"ini manis..."
Wanita cantik mengamati senyum pemuda di hadapannya dengan ringan, mereka saling mengangguk gembira.
"Paman, tolong berikan kami setengah kilo"
"Baiklah..."
Emilia mengusap wajah menggemaskan lelaki kecil dalam dekapannya, sejenak kembali menengok Joong yang masih asik menyimak buah strawberry di timbang. Satu tangannya mengusap bahu pemuda tegap itu dan menyerlingkan mata, cukup peka Joong mengambil alih pemuda kecil dalam gendongannya.
"Ini uangnya, terima kasih"
Sekantong kecil strawberry masuk diantara jemarinya, Emilia menengok kanan-kiri. Dia bersenandung kecil mengundang perhatian dua lelaki berbeda umur, matanya meredup haru.
"Mom... Apakah aku bisa memakan semua strawberry nya?"
"Tentu saja, saat tiba dirumah Crish akan memakan semua strawberry nya"
Sepanjang jalan, Joong bisa memastikan kebahagiaan tak berhenti dari raut wajah lelaki kecil itu. Bagaimanapun juga mereka sudah berencana menghabiskan akhir pekan ini untuk berjalan-jalan di sekitaran kota Paris, sudah pasti Crish sangat lelah.
"Apa kita harus singgah membeli roti?" Tanya Joong mendapat gelengan kepala dari wanita cantik, akhirnya mereka memutuskan terus berjalan memasuki kompleks rumah minimalis.
Tempatnya sendiri, setahun terakhir menghabiskan waktu di kota ini. Dimana kerikil-kerikil kecil di depan halaman menghiasi, tempat orang-orang menghabiskan malam yang sunyi. Di belakang sana bukit-bukit menjulang, jalan menuju tempat tinggalnya cukup apik dan bersih. Rumah-rumah dengan model yang sama berjejer, lusinan batu bertumpukan akibat ulah lelaki kecil ada di depan pagar kayu.
Joong menggeleng pelan dan tersenyum, tangannya menyamai pagar itu menimbulkan sedikit suara. Tak disangka sosok manis di atas teras rumah menatapnya penuh kebingungan, sedangkan lelaki kecil mengeratkan pelukan di lehernya.
"Dunk..."
"Crish, ayo sini sayang bersama Mommy"
"No, mau dengan Daddy saja.."
Emilia tak menjawab lagi, sedikit keanehan menerpa situasi mereka. Pepohonan jeruk berjumlah dua membentangkan daun saat angin meniup, Joong mencoba melepaskan rangutan lelaki kecil namun Crish tak mau.
Si manis mendekatinya, kekalutan yang luar biasa. Wajah cantik seseorang dimasa lalu membuatnya ingin menangis kencang, raut tak terbaca jelas Dunk sangat kecewa. "Dunk, dengarkan aku dulu..."
"Joong, apa kau bisa membawa Crish masuk duluan ke rumah?" Emilia membuka suara, mata wanita itu tak beralih dari sosok manis "aku akan bicara padanya..."
Joong terengah-engah, air matanya jatuh begitu saja, satu genggaman tangan di bahu Emilia dia mengangguk yakin. Hatinya percaya, bahwasanya ketentuan takdir telah berpihak pada dirinya. "Dunk aku mohon, jangan tinggalkan aku lagi..." Dia berjalan tak rela memasuki rumah, menghilang di ambang pintu meninggalkan sosok manis yang masih diam cego karena kebingungan.
"Dunk Natachai?"
Dunk mengangguk ragu, sebelum kembali menengok ke pintu rumah dia menatap wanita cantik itu dengan raut wajah tak terbaca.
"Maaf jika aku membuatmu salah paham" yang Dunk tau wanita itu nampak menyesal "namaku Emilia" uluran tangan di terima Dunk begitu pelan, dia masih sangat bingung. "Crish adalah anakku, kami sejak lama hidup berdua"
"Dirumah ini?"
"Ahh... Tidak, kami hanya berkunjung kerumah Joong saat akhir pekan"
Dunk menahan nafas, kemudian menatap tak suka pada wanita itu "lalu, kau meminta waktu bicara berdua denganku? Atas dasar apa?"
"Sekilas mungkin kau akan berfikir bahwa aku dan joong adalah orang yang memiliki hubungan-
-hustt... Langsung intinya" Dunk membuang muka, matanya memanas dengan suasana hati kacau sekacau-kacaunya. "Apa hubunganmu dengan Joong?"
"Kami hanya sahabat, dan Crish adalah anakku. Belakangan saat Joong dan aku akrab, Crish sangat sayang padanya."
"Baiklah, itu sebenarnya tak terlalu penting. Jika Joong sayang pada kalian, dia bisa tetap mendapatkannya" kekecewaannya memuncak, entah karena apa, saat tau anak lelaki itu sayang pada Joong. Hatinya tak terima, dia merasa begitu terpojok dan bukan siapa-siapa. "Kau mencintai Joong kan?" Pertanyaan itu tajam, rasa risih tak tertahan.
"Aku mencintainya, tapi aku tau diri. Seberapa banyak dia berbuat baik pada kami, kau tetap orang yang dia cintai-
-Pembohong"
Emilia menunduk dalam, tangannya menutup dada seolah terluka dengan ungkapan Dunk "kami tak pernah melakukan apapun, hanya bersahabat. Kubilang kau adalah sosok yang beruntung, dia mencintaimu sangat mencintaimu... Sepanjang tahun dia akan menangis karena merindukanmu, dan aku bersyukur kau datang menemuinya"
Dunk menghela nafas, berbalik sekali lagi menatap pintu rumah itu dan tersenyum hambar "maafkan aku, aku terlalu kasar"
Emilia tertawa kecil dengan mata sembab "itu bukan kasar, hanya ungkapkan bahwa kau tak rela lelaki yang kau cintai memulai kisah bersama orang lain. Kalian hebat.." air mata wanita itu terus mengucur, berakhir dia memeluk erat tubuh si manis dan sesegukan "aku berutang banyak untuk Joong, dia menjadi lelaki kebanggaan anakku. Hari ini tuhan membawakan hadiahnya, dan doaku terkabulkan. Kau benar-benar datang, aku tak menyangka melihatmu secara langsung seindah ini. Joong tak salah, kau sangat cantik..."
"Emilia terima kasih, aku menghargai semua harapan baikmu. Aku juga berharap kau bisa memberi pengertian pada Crish, aku akan kembali secepatnya"
Pelukan mereka terlepas, wanita itu mengangguk sembari mengusap wajah berantakannya "Joong melihat kita, dari jendela"
Dunk mengangguk saja, tanpa menoleh sedikitpun dia menepuk bahu Emilia dan berjalan meninggalkan pekarangan. Mau tak mau Joong panik, nampak lelaki tegap itu berlari cepat keluar rumah.
"Dunk..." Dia kalut, menatap Emilia yang hanya tersenyum padanya "DUNK..." larinya cepat hingga bisa menggapai lengan sosok manis yang selalu dirindukannya, mereka menatap dalam penuh kekacauan "kenapa kau pergi? Kita belum bicara"
Tak ada jawaban, Dunk menggigit bibir dengan tangisan kuat. Kepala si manis terus menggeleng, dan berakhir dengan helaan nafas kuat "apa kau pernah mendengar bahwa rasa tak perlu kata, bahkan saat kita berdua diam dan membentangkan jarak. Kita sama-sama tahu, perasaan kita masih sama"
Penghujung musim gugur di sepanjang jalan membuat daun-daun memenuhi tiap tapaknya, Joong mengusap wajahnya dengan air mata bercucuran. malam-malam yang gelap berlalu sendirian, Kini sosok yang menjadi alasannya bersedih telah datang. kedamaian menerpa hidupnya, erat sekali dia memeluk sosok manis itu kuat.
"Aku mohon, jangan pernah berpaling dariku lagi..." Yang terindah, dan yang berharga. Benar sekali kata Dunk bahwa rasa tak perlu kata, hati mereka menghangat sendiri saat jemarinya tertaut. Lantas tak butuh pembuktian apapun, pelukan itu semakin hangat saat Dunk mengusak wajah di dada bidangnya.
"Dunk rindu sekali..."
"Maafkan Joong..."
"Maafkan Dunk juga, maaf membuat Joong pergi sejauh ini..."
Jempolnya mengusap pipi gembil yang sembab, sekali lagi senyum hangat tanda bahagia tercipta. "Dunk tak salah apapun, Joong yang keterlaluan"
"Jangan mengatakan itu, aku diam setahun lamanya. Membuat Joong kesepian di negeri orang, bagaimana keadaan Joong sekarang?" Mata cantik mulai menelisik satu persatu anggota tubuh lelaki tegap, dia tak berhenti sebelum yakin.
"Joong baik-baik saja, dengan siapa Dunk kemari?"
"Dengan Phuwin"
"Lalu, dimana Phuwin?"
"Dia mengantarku kesini, kemudian dia dan Pond berkeliling sebentar"
"Ada Pond juga?"
.
.
.
.
.
.
.To be continued
Otw END kak😋
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweet Heart [Joongdunk]18+[END]
Fanfiction"Jangan menangis, mari kita belajar lagi" Joong tak bergerak sama sekali, dia menghela nafas panjang menatap langit buram. "Bagaimana jika aku gagal lagi, Dunk?" "Maka kita akan memulai lagi segalanya dari awal, setidaknya kita masih punya keyakinan...