Beberapa hari terakhir selalu hujan, setiap Dunk menyelesaikan mata kuliah pasti akan menunggu Joong menjemputnya di fakultas. Karena lelaki itu sudah menjadi kekasihnya, Dunk lebih banyak menghabiskan waktu dengan Joong ketimbang Phuwin. Bahkan sahabatnya itu memiliki banyak waktu untuk berduaan dengan Pond saja, alhasil dia tak terlalu ambil pusing dan enggan untuk menganggu.
Sekitar dua jam lebih dia menunggu di taman luar, tempat berteduh cukup luas. Dia tak membawa payung, tangannya menangkap air hujan untuk menyingkirkan kebosanannya. Setelah Beberapa saat jendela mobil putih nampak terbuka, kekasihnya menengok dengan khawatir.
"Sayang, ayo cepat masuk"
Dunk menatap langit, suara hujan membuat teriakan Joong menjadi tak jelas. Lelaki tegap itu berlari keluar dari mobil, menarik simpatinya. Joong menenteng payung kemudian berdiri tepat berdampingan, sebagaimana dia melihat wajah tampan itu setiap hari tak pernah berubah. "Kenapa kau turun?"
"Aku menyuruhmu naik ke mobil, kau tidak dengar"
Dunk tersenyum tipis, dia melihat kekasihnya sangat lucu sekarang. "Aku hampir tak mendengarkan suaramu"
"Hujannya deras" telaten sekali, payung sudah menutupi kepala mereka. Joong menggenggam tangan kekasihnya, melewati hujan dan membukakan pintu mobil membiarkan Dunk masuk duluan kemudian menyusul. "Ckk..."
"Bajumu basah?"
Joong menggeleng, menyampirkan payung di bawah kursi pengemudi. "Bagaimana denganmu?"
"Tidak juga" Dunk mengangkat kepalanya, melihat kaca mobil yang berkabut. Hujan sangat deras, keduanya saling menatap dalam diam. "Apa kita pulang saja, sekarang?"
"Tunggu hujannya reda dulu yah, aku tidak terlalu suka berkendara dengan hujan sederas ini."
Si manis nampak paham, dia melihat sekeliling mobil. Jendela kaca, kotak tissue di depan mereka, hingga tangannya memainkan salah satu laci menengok penasaran apa isinya.
"Bagaimana mata kuliahnya?"
"Baik..." Kombinasi perasaan aneh yang menyebalkan, Dunk bahkan telah resmi menjadi kekasihnya. Mengapa kecanggungan ini seakan membuatnya kaku, bergulung-gulung diantara banyak pertanyaan.
"Sayang..."
"Humm?" Sedetik dia terperangah, wangi yang menyebar dari tubuh kekasihnya mulai terasa.
Joong mendekatkan wajah pada sosok manis, nafas keduanya begitu dekat. Seharusnya dia bisa menyalurkan perasaan cinta begitu mudah, namun entah mengapa ada semacam keraguan yang menjalar dalam benaknya.
"Dunk..."
"Iya... Kenapa?"
"Bagaimana jika aku tak berhasil mencintaimu?"
Sial, cekungan rapuh seakan meremukkan tulangnya. Dunk hanya diam, menunggu perkataan selanjutnya terlontar dari mulut sang kekasih.
"Dunk?"
"Aku tau posisi ku" dia sedikit ciut, mengulum bibirnya menyembunyikan kepedihan. "Jangan terlalu khawatir, untuk saat ini kita akan mengusahakannya. Dan jika kau tak bisa, aku akan menyerah" satu telapak tangan menyentuh dada Joong, menatap sangat dalam. "Aku tak akan memaksa mengendalikan segalanya, kau tetap punya hak untuk perasaanmu sendiri"
Joong sedikit tenang, menyampirkan tangan ke jok belakang. Sebuah kotak segi empat, berhiaskan pita emas dah bunga kecil lalu hati berwarna merah. Dunk sedikit termangu, namun tetap memangku benda itu.
"Ayo, buka.."
"Dalam rangka apa, kau memberikan hadiah ini?"
"Itu bukan hadiah, hanya kudapan kecil"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweet Heart [Joongdunk]18+[END]
Hayran Kurgu"Jangan menangis, mari kita belajar lagi" Joong tak bergerak sama sekali, dia menghela nafas panjang menatap langit buram. "Bagaimana jika aku gagal lagi, Dunk?" "Maka kita akan memulai lagi segalanya dari awal, setidaknya kita masih punya keyakinan...