"hah? Apa ini?"
"Woah... Joong, ini baru berapa hari? Kau sudah memiliki pengagum rahasia?"
Joong berpura-pura mengabaikan Godaan teman-temannya, minuman suplemen diatas loker miliknya begitu ganjil menarik simpati. Satu persatu mahasiswa keluar dari ruang ganti, dia masih ada disana mengganti baju dan masih sibuk memperhatikan botol suplemen diatas loker.
"Ckk... Ini mulai memuakkan" entahlah, dia sendiri tak bisa memastikan siapa yang meletakkan benda itu diatas lokernya. Satu hal yang pasti dia mulai takut tak beralasan, jemarinya terapit menggendong tas dengan satu bahu membolak-balikkan botol dengan raut wajah tak terbaca.
Sejak menaiki tangga tribun lalu-lalang anggota basket terdengar menderu, perhatiannya tak terlalu jelas. Hingga sampai di tengah lapangan, banyak mahasiswi bersorak di kursi tribun perhatiannya mulai tersita. Jelas, disana ada Phuwin dan Dunk. Jika Phuwin datang melihat Pond latihan, lantas bagaimana dengan Dunk? Sial... Joong merutuk, peduli apa?
Pemanasan kecil, dia berlari ditempat dengan semangat. Peluh belum keluar dan Pond mendekatinya, lelaki itu menepuk pelan bahu Joong "hey... Kau semangat sekali, sedang mencari perhatian dengan seseorang kah?"
Ekspresi bingung dan gundah menjadi satu, lengannya mendorong Pond tak nyaman. "Diam bangsat, aku tak suka siapapun-
-kecuali, Nine"
"Bangsat..."
"Iyakan?"
Joong berdehem, melanjutkan pemanasan dengan peregangan bahu. Dia menelisik wajah-wajah di atas tribun, hingga wajahnya berubah bingung. "Pond... Apa kau tau tentang suplemen di atas lokerku?"
"Ahh... Hahaha, suplemen apa? Memangnya kenapa?"
"Siapa yang menaruhnya disana?"
"Ohh... Itu" Pond gelalapan, kemudian menepuk bahu Joong untuk kedua kali, "Phuwin... Yah, itu Phuwin"
"Sial... Membuatku kaget saja, kenapa harus meletakkan diatas loker dan tidak langsung memberikannya langsung?"
Pond tak menjawab lagi, wajah bingungnya mengiringi selama pemanasan. Rasa penasaran menerpa, membalut sebuah kain di tangan sembari menatap sang kekasih di tribun. "Kita benar-benar harus menghentikan dia Phu..." Seolah diujung sana Phuwin bisa mendengarnya, Pond berwajah miris.
"Ayo... Berkumpul, latihan segera dimulai"
"Pond tampan sekali..." Phuwin meringsak memeluk lengan Dunk mengusakkan kepalanya. "Huwaa... Aku tak mau lagi cari selain Pond"
"Kalian sangat cocok"
"Iya kan?"
"Humm..."
"Kau sahabat yang terbaik"
Dunk tersenyum, di tengah lapangan seorang lelaki ikut memandangnya tajam penuh kecurigaan. Meski berkali-kali mendapati perlakuan kesal dari Joong dia tak kunjung ingin berhenti, lebih tepatnya masih penasaran dan percaya pada keajaiban.
"Phu..."
"Humm..."
"Foto seseorang yang ada dikamar Joong, itu siapa?" Sedikit perasaan gundah memenuhi udara, kebisingan para mahasiswa menenggelamkan suasana tegang diantara mereka.
"Kenapa kau ingin tau?"
"Anggap saja, aku hanya penasaran. Tak lebih dari itu" tetapi Dunk bisa merasakan bahwa Phuwin menatapnya penuh selidik. "Dia agak kasar, kulihat kakakmu belum pernah memiliki kekasih saat kita di senior high school. Aku kadang bertanya mengapa lelaki sepopuler itu tak memiliki kekasih, jadi aku penasaran"
"Kau pernah melihat foto itu?"
"Aku sempat melihatnya, sekali saja"
"Awal sekali, dia membawa lelaki manis itu di rumah kami. Aku bisa melihat kebahagiaan berbeda dari wajah kakakku, dan hari itu aku sadar ada yang spesial di antara mereka"
Berisik pembicaraan di sekeliling mereka mendadak tak berarti apa-apa lagi bagi Dunk, fokus sepenuhnya pada Phuwin yang menatap lurus kedepan.
"Namanya Nine... Dia lelaki paling menggemaskan yang pernah kulihat, dipekarangan rumah kami dia dan Joong selalu tertawa. Hingga hari itu akhir semester kakakku kembali kerumah dalam keadaan berbeda, kulihat dia menjadi diam sepanjang waktu"
Sinar matahari menerpa lelaki tampan di tengah lapangan, berlari memantulkan bola dengan wajah datar. Menembus atap tribun Dunk bisa melihat cahaya indah begitu menakjubkan,
"Dia tak sehangat dulu lagi, keluarga kami kebingungan. Penghujung tahun begitu gelap, dan terakhir dia menangis menahan sesak di dadanya malam itu, aku memeluk kakakku dan dia mengadu Nine meninggalkannya karena orang tua Nine tidak terima pada keluarga kami"
Dunk mengulurkan tangan ke wajah sahabatnya, duka tenggelam waktu. Dia menakup wajah manis Phuwin lalu tersenyum "Cinta Joong sangat tulus"
Genangan kesakitan terus terinjak, terkatup kain seakan mulut kakaknya tak lagi suka mengeluarkan kata. Phuwin mengangguk sekilas, "Nine tak pernah muncul dipekarangan kami lagi, Mommy-ku kadang rindu. Cinta Joong tak bisa berhenti pada Nine, dan aku tau dia akan selamanya berdiri menunggu lelaki itu."
Cinta mereka berakhir bukan karena kehilangan perasaan, melainkan keterpaksaan. Apakah ada yang lebih buruk dari ini? Joong melalui tahun-tahun yang sulit dalam kesakitan dan rindu.
"Tapi dia bertahan sampai sekarang, mungkinkah dia percaya keajaiban akan kehadiran seorang pengganti?"
"menurutku Dia bertahan karena dia masih berharap Nine kembali padanya"
.
.
.
.
.Jendela bertirai biru di AULA tersibak, di tepian kursi sosok lelaki duduk dengan tenang. Mata itu terpejam, serta kedua tangan bersedekap. Dunk meneguk saliva, langkahnya mendekat dengan ragu berdehem pelan hingga kehadirannya disadari.
"Kenapa kau ingin bertemu denganku, Pond?"
"Dunk... Katakan yang sebenarnya" suara lelaki itu tajam, dia jadi ciut. "Pagi tadi kau meletakkan botol suplemen diatas loker milik Joong?"
"Pond-
-Berhentilah, jika masih sempat kau harus mundur"
Dunk tertawa pelik, wajah penuh kekecewaan jelas sekali sebab sepasang kekasih itu seolah memaksa berhenti memperjuangkan perasaannya. "Aku mengerti, aku tau Nine adalah segalanya"
"Lalu, apa lagi yang kau tunggu?"
"Keajaiban" lirikannya ke hamparan rumput di luar halaman kampus, apakah ketulusannya terasa hambar?
"Kubilang, dia tertutup"
"Aku mencintainya Pond, bisa dibilang aku berani bertahan seperti yang kau lakukan pada Phuwin, aku akan melakukannya pada Joong"
"Dunk... Jika Phuwin tau tentang ini, aku tak tau lagi dia akan menangis sebanyak apa, aku mohon berhenti saja" dengan jelas Dunk bisa mendengar histeria meluap-luap dibalik kata-katanya. "Jangan buat Phuwin mengkhawatirkan mu, dia banyak kesusahan akhir-akhir ini"
"Aku tak akan menyusahkan Phuwin, jadi aku mohon tetap tenang"
"Kau pikir aku hanya khawatir pada Phuwin saja? Aku juga mengkhawatirkan mu Dunk, bukan hal mudah mengendalikan perasaan Joong, jangan membuang waktumu"
Dia cuma bisa melempar pandangan suram saat Pond berjalan melewatinya, tangannya terbenam disaku dengan raut berfikir. Meskipun mungkin dia tak akan berhasil, sebuah harapan tak hilang dari hatinya.
Dia bisa melihat dirinya sangat menyedihkan, dia mengalaminya jauh lebih dulu saat Joong mulai risih pada perasaannya. Ketidakpastian, konflik, rasa khawatir dari sahabatnya, serta cinta yang mulai membesar serasa membludak memenuhi ruang dalam dirinya, masih tersisa secercah harapan.
.
.
.
.
.
.
.To be continued
Jangan lupa tinggalin jejak kak, maaf masih berantakan, makasih udh mampir 🙏🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweet Heart [Joongdunk]18+[END]
Фанфик"Jangan menangis, mari kita belajar lagi" Joong tak bergerak sama sekali, dia menghela nafas panjang menatap langit buram. "Bagaimana jika aku gagal lagi, Dunk?" "Maka kita akan memulai lagi segalanya dari awal, setidaknya kita masih punya keyakinan...