CHARGER 11

4.4K 465 83
                                    

Lagi dan lagi, Ratih harus merasakan rasa sakit sendirian. Di pondok, tepatnya di kamarnya, di lantai dua. Ratih terbaring dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir. Deraian air mata yang keluar tidak ada seorangpun engah ketika melihatnya.

Setelah mengantarkan gue buatnya untuk sepasang kekasih-mungkin masih bermesraan di halaman belakang Ratih tidak tau. Gadis itu langsung kembali ke pondok, dia tidak sanggup untuk melihat itu. Meski pernikahan mereka atas dasar perjodohan dan tanpa cinta. Akan tetapi bisakah Leonard bisa menerima semuanya? Ratih tidak masalah jika Leonard tidak mencintainya, setidaknya pria itu bisa menerima takdir yang sudah ada dalam hidupnya.

Ratih juga tidak masalah jika Almisa ada di keluarga ini, tapi bukan sebagai kekasih suaminya, cukup jadi teman saja. Ratih tidak menyalahkan siapapun disini, ini salahnya sendiri yang cemburu. Maka dari itu, setiap apapun yang membuat hatinya terasa sakit, Ratih hanya bisa diam dan menangis sendiri. Karena baginya, ini kesalahannya yang tidak bisa mengontrol perasaannya sendiri.

Memangnya, berdamai dengan diri sendiri itu susah.

Tok

Tok!

Ratih mengusap air matanya ketika mendengar ketukan pintu dari luar, "siapa yang datang malam-malam seperti ini?" Ucapnya bertanya pada diri sendiri.

Ratih turun dari kasurnya, gadis itu mengintip siapa yang datang malam-malam seperti ini dari jendela.

Saat tau siapa, Ratih melotot dan langsung berlari kebawah untuk membukakan pintu. Apa ini? Kenapa Kay datang kesini sendirian? Apalagi sebentar lagi tengah malam.

Sampai dilantai dasar Ratih menarik kenop pintu dengan cukup kencang.

"Ka-tuan?"

Ratih mengangga ketika melihat siapa yang ada di depannya, Ratih menutup mulutnya dengan mata yang melotot. Namun, sadar akan apa yang dia lakukan. Ratih langsung menunduk dan melihat Kay yang keluar dari balik punggung Leonard.

"Bibi.."

Kay berlari memeluk Ratih, dengan senang hati Ratih berjongkok dan menerima pelukan Kay.

"Kay ada kesini? Mommy mana?"

"Kak, Anggelina pergi dua jam lalu, katanya ada urusan sampai besok," jawab Leonard, Ratih mendongak menatap Leonard seraya tersenyum melihat Kay kembali. Gadis itu mengusap rambut Kay lembut.

"Kay kesini ngapain?"

"Kay tidak bisa tidul, bibi."

Ratih terkekeh, "terus?"

"Kay ingin tidul belsama bibi discini."

Ratih menarik hidung Kay gemas, "yaudah malam ini Kay tidur bersama bibi disini."

"Yey!" Girang bocah itu, Ratih tertawa di buatnya. Sedangkan Leonard pria itu hanya menatap keduanya dengan melipat tangannya di dada.

Mereka masih di depan pintu dengan posisi seperti ibu dan anak menyambut ayahnya pulang kerja di tengah malam.

"Ayok Kay kita masuk," ajak Ratih menggandeng tangan Kay. Tapi bocah itu tidak melangkahkan kakinya sama sekali, "kenapa Kay?" Heran Ratih, ia melirik apa yang di lihat oleh Kay. Namun belum lima detik, Ratih langsung menunduk, dia tidak sanggup untuk menatap wajah Leonard meski tampan.

"Apa paman tidak ikut masuk?"

Melihat tatapan Kay padanya, Leonard tersenyum dan langsung membuat jantung Ratih berdetak kencang melihat senyuman itu. Ini pertama kalinya dia melihat senyuman Leonard yang tulus, meski pada senyum tulus itu di berikan pada Kay, itu tidak masalah. Yang penting dia bisa melihatnya.

Serayu | Berlanjut Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang