CHAPTER 22

8.2K 603 163
                                    

Malam ini, lagi-lagi Leonard bertingkah membuat Ratih takut jika dekat dengannya.

Lihatlah sekarang ini, pria itu sedang memeluk Ratih yang sedang membuat salad buah yang baru di panen tadi di kebun. Ah, ingat kebun Ratih jadi rindu.

Cukup tidak nyaman bagi Ratih karena pria itu tidak diam. Ratih menghela nafasnya lalu mengangkat pisau dan membalikkan badan pada Leonard.

Sontak pria itu langsung mundur dua langkah kebelakang untuk menghindari serangan Ratih yang kejam.

"No, no. Ratih jangan seperti itu."

Leonard takut, dia menggelengkan kepalanya panik saat tatapan Ratih begitu tajam padanya.

"Ratih?"

"Jika tidak bisa diam, pergilah."

Leonard gelalapan harus menjawab apa, "aaaaaaa.. yaaa. Aku akan tetep disini tapi aku tidak akan menggangu."

"Saya tidak butuh anda disini," Ratih mendekatkan pisau nya pada Leonard.

Leonard mengangkat kedua tangannya. Namun tiba-tiba dipikirkan Leonard terdapat ide licik.

"Ratih..." Ucap Leonard lembut, mendekati Ratih dengan senyuman manisnya.

"Jangan mendekat! Atau saya tusuk."

"Tusuk? Janganlah, jangan sampai suami tampan mu ini mati."

"Saya tidak peduli."

"Oh tidak peduli?" Dengan cepat, Leonard memegang pergelangan tangan Ratih lalu mengambil pisau yang ada di tangan istrinya dengan cepat.

Plang!

Leonard melempar pisau itu ke sembarang arah. Leonard mengurung Ratih dengan kedua tangan yang di letakkan di atas meja.

"Buka matamu," suruh Leonard ketika Ratih menutup matanya.

"Kau tega membunuhku hm?"

"Eeee,," Ratih gelalapan. Dia panik karena jaraknya dan Leonard seintim ini. "S-saya hanya bercanda hahaha.."

Mendengar Ratih yang tertawa di akhir katanya membuat dirinya terkekeh.

"Oh manisnya, ingin rasanya aku makan!" Tekan nya membuat Ratih terdiam.

"Minggir tuan."

"Tidak, untuk apa kau menyuruh-nyuruh diriku? Heh?" Leonard mengangkat alisnya.

"Hh.." keluh Ratih. Sekarang, karena sudah hampir 4 bulan dirinya menjadi istri Leonard dan sudah terbiasa juga dengan sikap pria ini. Ratih mulai sedikit berani melawan pria kejam di hadapannya, "jangan membuat saya marah."

Leonard tersenyum miring, "oh Ratih, aku tidak takut padamu," ujar Leonard lalu mengecup bibir Ratih.

"Tuan!"

"Hm?"

"Brengsek."

"Tidak ada lelaki brengsek di dalam diriku Ratih, meskipun aku jahat sekalipun."

"Biadab," astaghfirullah halazim, ucapnya dalam hati. Jujur saja imannya turun drastis jika bersama Leonard.

"Tidak ku sangka gadis alim sepertimu bisa bicara kasar juga."

"Saya juga manusia taun, yang selalu dekat dengan kesalahan."

Leonard tertawa, "ahahha.. kau selalu pandai dalam menjawab ucapanku."

"Minggir tuan."

Leonard tersenyum menatap Ratih, dia mengecup bahu Ratih yang tertutup oleh hijab besarnya.

Serayu | Berlanjut Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang