16

1.4K 119 15
                                    

"mau ini?"

Joong mengadahkan kepala, siluet lelaki manis mengusap rambutnya dan meletakkan sekotak dimsum ayam di pangkuannya. "Darimana kau mendapatkannya?"

Si manis menunjuk ke arah pedagang kecil di pelataran, kemudian tersenyum senang. "Aku ingat sekali, Joong sangat menyukai dimsum ayam"

"Kau ingat..." Dia menjawab dengan halus, memakan satu persatu dimsum dengan perasaan hambar "Nine, terimakasih telah mencintaiku"

"Aku tak bisa berbuat banyak, aku melawan kehendak orangtuaku karena aku benar-benar mencintaimu. Sejauh ini, hanya itu yang bisa kulakukan"

Joong merasakannya lagi, ketentraman yang dia dapatkan dan sejak beberapa tahun terakhir dia rindukan. Seperti sengatan mendadak yang telah lama tertimbun, perasaan panik, rasa ngeri yang aneh akan ketakutan kehilangan sosok manis ini kedua kalinya. "Nine, kurasa kita harus belajar saling melupakan"

"Kau mengkhawatirkan kekasihmu?" Lelaki itu menenggelamkan wajah di lutut, sadar dia terlambat namun dia masih bertahan. "Joong, kau yang harus belajar menerima keadaan. Bahwa cintamu tak pernah untuk orang lain, hanya aku saja"

"Biarkan aku mencoba" Joong ikut tertunduk "kembalilah Nine, orang tuamu akan khawatir"

Dia dapat merasakan penolakan itu, meski tau Joong masih memiliki simpati untuknya. Dia sama sekali tak buta tentang perasaan, senyumnya terbit bak gelombang kuat menghantam karang. "Aku ragu, aku ragu kau bisa"

Jemari Joong saling bertaut membuat gestur memohon, nampak keputusasaan menyergap dirinya "aku tak akan melawan takdir, aku melihat dari segala macam sudut pandang. Jika kita melanjutkan hubungan kita, banyak orang yang akan terluka"

Keramaian taman kota semakin terlihat, suasana menjadi semakin tak kondusif. Nine hanya diam meringis dalam tangisan, dan Joong terus menerus menatap sekeliling. Dirinya tak nyaman, segalanya kacau dan bertubrukan. Dia meremas rambutnya dengan kedua tangan, melirik Nine sekali lagi.

"Kita berpisah disini" lelaki manis itu berdiri, mengusap pipi Joong dan tersenyum pahit "aku tak tau kau telah sejauh apa dengannya, tapi Joong. Kau harus tau, aku bahkan tak memikirkan lelaki lain selain mu"

"Nine... Semuanya telah ditentukan, takdir bahkan menentang kita"

"Kau mengacaukannya, janji untuk selalu bersama? Semua hanya omong kosong"

"Maafkan aku" bahu Joong bergetar, ada begitu banyak penyesalan "aku bersalah, tapi Nine... Aku tak akan membiarkan kesalahanku melukai orang lain"

"Aku terluka Joong, kenapa kau tak sadar juga?"

.
.
.
.
.

"Kau mencari kekasihmu?"

Sedikit terkejut, Dunk menatap sosok lelaki tinggi yang menghampirinya tiba-tiba. "Apa Joong ada didalam ruang ganti?"

Dew menggeleng, memainkan bola basket di jemarinya dan tertawa. "Kalian sudah resmi menjadi kekasih yah?" Dunk tak menjawab, dia hendak berlalu namun Dew lebih dulu menahan lengannya "dia tak ada didalam, lebih tepatnya tak ikut kelas hari ini"

Melihat ekspresi lelaki manis itu, Dew mengerti tentang kekhawatirannya.

"Tapi... Tadi, aku datang bersama Joong"

"Humm, dia hanya masuk sebentar lalu pergi"

"Lalu Pond?"

"Dia sudah pergi bersama Phuwin tadi, kekasihnya kan?"

Dunk mengangguk samar, perasaannya sangat kecewa entah atas alasan apa. Dia mencoba menyingkirkan pikiran buruk, berjalan lunglai keluar dari lapangan basket dengan langkah beriringan bersama Dew.

My Sweet Heart [Joongdunk]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang