Chapter 31.

310 23 5
                                    

Sejujurnya Will tidak benar-benar merasa "hidup" sejak sadarkan diri pasca-kolaps terakhir kali.

Will tidak tahu dan tidak paham apa yang ia rasakan, pun apa yang ia inginkan. Will hanya bangun, kemudian tidur lagi, bangun lagi untuk menghabiskan makanan yang sudah disiapkan oleh sang Bunda, kemudian tidur lagi. Apakah yang seperti itu bisa dibilang "hidup"?

Tak betah berlama-lama di rumah sakit—karena toh sama saja—Will meminta pulang ke rumah. Will tak peduli kalaupun tak bisa melakukan apa-apa, yang penting ia bisa melepaskan diri dari bangunan putih beraroma obat ini. Ayah Bunda Will setuju. Dokter Indra memberikan izin. Maka, pulanglah Will kembali ke rumah.

Hari-hari Will dihabiskan dengan duduk termenung di kursi roda sambil menikmati angin di beranda rumah. Tempat tinggalnya yang berada di cluster tanpa pagar memungkinkan Will untuk mengamati jalanan—yang sebenarnya sunyi. Terkadang, Will akan bermain dengan golden retriever milik tetangga yang kebetulan mampir ke halaman rumahnya. Lumayan sebagai kawan.

Seperti sekarang, anak bulu itu tampak seru berlari kecil di halaman rumah Will, sedang Will melihat saja dari teras.

"Pasti asyik ya lari-larian di luar." Will mengamati makhluk berbulu itu yang berlarian dengan riang.

"Kamu nggak capek larian muter-muter gitu?"

Guk!

"Wow, ngejawab dong! Sini, anak pintar."

Will menurunkan tangannya, memberi sinyal lambaian kepada si makhluk cokelat untuk mendatanginya. Will takjub saat melihat binatang tersebut menghampirinya, lantas menunjukkan ekspresi—yang menurut Will—tampak bahagia.

"Sering-sering main ke sini, ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sering-sering main ke sini, ya. Aku nggak bisa elusin kamu. Tapi aku seneng kamu di sini. Semoga yang punya kamu nggak marah kamunya sering ke sini."

Guk! Guk!

"Ya ampun! Gemess banget deh, anjing orang!"

Will terkagum melihat tingkah golden retriever itu yang seolah mengerti kalimatnya. Mereka benar, anjing memang makhluk yang pintar.

"Will, masuk dulu, yuk. Udah sore." Bunda Will keluar dari dalam rumah dan membuat anjing tersebut berlari menjauh.

"Yah, Bunda dateng, dianya pergi deh," gerutu Will.

"Siapa, Will?"

"Anjing tetangga."

"Oh ... jangan lama-lama kena bulunya, ya. Nanti batuk lagi.

"Iya, Bunda. By the way, Bun, Will pengen pelihara kucing deh," ujar Will tiba-tiba.

"Loh? Will kan alergi kucing."

"Tapi Theo suka kucing. Biar Theo ada temennya juga. Liat anjing tadi yang friendly kayak gitu ke manusia, jadi kepikiran kalau barangkali kucing bisa se-friendly itu ke Theo. Lumayan bisa nemenin Theo."

Somewhere Over The Rainbow (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang