Will beranjak dari kamar sekitar pukul 9, ketika harum masakan Bundanya menghiasi udara seantero villa.
"Pagi, Will. Nyenyak tidurnya?" sapa bunda Will begitu melihat sang putra sulung merayap dari dinding kamar menuju ruang tengah yang terhubung langsung dengan dapur.
Kaki Will lebih sering berulah hingga menyebabkan anak itu tidak bisa lagi berjalan dengan normal. Untuk berjalan sebentar saja rasanya sangat nyeri. Syukurlah ia masih bisa berpindah dari kamar ke ruang tengah meskipun dengan susah payah.
"Pagi, Bunda. Iya, nyenyak." Bohong sedikit tidak masalah, batin Will.
"Mau sarapan dulu? Ayah lagi temenin Theo mandi."
"Sekalian aja, Bunda. Nunggu Ayah sama Theo. Kai juga masih mandi kayaknya."
"Oke deh, Bunda cek mereka dulu."
Bunda Will mengusap bahu putra sulungnya itu lantas beranjak ke kamar. Will bisa mendengar suara bundanya yang mengomeli Ayah dan Theo karena bermain air. Hanya selisih semenit sepertinya, Will kemudian mendengar seruan bundanya yang memanggil Kai agar tidak lama-lama mandinya, nanti masuk angin, dan lain-lain. Selalu saja bundanya seperti itu.
Berkat "kekuatan" super bunda Will, ayah, Theo, dan Kai sudah berkumpul di ruang tengah untuk makan bersama.
"Will makan yang banyak, ya. Ayo, ini brokolinya dimakan, ya."
"Ya, Bunda. Makasih."
Will menerima sendok sayur dari Bundanya yang menuangkan tumis brokoli ke piringnya. Padahal dari dalam hati, Will lebih ingin makan ayam rica-rica pedas yang juga tersaji di atas meja. Namun, bundanya pasti akan melarang karena rasanya terlalu pedas.
"Will aneh. Kok mau aja sih makan daun? Rasanya tuh nggak enak. Enakan ayam kispi!" komentar Theo melihat Will yang tengah menyuapkan tumis brokoli ke mulutnya.
Ingin rasanya Will menggetok kepala adik kecilnya itu pakai sendok sayur.
"Theo, nggak baik kayak gitu. Itu namanya mencela makanan. Brokoli itu banyak gizinya loh. Sini, Theo makan juga ya, Bunda ambilin."
"Nggak mauuu! Pokoknya nggak mau! Theo nggak suka! Bunda jangan maksa!"
Theo menggelengkan kepala heboh saat sang bunda hendak menuangkan brokoli ke piringnya. Berakhir bundanya itu hanya pura-pura dan justru menuangkannya ke piring sendiri.
"Iya, iya. Ini buat Bunda aja. Udah ayo dimakan ayam kispinya."
"Ayam kispi Bunda paling enak sedunia."
"Iya dong, siapa dulu yang masak? Bundaaa ..."
Giliran Will yang menggelengkan kepala heran melihat kelakuan sang bunda dan Theo si bocil yang bahkan belum bisa menyebut "ayam krispi" dengan benar.
"Ayah, Bunda. Will rencananya mau piknik lagi mumpung Kai lagi balik. Sama anak-anak band dulu. Oh ya sama Kak Kin dan Bang Dan juga. Sama temennya Bang Dan juga, kalo jadi. Boleh, ya?" ujar Will di sela-sela suara piring dan sendok garpu yang beradu.
Ayah dan Bunda Will saling berpandangan. Piknik?
"Piknik ke mana, Will? Kapan?" tanya Ayah Will.
"Ke pantai, Yah. Belum tahu tanggal pastinya. Kak Kin sama Bang Dan masih sibuk juga. Yang jelas dekat-dekat ini mumpung temen-temen lagi pada liburan," jawab Will.
"Ya ... Ayah bukannya nolak sih, tapi apa nggak kejauhan ya kalau ke pantai? Will kuat?"
"Kuat kok, Yah. Will ngerasa baik-baik aja. Nggak pernah sebaik ini."

KAMU SEDANG MEMBACA
Somewhere Over The Rainbow (END)
FanfictionWill bertemu Kinara ketika usianya sudah di ujung tanduk. Kinara memberikan cahaya kehidupan baru bagi Will; menghadirkan kisah dan orang-orang baru untuk mewarnai hari-hari Will yang sebelumnya kelabu. Bagi Will, Kinara dan gitar adalah bahagianya...