"Hai."
Sosok Kai yang tau-tau sudah berdiri di hadapannya, membuat Will sedikit membelalakkan mata. Apakah karena efek obat yang membuatnya setengah tidak sadar, hingga tidak tahu Kai berkunjung ke rumahnya? Atau memang anak itu saja yang mengendap-endap dan tiba-tiba sudah berada di ruang keluarga?
Will berbaring di sofa ruang tengah. Sepanjang hari ini ia mengalami mimisan sampai tubuhnya terasa lemas. Ia pun hanya bisa beraktivitas terbatas di sofa karena harus mendapat injeksi IV, mengingat Will juga tidak mau menerima makanan maupun obat apa pun.
"Apa kabar, Will?"
Will ingin tertawa mendengar sapaan klise Kai. Rasanya seperti mereka sudah sekian lama tidak berjumpa. Namun kemudian Will sadar, bahwa memang beberapa hari ke belakang ia sama sekali tidak bertemu Kai, akibat Will menjalankan aksi ngambek menolak bertemu sahabatnya itu.
"Well, kayak yang lo lihat ini ..." jawab Will dengan pandangan mata terarah pada jarum infus di lengan kanannya.
Kai mengangguk pelan. Ia duduk di sofa yang bersinggungan dengan Will, meletakkan kotak bingkisan yang dibawanya ke atas meja.
"Titipan dari Mami, buat lo sama Tante juga."
"Thanks."
"Pleasure."
Hening.
Kai mengusap tangannya, bingung bagaimana harus memulai pembicaraan untuk mencairkan kebekuan suasana ini. Sementara Will hanya diam menatap langit-langit, sesekali tangannya memijat pelan pangkal hidungnya. Kai memperhatikan Will lekat-lekat.
"Ada yang bisa gue bantu, Will?" tanya Kai yang dijawab gelengan oleh Will.
"Okay, then."
Kai pun kembali bingung harus bicara apa lagi. Ia tidak tahu mengapa jadi secanggung ini hanya untuk mengobrol sebagaimana biasanya.
"Will, gue ... gue minta maaf ..." ujar Kai pada akhirnya. Tak tahan harus berada dalam udara penuh kesunyian, sedangkan di sana ada dua manusia yang harusnya saling bicara.
"Sorry, Will. Gue udah keterlaluan ya waktu terakhir kali kita ketemu? Kata-kata gue udah bikin lo tersinggung dan ... gue akuin, gue kelepasan. Harusnya bisa jaga ucapan. I really am sorry. Gue sama sekali nggak bermaksud mau bikin lo sakit hati, Will."
Will mengangkat kepala, bersandar pada tumpukan bantal di sofa. Ia memusatkan pandangan pada Kai sebelum berbicara.
"Gue yang minta maaf, Kai. Udah sumbu pendek banget. Sorry juga kalo ucapan gue nggak ngenakin. Belakangan pun gue tingkahnya kayak bocil ngambekan nggak jelas, nggak mau ketemu lo lagi. Haha. Sorry, ya."
Kai tersenyum tipis melihat respons Will. Tampaknya suasana canggung beberapa menit lalu akan segera menguap begitu saja.
"Gue maafin lo, kalo lo maafin gue dulu," gurau Kai.
"Kagak, lah. Lo maafin gue dulu, baru gue maafin lo," balas Will.
"Nah, kan kepala batunya kumat lagi."
"Lo juga kepala batu, Kai, nggak usah ngatain gue."
"Kepala batu kalo dijual ke toko bangunan laku nggak, ya? Lumayan buat jajan."
Will tertawa mendengar kelakar Kai yang sebenarnya tidak lucu. Anak itu dari dulu memang tidak bakat melawak, selalu garing dan jayus. Tapi dari kegaringan itu malah bikin lucu. Kai memang aneh, menurut Will.
"Will, gue kayaknya pekan depan balik ke UK."
"Loh? Nggak nunggu gue ultah?"
"Papi ada urusan kerjaan, jadinya kita balik lebih awal dari rencana semula. Gue udah nego juga, tapi ya ... nggak bisa. Gue mau balik sendiri nyusul pun nggak bisa."

KAMU SEDANG MEMBACA
Somewhere Over The Rainbow (END)
FanfictionWill bertemu Kinara ketika usianya sudah di ujung tanduk. Kinara memberikan cahaya kehidupan baru bagi Will; menghadirkan kisah dan orang-orang baru untuk mewarnai hari-hari Will yang sebelumnya kelabu. Bagi Will, Kinara dan gitar adalah bahagianya...