Part 39

14.7K 1.1K 66
                                    

Happy Reading Guys

Baru satu minggu Karel berada di rumah Mama Ina, ia sudah mendapati kabar buruk yang mengharuskan ia untuk kembali ke Jakarta.

Barusan Karel mendapat telepon dari Amar bahwa salah satu cafe yang ada di Jakarta mengalami kebakaran dan masih belum di ketahui penyebabnya. Tanpa berlama-lama, Karel langsung pamit kepada keluarganya untuk mengurus itu semua, Vano pun mau tidak mau ia tinggal kembali untuk beberapa hari ke depan karena menurutnya sangat tidak mungkin jika ia harus membawa Vano untuk bolak-balik mengurus segala sesuatu disana.

Jika Karel tidak mengizinkan Vano untuk ikut, tidak untuk Devita. Karel justru mengajak Devita untuk ikut dengan dirinya, entah apa yang membuatnya memutuskan untuk mengajak Devita, tapi intinya ia butuh sesuatu yang bisa mengendalikan emosinya dan itu semua ada dalam diri Devita.

"Dev, kamu gapapa kan aku ajak ke Jakarta?." tanya Karel dengan tangan yang masih memegang setir dan satunya lagi ia letakan di perut istrinya.

Devita menoleh dan menggenggam tangan Karel yang ada di perutnya lalu tersenyum dengan senyuman yang sulit jelaskan, "Gapapa Rel. Tapi aku mohon, walaupun kamu lagi buru-buru gini, boleh gak kalau kurangin sedikit kecepatannya, aku takut kamu dari tadi ngebut banget bawa mobilnya. Tapi kalau emang kamu lagi buru-buru banget gapapa kok, asal hati-hati ya."

Mendengar ucapan Devita, Karel langsung mengerjapkan matanya sebentar lalu melihat ke arah spedometer, pantas saja Devita takut, "Iya-iya sayang maaf ya aku gak sadar." ucap Karel sembari menurunkan kecepatan mobilnya.

"It's okay, tetep fokus ya ini masih di tol soalnya." tutur Devita mengelus pelan lengan Karel.

.....

Saat memasuki parkiran cafe ternyata masih banyak orang yang ada di sana. Apinya memang sudah padam namun pemadam kebakaran dan warga sekitar masih berada di sekitaran cafe.

Kondisi cafe saat ini yang terbakar hanya bagian dapur dan wilayah depan namun hanya sebagian.

Dengan tergesa-gesa Karel keluar mobil lalu berlari ke dalam cafe tanpa memperdulikan Devita yang di sampingnya kesulitan untuk keluar dari mobil karena ukuran perutnya sudah mulai menyulitkan pergerakannya.

"Gapapa ya sayang, papa lagi panik, kita berdua dulu, kamu jangan rewel ya." monolog Devita sembari mengelus perutnya.

Setelah memasuki cafe, Devita di kejutkan dengan teriakan Karel yang sedang emosi di depan Amar. Karena penasaran Devita pun mendekat dan berdiri tidak jauh dari posisi Karel dan Amar.

"MAR, GUE JARANG KE SINI BUKAN BERARTI GUE REBAHAN DOANG DI RUMAH, GUE JUGA ADA KERJAAN LAIN MAR."

"TAPI GAK GITU JUGA REL, BAHKAN LO UDAH GAK BERKUNJUNG KE SINI UDAH HAMPIR SATU BULAN. LO KEMANA, DARI BEBERAPA MINGGU YANG LALU, GUE UDAH BILANG KALAU CAFE LAGI BUTUH MAINTENANCE BESAR-BESARAN, TAPI SETIAP LO GUE SURUH KESINI, LO GAK PERNAH BISA."

Karel menghela nafasnya sebentar lalu kembali menatap Amar. "Mar, Gue akhir-akhir ini emang lagi gak di Jakarta, gue lagi ada proyek di Garut Mar, bahkan anak istri aja gue titipin di rumah orang tua gue. Lo cuma gue minta jaga cafe satu aja begini. Satu doang loh Mar, cabang yang lain masih di pegang sama gue, masa Lo gak bisa sih pegang satu cabang. Toh masalah maintenance itu gak susah kok, Lo udah gue kasih kuasa di sini, ya digunain dong." ucap Karel yang mencoba berbicara dengan nada pelan namun tetap sembari menahan emosi.

"Gue keteteran Rel megang ini sendiri, di sini cabang rame sedangkan gue juga ada usaha lain di tempat lain. Banyak alat-alat di sini yang udah pada rusak dan akhirnya gue kecolongan hari ini sampai bisa kebakaran kayak gini." keluh Amar yang akhirnya mengungkapkan segala keresahan yang ia tahan selama ini.

Rahasia DeKaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang