24

1.5K 114 22
                                    

"Joong... Dengarkan aku..."

Dia menghempaskan tangan lelaki manis yang menarik lengannya, wajah yang tak ramah. Sekali lagi Joong mengangguk pelan diiringi helaan nafas lelah, kekacauan bergulir memasuki kehidupannya "Nine, maaf... Maaf jika dulu aku mengharapkan mu. Maaf jika dulu aku selalu berdoa agar kau kembali, maafkan aku. Saat tuhan menjawab doaku...." Joong mengatupkan bibir menahan seluruh tangisan pilunya dalam diam, sontak tangannya bergetar menutup dahi "aku yang tidak menginginkan mu lagi, seseorang yang baru telah hadir. Aku tak bisa membohongi perasaanku, aku sangat mencintai Dunk. Tapi sekarang apa? Dia meninggalkan ku"

"JOONG, AKU ADA DISINI... APA KAU TAK MELIHAT KU" teriakan Nine membuatnya terenyuh, jelas ada kesakitan dari ambisinya "sekarang Dunk meninggalkanmu, kenapa kau tidak mencoba kembali padaku... Hiks.. Joong, kau hanya sedang bingung"

"Bingung kenapa Nine?" Suaranya melunak, mengusap rambut legam lelaki manis itu dengan penuh pengertian "aku benar-benar jahat sekarang, Dunk menanggung segalanya sendirian. Karena keegoisanku, dan karena mu"

"Lalu bagaimana dengan hubungan kita? Aku serasa ingin mati saja, aku tak memiliki siapapun..."

"Kau memiliki orang tua, mereka mengkhawatirkan mu Nine. Jangan libatkan dirimu lagi dengan kehidupan ku"

"Aku sudah mengusahakan semuanya" dia tertunduk, bahunya bergetar "semuanya sudah sangat berubah, aku mundur..."

"Nine..." Joong memeluknya erat, seakan memberi tahu semua harapannya yang begitu tinggi "aku memimpikan kehidupan bahagia denganmu, tapi dengan cerita yang berbeda. Aku selalu mengharapkan kebahagiaan, untukmu... Untukku juga"

Erat sekali, Nine tak melepaskan pelukan itu. Tangisannya kuat, matanya tak bisa berbohong perihal kekecewaan. Lalu-lalang pejalan kaki di sepanjang lantai semen sekitaran taman menatap prihatin pada mereka, kentara sekali bahwa penderitaan menerpa keduanya.

Dunk terdiam di ujung taman, sepanjang lantai semen orang-orang berjalan melewatinya. Tanpa pergerakan apapun hatinya sudah cukup hancur, tanpa harapan apapun dia mencoba untuk membalikkan badannya.

"Aku lambat sekali yah?"

Dia menatap lelaki tinggi yang kebingungan, terlebih Dew menggenggam dua cup eskrim. Matanya melembut dan menggeleng, wajahnya sama sekali tak terlihat bahagia.

"Ada apa? Kau jadi lemas begini?" Bagaimana tidak heran, sedari tadi dia mengikuti Dunk dan memaksa lelaki manis itu menerima traktiran darinya. Meski Dunk terus menerkamnya dengan kata-kata makian, Dew tak peduli berangsur datang membawa cup di kedua tangan.

"Aku mau pulang..."

"Sini kuantar.."

Dunk mengangkat bahu berjalan lurus, tak protes lagi saat lelaki tinggi itu terus menguntit dibelakangnya. Pemandangan yang dilihatnya selang beberapa saat yang lalu membuat segalanya menjadi semakin rumit, entahlah... Terkadang dia berharap Joong masih berusaha memperjuangkan hubungan mereka.

Namun, lelaki itu nampak sudah terima dengan keadaan dan berusaha belajar mencintai Nine kembali. Ataukah sedari dulu memang yang dicintai Joong hanya Nine? jadi Lelaki itu mati-matian tak ingin berakhir dengannya hanya karena rasa kasihan. Dunk tertawa renyah, seolah menertawakan dirinya sendiri. Membawa perhatian dari Dew yang menepuk bahunya, tatapan lelaki tinggi itu sangat khawatir.

"Kau baik-baik saja?"

Si manis mengangguk pelan, merasakan angin menerpa wajahnya. Di kisaran jarak yang cukup dekat orang-orang berlalu lalang, matanya sendu memikirkan tragedi menyakitkan dimana hubungan yang telah diimpikannya berakhir "apa aku terlihat baik-baik saja?"

"Dunk, katakan padaku. Apakah sesuatu baru saja terjadi?"

"Humm, aku tak bisa melupakan Joong"

Hatinya terbakar nyeri, bagaikan duka tak berhenti. Dia nyaris tersungkur berkali-kali saat berusaha melupakan lelaki itu, pencipta bahagia sekaligus luka. Telah lama harapannya berakhir, namun mengapa dadanya masih nyeri melihat pemandangan tadi.

"Mantan kekasihmu yah?"

Pertanyaan panjang tanpa jawaban, langkah kaki Dunk beranjak lebih jauh dari tempat semula. Sejenak tubuhnya kembali berbalik, Dew menatapnya dalam kebisuan panjang

"Aku pulang yah, jangan ikuti aku lagi..."

Entah kepergiannya memberikan rasa tak nyaman pada Dew atau tidak, sudah tak peduli lagi. Wajahnya begitu datar menyusuri trotoar jalan raya, tak dapat berbohong bahwa dia merasa kesakitannya tak memiliki timbal balik.

Bus tiba di halte, hingga dia berlari sekencang mungkin kemudian terhenti di sisi jalan dalam keadaan cego, matanya melirik bus yang mulai menghilang berangsur pada lelaki tampan yang menatapnya dengan begitu banyak harapan.

"Dunk.. dengarkan aku, aku mohon"

Terasa sudah sejak lama "aku berhenti, aku mohon jangan membicarakan hal tak penting padaku..."

"Apakah keberlangsungan hidupku tak penting?"

Dia mengangkat wajahnya, menatap Joong seolah mengatakan kesakitannya tak terbatas "Joong, hentikan.."

"Aku masih berharap Dunk..."

Si manis mengangguk melengserkan tangan Joong yang menahan lengannya, tak dapat dipastikan apa yang sedang lelaki itu inginkan "aku tak ingin berharap banyak hal, semuanya sudah selesai. Kau bisa bertemu dengan cinta sejati mu sesuka hati, Joong... Bukankah selama ini aku adalah penghalang?"

"Ya kau penghalang" seketika lelaki muncul di antara mereka, Dunk tak tau jelas siapa. Namun dapat dipastikan Joong kenal dengan orang itu, dia sedikit memberi jarak.

"Rain? Kenapa kau bisa ada disini?"

"Joong, sadarlah... Nine tak baik-baik saja"

"Aku sudah bicara pada Nine"

"Tapi aku tidak setuju" Rain bersedekap, menatap kesal pada Dunk "siapa cinta pertamamu? Orang yang membuatmu menunggu, kau berjanji akan menjaga perasaanmu. Aku berharap banyak Joong, jangan sia-siakan Nine hanya karena rasa kasihan mu padanya.."

Dun tertawa hambar, menahan air di pelupuk matanya dan menatap ke arah lain. "Dia bisa pergi, dia bisa kembali. Aku sudah lama melepaskannya, jika dia tak mau.... Itu masalahnya, bukan masalahku"

"Sadarlah jalang, kau merebut milik orang lain. Yang bahkan jauh bertahun-tahun sebelumnya mereka telah bersama, kau apa? Anak kemarin sore" maki Rain, wajahnya jelas terpancing emosi

"Rain aku mohon berhenti, jangan memperkeruh suasana. Nine sendiri paham dimana batasannya, kenapa sekarang kau yang berlebihan?"

"Karena aku tau anak itu menahan semua kesakitan untukmu"

Dunk menghela nafas panjang, menatap dua lelaki itu bergantian kemudian mundur beberapa langkah "sudah yah, jangan libatkan aku lagi dalam drama panjang ini. Selesaikan masalah kalian tanpa melibatkan ku, aku mohon"

Apa ini adil? Setelah mengorbankan kekasihnya dia harus tetap menanggung luka hanya karena ikatan tak masuk akal yang berantakan. Demi apapun Dunk sudah sangat muak, dia membalikkan badannya dan berjalan cepat meninggalkan tempat itu.

"Rain, berhenti yah. Sebelum aku benar-benar berbuat kasar, aku mohon" Joong meremas rambutnya dengan frustasi, matanya begitu memohon "Dunk menanggung banyak penderitaan hanya karena kepulangan Nine.."

"Kupikir dulu itu adalah harapanmu Joong, menunggu Nine pulang dan melanjutkan hubungan kalian"

"Segalanya telah berubah" Joong berkata tegas, jelas sekali dia kelelahan "entah berapa kali maaf yang harus ku ucapkan, tapi aku bersedia egois hanya untuk perasaanku. Aku mencintai Dunk, apa kau masih tak mengerti?"

"Kau akan menyesal..." Rain menatap bengis.

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Jangan lupa tinggalin jejak kak maaf masih berantakan makasih udh mampir 🙏🏻

My Sweet Heart [Joongdunk]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang