10

1.6K 133 25
                                    

Satu tangan lentik menyapu permukaan nakas, menjumput satu lembar tissue. Dan langsung menyapu peluh di wajahnya, setengah sudah tau acara cumbuannya dengan sang kekasih berlangsung cukup lama membuat hampir kehabisan nafas.

Dan gilanya lagi, kini Joong sudah menjelajahi perutnya menjulurkan lidah sangat tamak. Dunk menggigit bibir, dengan mata sayu serasa ribuan semut menciptakan rasa geli di sekujur tubuhnya.

Awan gelap masih setia menemani air bening terjatuh dari langit, gemuruh suara tipis petir dari luar sana justru menenangkan situasi. Melodi indah berudara sejuk menyelimuti, tanpa sehelai benangpun kedua lelaki saling menyentuh intim dengan perasaan berdebar satu sama lain.

Perawakan manis nampak lugu terdorong hingga ke kepala ranjang, berusaha mendudukkan dirinya menikmati suara kecapan Joong di nipple nya. Serasa pria tampan itu telah menjatuhkan remah-remah nikotin dalam nafasnya, rasa candu menghirup lebih jauh di rasakan.

Pelan sekali, ujung jemarinya diam-diam menggoreskan tanda di punggung Joong. "Ahhh... Joong" tubuh itu bergetar hebat, sensasi gila yang kini dirasanya jauh lebih lembut dan memabukkan.

"Sayang..." Joong menegakkan posisinya, bibir Dunk yang begitu lembut kembali dilumatnya dengan pelan penuh afeksi menyenangkan. Tangannya perlahan memainkan kejantanan Dunk, mengusap pelan dan pelan. Cairan kental perlahan-lahan keluar, sedikit demi sedikit kewarasan telah hilang. "Baby..." Suara Joong sudah parau, terus memainkan milik Dunk menjadi sesuatu yang menarik.

"J-joong..." Matanya ditatap intens penuh perhatian, seolah Joong meminta dia mengucapkan cinta lebih banyak "ahhh..." Tangannya meremas bahu sang kekasih, sial... Kini terasa akan tenggelam. Cairan putih meleber di jemari sang dominan, jauh lebih indah dan luar biasa wajah putih manis menjadi memerah semu.

"Kau sangat cantik..." Joong menggigit bibir dengan kuat, air mata mulai di pelupuk matanya. Menjadi sakit seakan belati membelah dada, sesak tak tertahan dia menenggelamkan kepala di ceruk leher Dunk.

"Joong?... Kau baik-baik saja?"

Apa yang harus dia katakan? Bahwa dirinya membayangkan sosok lelaki manis di sisi dunia yang lain? Bahwa wajah Nine-lah yang terbayang sepanjang dia memuaskan pria manisnya?

"Joong?"

Dia menggeleng pelan, enggan menampilkan wajah bimbang nya pada sang kekasih. Seperti seekor anjing yang tersiksa dengan sayatan tajam, ketenangan hidupnya benar-benar sudah sirna. Jelas sekali, sesuatu yang hebat mendengung di telinganya. "Dunk, aku mencintaimu" suaranya bergetar.

"Joong? Apa yang terjadi? Hey.. lihat aku"

Wajahnya terlihat jelas, Dunk tau ada keraguan luar biasa. Joong menahan nafas, kepalanya pusing seketika. "Aku mencintaimu... Aku mencintaimu..."

Lantas mengapa ucapan itu terdengar menyakitkan? "J-joong?"

"Aku mencintaimu..." Ungkapan sama berulang kali tak berhenti, nafas pria tampan itu tercekat mengobrak-abrik seluruh indranya. "Aku hanya mencintai Nine..." Dia berusaha menyentuh bahu si manis dengan bergetar,

"Joong... Hentikan" sekarang Dunk paham, dia bukan pengganti. Dia hanyalah penutup luka yang akan segera disingkirkan, kesakitan jelas menggantung diwajahnya. "Tak usah dilanjutkan, istirahatlah..."

Samar-samar lelaki manis berjalan keluar dari kamar, mengenakan kaos kebesaran dan menarik pintu. Dimana dia akan meminta pertanggungjawaban atas segala rasa sakit? Sebuah kalimat pendek telah mengacaukan pikirannya. Nafasnya terengah menuruni anak tangga, hingga sampai didepan pintu rumah, pikirannya jernih begitu air hujan menyentuh kulit kepalanya.

Jantungnya berdetak kencang, wajahnya basah dengan air bening. Lebih deras, air menerpa tumbuhan. Plastik tanaman terapung, terhitung berapa jam telah berlalu dengan langit gelap.

.
.
.
.
.

Suara televisi begitu tenang, bunyi alunan musik dari salah satu acara menciptakan kesunyian tiba-tiba. Suara dentingan gelas dan sendok terdengar dari arah dapur, Dunk tak bergerak dari posisinya.

Pandangan mata kosong menatap meja ruang tengah, tubuhnya yang terbalut selimut hangat tak memberi rasa apapun. Dia hanya diam, hingga segelas cokelat panas terhidang diatas sana.

"Dunk... Minum ini dulu"

"Aku tidak haus, tak apa-apa"

"Tapi kau terkena air hujan, minum dulu sesuatu yang hangat" Joong memprotes sengit, "ayo minum.."

"Joong, aku akan meminumnya jika aku mau"

"Maafkan aku..." Angin sejuk telah menghapus segala ketakutannya, Joong menatap yakin sosok manis yang hanya diam menatap kosong "aku tidak sengaja mengatakannya"

"Bukan tidak sengaja.."

"Memang tidak sengaja, semuanya begitu tiba-tiba, aku.. aku..-

-kau mengatakan namanya, karena kau masih mengharapkannya"

Joong menatap keluar jendela, matanya penuh kekecewaan. Kekecewaan pada dirinya sendiri, begitu bodoh dan menyebalkan.

Hujan mulai berhenti, langit masih gelap. Dan udara diluar sana masih sangat sejuk, rerumputan basah kuyup. Televisi diruangan berbicara sendiri, tak ada lagi yang memulai pembicaraan.

"Bertahanlah lebih lama lagi..." Joong berucap tanpa menatap sang kekasih, seolah tau bahwa dia sendiri ragu akan ucapannya "aku pulang dulu, sampai bertemu besok"

Dunk hanya diam tanpa memberi tanggapan, memandang lama ke ambang pintu. Sekali saat sosok tegap menghilang, dia menunduk dalam diam. "Aku tak salah kan?, Aku... Aku hanya merasa ini menyakitkan." Dia berbicara pahit pada dirinya sendiri, dengan putus asa melawan kemungkinan. "Maaf, aku terlalu egois.."

.
.
.
.
.

Seharusnya Joong sudah sampai dirumah sedari tadi, namun sempat berbalik arah di perjalanan pulang membawanya ke pantai dalam kondisi hujan masih rintik-rintik. Hujan tak berkesudahan masih berlanjut, semuanya jatuh seakan langit menumpahkan kesengsaraan padanya.

"Nine..." Ucapan sendunya disertai isakan memantul di antara awan yang melayang rendah, tak peduli lagi dengan air hujan menerpa dia terus berjalan menyeret kaki diatas pasir putih.

"Apa yang harus kulakukan?, Aku sudah berusaha. Aku melakukan segalanya" suasananya semakin muram dipenuhi kepalsuan, berjalan percaya diri diatas kerinduan sangatlah menyakitkan. Mesin waktu seakan berhenti berputar, diam tak lagi bergerak.

Entah mengapa perpisahan menyakitkan bertahun-tahun lalu masih terasa tak nyata, semuanya mulai menyusut menjadi kenangan. Dia tau segalanya tentang lelaki manis menggemaskan luar-dalam, tak ada yang bisa dilepaskan.

Angin beraroma laut membawa udara segar, berapa lama lagi dia akan menunggu perasaan ini berhenti? Setahun? Lima tahun? Sepuluh tahun?. Joong menyarangkan wajahnya ke bawah, bahu tegap bergetar hebat.

Dia menyakiti orang lain dalam kegagalannya, demi apapun dia tak bisa terus disini selamanya. Terpuruk sendirian, menantikan perasaan semu tanpa harapan.

Namun beberapa saat Kedua bahunya di pegang erat, badannya terpaku. Hingga suara lembut menyapu indra pendengarannya.

"Jangan menangis, mari kita belajar lagi"

Joong tak bergerak sama sekali, dia menghela nafas panjang menatap langit buram. "Bagaimana jika aku gagal lagi, Dunk?"

"Maka kita akan memulai lagi segalanya dari awal, setidaknya kita masih punya keyakinan" Suara Dunk terdengar berbeda sekarang, lebih tegas dan kuat, seolah mengatakan bahwa ketakutannya telah hilang.

"Dunk.. maafkan aku"

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Jangan lupa tinggalin jejak kak, maaf masih berantakan makasih, udh mampir 🙏🏻

My Sweet Heart [Joongdunk]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang