Perjalanan menuruni bukit yang terjal menjadi momen yang menjengkelkan, sepetak rumput sudah jelek dan menguning bekas injakan kaki pengunjung yang lain. Keempat lelaki saling berjarak dengan pasangan masing-masing, tepat di atas bukit mereka kembali menjejal batu di penurunan.
"Mau tidur saja dirumah" Phuwin menguatkan pegangan pada leher kekasihnya, sudah beberapa langkah dia di gendong "huwaa.. mau pulang"
"Sabar sayang, sebentar lagi kita sampai"
Jalanan dibawah bukit telah menghitam tertutup lumpur, pelan-pelan Pond menginjakkan kaki dengan hati-hati.
"Sayang, sini ku gendong juga" Dunk menggeleng, mengusap bahu kekasihnya dan terus berjalan. "Ayolah, Phuwin bahkan digendong dari tadi. Kenapa Dunk tak mau?"
"Tidak usah, jalannya terjal, Joong akan kesusahan"
Dia menghela nafas panjang, menyamai syal di leher Dunk agar tertutup lebih rapi. Keduanya saling menggenggam tangan, kawasan perkemahan nampak semakin dekat. Tepat ke-empatnya berhenti, matahari mulai terbenam.
"Woahhh..." Phuwin berjalan lurus, hingga ke pinggir tebing "demi apa, aku tak menyangka akan seindah ini"
"Phu.. ayo mengambil gambar bersama" ujar Dunk mendapat anggukan antusias, hingga kamera dipegang oleh Joong. Keduanya memeluk khas ala orang ber swa-foto, "ini.. ini, tangannya begini"
Mereka berdua repot saling memperagakan bentuk hati, dan memeluk riang setelahnya. "Nah.. bagus"
Joong menyerahkan handphone milik sang kekasih, kemudian menyusul Pond untuk mendirikan tenda mereka.
"Hei.. bagaimana hubunganmu dengan Dunk?" Tumpukan kayu bakar baru saja di letakkan, dan Joong segera duduk di dekat sahabatnya.
"Seperti yang kau lihat"
Pond tertawa pelan, memangkas batang kayu menjadi lebih pendek. "Kurasa kau sudah melupakan seseorang dimasa lalu"
"Begitukah?"
Disana sahabatnya mengangguk, mengambil kertas dan menyalakan korek api. "Bagaimana menurutmu? Perasaanmu saat bersama Dunk?"
"Biasa saja..."
"Brengsek kawan, kalian sudah berjalan lebih sebulan." Ada kecaman dalam nada suaranya, Pond menggeleng miris "ayolah, pastikan dengan baik"
Sepertinya dia harus mencoba lagi, seorang lelaki manis yang tersenyum di ujung tebing begitu indah menutupi matahari tenggelam. Hanya dia saja, menjadi bodoh dan keras kepala. "Kadang-kadang aku bertanya dalam hati" katanya termenung "sampai kapan Dunk akan bertahan bersama lelaki bodoh seperti ku?"
"Nah iya, sebelum dia meninggalkan mu, kau harus membenarkan posisi otakmu ini" jari telunjuk Pond mendorong kepala Joong tak manusiawi "awas saja Phuwin menangis karena Dunk bersedih, aku akan membunuhmu"
"Sial..." Cicit Joong membenarkan posisi kayu bakar
"Phuwin sayang... Cepat kemari"
Joong menggeleng frustasi, adiknya berlari mendekat ke arah mereka. Duduk saling berdampingan dan tertawa lepas, dia hanya bisa menghela nafas berjalan mendekati kekasihnya. "Fotonya bagus?"
"Humm..." Dunk tersenyum lebar "bagus kan?"
Dia menyimak dengan fokus, posisi foto kekasihnya yang cantik "bagus sekali, ayo ke tenda. Hari sudah gelap"
Kedua tangan lelaki itu saling terjalin, berjalan riang mendekati tenda mereka. Duduk di depan sana dengan posisi yang terbuka, angin sejuk semilir menenangkan keduanya.
Samar-samar terdengar tawa dari sepasang kekasih yang berjarak cukup dekat dari keduanya, Dunk hanya menyimak pemandangan malam dan lalu-lalang pengunjung lain yang membangun tenda.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweet Heart [Joongdunk]18+[END]
Fanfiction"Jangan menangis, mari kita belajar lagi" Joong tak bergerak sama sekali, dia menghela nafas panjang menatap langit buram. "Bagaimana jika aku gagal lagi, Dunk?" "Maka kita akan memulai lagi segalanya dari awal, setidaknya kita masih punya keyakinan...