25

1.5K 113 13
                                    

"Phu..."

Lelaki manis yang asik menikmati sarapan nampak sedikit terganggu, Joong menahan nafas sejenak hingga Phuwin mengangguki panggilannya.

"Aku..."

"Ada apa?"

Dia sedikit ciut, namun menghela nafas beberapa kali kemudian menunduk dalam "apa tak ada harapan lagi untukku?"

Tanpa menjawab apapun, adiknya berdiri dari kursi kemudian meletakkan piring di wastafel. Langkah kaki cepat meninggalkan ruang makan, dia terdiam dalam lamunan panjang. Sadar akan keterasingan, begitu paham akan kesalahan dan kecerobohannya.

Joong mengatupkan bibir, berjalan pelan memasukkan piringnya di wastafel. Kini dirinya tenggelam dalam perasaan bersalah yang nyaris membunuh segala aspek dalam hidupnya, Dunk enggan lagi menatapnya. Sedangkan Phuwin tak ingin lagi mendengarnya meminta bantuan untuk meminta maaf pada mantan kekasih, dia sendiri tak tau harus bagaimana.

Cukup dekat ke arah ruang tamu, adiknya sibuk menata rambut dengan posisi duduk manis yang sudah sangat siap. Tak berselang lama Pond muncul didepan pintu menatapnya dengan senyum, dia hanya mengangguk dan melepas kepergian sang adik bersama sahabatnya.

Tak ada lagi yang perlu merasa tersakiti disini, dialah yang memulai segala perseteruan. Baru beberapa langkah hendak keluar dari rumah tangannya memegang kenop pintu dengan raut sedih, belakangan orang tuanya tak ada dirumah. membuat suasana semakin sunyi, dan lagi dia masih terpuruk dengan kepastian hubungan asmaranya yang telah berakhir.

Joong berjalan pelan, menyusuri pekarangan kemudian mengeluarkan mobilnya dari garasi. Sepanjang perjalanan semua lamunannya hanya tentang Dunk, siapa yang dapat mengira perasaan kecil yang coba di paksakan berubah sebesar ini? Matanya meredup, lagi-lagi dengan kesakitan yang sama dia menangisi segalanya.

Dunk selalu menghindarinya, selalu membalikkan badan saat dia mencoba mendekat. Dan paling fatal teman satu jurusannya nampak begitu semangat mendekati Dunk, belakangan pria itu terlihat sangat dekat dengan mantan kekasihnya.

Segalanya total berubah, Berawal dari hidup yang berjalan apa adanya. Mulai ditumbuhi kebahagiaan namun tak sepenuhnya baru beberapa saat segalanya tenggelam dalam sekejap, lelaki manis yang begitu peduli padanya tak lagi sama seperti dulu.

"Sial..." Joong menahan nafas, seorang penyebrang jalan hampir tertabrak olehnya. Lampu merah menyala dengan jelas, semua kendaraan disisi nya membunyikan klakson untuk menyadarkan.

Sedikit frustasi satu tangannya menutup mulut, kepalanya pening. "Dunk... Aku rindu sekali..."

Kulit seputih susu dengan bibir mungil yang menggemaskan, sejuta kasih sayang menghambur dalam hidupnya tanpa sedikitpun pembalasan berarti.

Laju kendaraannya mulai perlahan memasuki area kampus, dengan wajah gusar menatap sekeliling berharap atensi lelaki manis yang dirindukannya muncul disana. Selang beberapa langkah mendekat Dunk berjalan cepat melewatinya, Joong benar-benar ingin menghampiri namun Dew yang ikut melewatinya membuat langkah kaki terdiam kaku.

Joong meneguk saliva sangat gugup, menyingkirkan pikiran buruk pun tak ada gunanya lagi. Segalanya telah jelas bahwa teman satu jurusannya menyukai Dunk, hanya dari jarak cukup jauh dia melihat Dew berusaha mengajak mantan kekasihnya mengobrol.

Sejenak Joong terdiam namun memilih pergi lebih jauh, kekuatannya untuk meminta kesempatan lagi telah habis. Entah berapa lama dia bisa melupakan sosok Dunk, yang jelas semuanya jauh terasa lebih sulit.

"Dew... Aku sama sekali tak ada waktu untuk pekan ini"

"Ayolah, aku tau kau dan Phuwin berencana keluar bersama"

Dunk menghela nafas panjang "Yasudah, karena kau tau aku dan Phuwin pergi bersama seharusnya kau tak memintaku pergi bersama akhir pekan ini"

Dew menatapnya lamat, seolah meminta ketegasannya. Ayolah, untuk saat ini dia tak ingin terpancing emosi apapun. Memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan dia berjalan cepat berusaha meninggalkan lelaki tinggi itu sebelum akhirnya sebuah teriakan membuatnya membeku.

"DUNK, KENAPA SULIT SEKALI MENDEKATI MU SIH? KAU BELUM MOVE ON DARI JOONG?"

si manis berbalik mengepalkan tinjunya seolah mengancam, namun Dew hanya tertawa cekikikan akan responnya. Kembali berfikir untuk waktu yang lama, kehidupannya tak lagi sama sejak Joong terpisah dari hidupnya. Keputusan yang baik di waktu yang paling tepat, dia telah lama selesai dengan Joong tanpa embel-embel drama apapun.

Menangis sendirian, menikmati sakit sendirian, menguyah makanannya dengan air mata mengalir tanpa henti. Fase yang menjengkelkan, dia telah banyak belajar namun tak kunjung menemukan hasil. Segalanya telah berubah, hanya hatinya yang sama. Masih terus-menerus menanamkan perasaan untuk mantan kekasihnya, bahkan setelah menerima semua penderitaan.

Matanya meredup, jalannya cukup lunglai sepanjang koridor di gedung. Kenyataan yang menamparnya seolah membuat sadar, bahwa keabadian perasaan selalu saja perihal ketulusan. Cinta dan perlakuan setulusnya pun tak mendapatkan timbal balik yang memuaskan, selalu saja di kesampingkan.

Tepat di tangga menuju tempat duduk umum di bagian paling kanan universitas matanya tak kuasa menahan tangis, rasa dingin saat petang hari itu membuat tulangnya menggigil.

"Dunk..."

Lamunannya buyar, sosok tegap tepat disisinya menjelma menjadi kesakitan tak berujung.

"Apa kau baik-baik saja?"

Memilih tak menjawab, Dunk menolehkan kepala kanan-kiri seolah enggan untuk terlibat dalam percakapan. Fokus beralih pada langkah kakinya sendiri, terus menghindar dan menghindar menjauh. Hanya itulah cara menyelesaikan sakit tak berujung dalam hatinya, meski tau hanya sementara.

"Sulit sekali Dunk, lebih baik kau mengataiku. Didiamkan seperti ini sangat sakit, aku serius..."

"Serius yah?" Pond menyampirkan lengan di atas pundak Joong seketika suasana semakin menyedihkan.

"Ayolah Pond, bantu aku..."

"Maaf kawan, aku masih sayang pada diriku sendiri. Aku tak ingin terlibat tanpa izin dari Phuwin, dia yang terpenting untukku"

Joong mengendus, matanya tak beralih dari sosok manis yang terus berjalan cepat menjauh dari mereka.

"Pond..."

"Humm?"

"Bagaimana caranya agar Dunk tau aku sangat menyesal?"

Sahabatnya menggeleng pelan, seolah ikut miris dengan takdir yang menimpanya. "Jika dia tau kau menyesal, apa dia akan memaafkan mu?"

"Mana kutau?"

"Jikapun dia memaafkanmu, apa mungkin dia bisa menerimamu kembali menjadi kekasihnya?"

"Sial, kau membuat nyaliku semakin ciut..."

Pond tertawa puas, menepuk punggung Joong memberi dukungan kecil "aku masih ingat Phuwin meninju pipimu di rumah sakit" mereka bertatapan dalam diam, hingga Pond melontarkan senyuman "jika Phuwin saja semarah itu, kau tentu tau bagaimana posisi Dunk hari itu... Seharusnya kau tau kawan, dia menunggumu tak peduli hujan terus turun"

Sekali lagi merasa begitu bersalah, meski terus menyangkal bahwa dirinyalah batu sandungan dalam hidup Dunk. "Aku... Aku kehilangan kewarasanku hari itu, bayangkan saja. Nine hampir mati..."

"Lalu setelah kau tau semua hanya sandiwara?" Pertanyaan yang begitu menohok dari Pond, hingga mereka terdiam cukup lama "tetap saja, Dunk terluka. Intinya Dunk terluka, entah itu kesalahan siapa. Tapi Dunk terluka, kau harus terima kenyataan itu"

"Pond...

"Kau harus menanggung kesalahan mu, entah seberapa lama. Tapi kau harus percaya bahwa lelaki manis yang coba kau jadikan kekasih hanya untuk melupakan masa lalumu sedang memegang balon kuningnya petang itu, dia bahkan tak menangis Joong... Dia terus menunggumu dan percaya padamu, nikmati saja kesakitannya kawan. Ini bahkan tak sebanding dengan apa yang Dunk rasakan..."

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Maaf kak, maaf bnget ini up cerita nya pake hp keponakanku. jadi agak susah mantau komentar kalian. Sebisa mungkin aku up terus😭🙏🏻

My Sweet Heart [Joongdunk]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang