"apa kau melihatnya?"
Dunk menghela nafas panjang, mencoba membiaskan cahaya di matanya. Sejak saat lelaki tegap di belakang sana menutup wajahnya, dia jadi kesusahan berjalan.
"Sayang, apa kau melihatnya?"
Dia tersenyum kecil, ada rasa haru di ujung helaan nafas. Ketika jemari Joong menyentuh pipinya, sangat jelas ketakutannya hilang. "Bagaimana Joong menyiapkan semua ini?"
"Dengan bantuan Pond dan Phuwin, apa Dunk suka?"
Bagaimana tidak? Satu petak jalan panjang berhamburan bunga mawar. Matanya berair tiba-tiba, Dunk merasa luka yang telah dirasakannya beberapa tahun terakhir telah usai. "Kenapa Joong menyiapkan ini?, Tujuannya apa?"
"Aku berencana melamar Dunk, tapi karena kita baru saja selesai berkuliah. Aku berharap Dunk lebih sabar, Joong akan mengusahakan untuk pernikahan kita..."
"Joong berterus-terang sekali" Dunk mengusak hidungnya, memerah lucu karena tangis bahagia "kenapa membuat rencana tanpa Dunk?"
"Aku memikirkannya sepanjang malam" Joong berjalan pelan memeluk kekasihnya, masuk dalam rengkuhan hangat tangisan si manis pecah. "Sayangku, jangan menangis..."
"Kita sudah sejauh ini, aku tidak pernah berfikir kita bisa bertahan"
Ibu jari lelaki tegap itu mengusap wajah manis kekasihnya sangat penuh perhatian, tak luput dari segala pengorbanan yang telah Dunk berikan. Dia bahkan tak memiliki apapun untuk dibanggakan, segalanya hanya karena Dunk. "Kau adalah yang terpenting, aku mohon jangan pernah menyerah bersamaku"
"Bagaimana cara menghitung hubungan kita?" Dunk berjalan mengikuti kelopak bunga mawar, senyumnya terus terbit "kita pernah berpisah cukup lama"
"Tak usah dihitung, tak terlalu penting"
"Lalu kenapa melakukan ini? Anniversary? Atau memang untuk melamar ku?"
Joong mengangkat bahu, sampai di ujung petak. Mereka menatap dalam diam, Joong tersenyum penuh kebahagiaan. Sarat akan rasa gembira tak berujung, kedua jemari itu saling meremat. Dia memajukan wajahnya, tepat setelah Dunk mulai menutup mata.
Joong mencium sang kekasih penuh kelembutan, tanpa rasa buru-buru sama sekali. Keduanya memangut dalam, membiarkan tangan si manis bertengger di tengkuknya. Hingga selang beberapa menit keduanya melepas pangutan dalan juntaian benang saliva yang terputus, nafas Dunk begitu lembut membuat hati Joong menghangat.
"Apa ini?" Sontak Dunk terkaget, Phuwin dan Pond ada disana tersenyum konyol memegang buket bunga yang besar tak lupa coklat di kotak merah hati. "Kalian melihat kami?" Dunk menatap kekasihnya kemudian menggeleng miris
Tanpa rasa bersalah sama sekali Joong hanya tersenyum bangga, lelaki itu menepuk bahunya "sayang maafkan aku, lagipula tak usah khawatir... Mereka juga tak masalah melihat kita melakukan itu"
"Malu tau..." Dunk berdehem, kemudian memeluk Phuwin sangat erat "terima kasih buketnya"
"Itu dariku sayang, bukan dari Phuwin"
"Iya iya, dari Joong. Terima kasih"
Mereka tertawa kecil, saling menyaksikan wajah masing-masing kemudian membiarkan Joong kembali merangkul Dunk. "Kita akan kemana Sekarang?" Tanya Pond.
"Bisakah aku menghabiskan waktu bersama Dunk dulu? Aku ingin mengajaknya ke suatu tempat"
Phuwin mengangguk setuju "tak masalah, aku dan Pond juga berencana pergi malam ini"
Joong dan Dunk mengangguk, menyisakan Phuwin yang terus memeluk lengan Pond dengan rasa haru luar biasa "sudah lama sekali, kupikir kakakku tak akan pernah bisa mendapatkan Dunk lagi"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweet Heart [Joongdunk]18+[END]
Fanfic"Jangan menangis, mari kita belajar lagi" Joong tak bergerak sama sekali, dia menghela nafas panjang menatap langit buram. "Bagaimana jika aku gagal lagi, Dunk?" "Maka kita akan memulai lagi segalanya dari awal, setidaknya kita masih punya keyakinan...