnya Will menarik pipi Theo saking gemasnya.
"Will masih sakit?" tanya Theo polos.
"Enggak tuh. Will baik-baik aja," jawab Will sekenanya.
"Will udah sembuh? Bunda bilang Will akan pulang kalo udah sembuh. Sekarang Will pulang. Berarti udah sembuh?"
Will mengangguk.
"Nggak sakit lagi kan? Theo nggak mau Will sakit."
"Will nggak sakit. Theo tenang aja."
"Beneran, ya? Bunda nangis terus kalo Will sakit. Theo juga nangis. Tapi Theo nggak mau Bunda nangis. Jadi Will jangan sakit lagi, ya?"
Will hanya membalas dengan senyuman pahit. Ia bangkit dari posisi rebahan, berganti duduk agar bisa sejajar dengan Theo. Diusapnya rambut adiknya itu yang beraroma shampoo anggur.
"Theo, habis mandi, ya? Seger banget bau shampoonya."
"Iya, mandi keramas sama Bunda biar nggak bau acem."
"Anak pintar. Tadi ngapain di sekolah?"
"Theo main basket sama temen-temen."
"Wah, asik tuh. Menang nggak?"
"Menang dong. Theo gitu loh!"
"Ihhh gemesin banget sih, gembul!"
"Will, Will, udah nggak sakit, kan? Bisa main basket sama Theo dong?"
"Ehm ... Theo main basketnya sama temen-temen aja, ya. Will nggak bisa main basket."
"Tapi katanya Will mau main sama Theo kalo sembuh?"
"Iya, tapi nggak main basket juga, Theo. Will nggak bisa."
"Nanti Theo ajarin deh. Theo udah jago."
Will menghela napas menghadapi adiknya yang memang kadang keras kepala seperti ini. Ia memutar otak mencari jawaban.
"Main lego aja gimana? Will jago kalo main lego. Atau rakit robot?"
"Nggak mau! Maunya main basket!"
"Yaudah main aja sama temen-temen kalo gitu. Dibilang nggak bisa juga."
"Will pembohong! Bilangnya kalo sembuh mau main sama Theo. Sekarang gamau. Will bohong!"
Theo kesal. Suaranya berubah melengking nyaring hingga membuat bunda mereka tergopoh-gopoh datang ke kamar Will.
"Theo, kakaknya biar istirahat. Keluar dulu yuk, Sayang."
Untung saja bundanya datang, Will kehabisan kata untuk menenangkan adik kecilnya itu.
"Bundaaaa ..." tiba-tiba Theo menangis sambil menghambur ke pelukan bundanya.
"Loh, loh, Adik kenapa nangis?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Somewhere Over The Rainbow (END)
FanfictionWill bertemu Kinara ketika usianya sudah di ujung tanduk. Kinara memberikan cahaya kehidupan baru bagi Will; menghadirkan kisah dan orang-orang baru untuk mewarnai hari-hari Will yang sebelumnya kelabu. Bagi Will, Kinara dan gitar adalah bahagianya...