Malam-malam panjang sama seperti hari-hari sebelumnya, kali ini Joong memutuskan untuk keluar berjalan menyusuri trotoar ke arah cafe di ujung jalan. Redup lampu menyinari langkahnya, detik demi detik menjadi luka tanpa penawar. Aroma hangat sup kaldu ayam, ditemani suara obrolan ringan pengunjung yang tak seberapa banyak.
Joong menyampirkan jaket di bahunya, berangsur pelan memasuki kedai itu. Matanya melembut, tak ada yang berubah sejak terakhir kali dia membawa Dunk ke tempat ini.
"Silahkan pesananmu nak?"
Dia membalikkan badan, cukup terkejut dengan kehadiran seorang lelaki tua di jendela kotak kecil tempat orang-orang memesan sup kaldu. "Tolong satu porsi, dengan teh jahe"
Tak ada sahutan lagi melainkan anggukan pertanda setuju, Joong menyimak sekitaran kedai mencari tempat duduk kosong. Sampai di meja paling sudut dia menyaksikan segalanya, orang-orang tua berkumpul dan bercengkrama hangat. Dia tersenyum dengan mata berair, murni sekali.
Lampu tua dengan laba-laba membuat sarang disana, hiasan kuno di dinding kayu sebagai perumpamaan betapa tempat ini telah lama dan bersejarah. Bahkan sejak dahulu dia dan Phuwin libur sekolah, Daddy dan Mommy-nya akan membawa ke tempat ini.
Air matanya jatuh, dada tegap itu sesak luar biasa. Sekali lagi, dia harus menerima kenyataan bahwa kini lelaki manis yang pernah dibawanya kemari telah lenyap membawa harapannya. Semangkok sup hangat dengan udara menggelepar keluar menerpa wajahnya, dia mengangkat dagu dengan tatapan sedih pelayan tua itu duduk berhadapan.
"Apa kau baik-baik saja nak?"
Joong menahan, menunduk dan menangis hebat. Perhatian total tertuju padanya, para pengunjung mendekati meja itu. Dia mengangkat wajahnya lagi, begitu berantakan dan semu.
"Anak muda, apa yang terjadi? Kau putus cinta?" Oceh salah satu pengunjung paruh baya, Joong mengangguk mantap.
"Ya tuhan..."
Tawa menggelegar, kumpulan orang-orang tua mengelilingi mejanya. Seolah ingin lebih akrab dan menghibur, mereka larut dalam ocehan lucu membuat Joong tersenyum hangat menyuapkan kuah kaldu dalam mulut.
Tatapannya satu-persatu menyimak wajah-wajah penuh pengalaman, dia sendiri diam mendengarkan obrolan. Matanya mendadak bergetar akan rasa haru, seorang lelaki tua menggapai bahunya dan meremas "percayalah nak, badai akan berlalu"
"Benar... Bahkan jika kau tak bisa bersamanya lagi, tuhan telah menyiapkan pengganti yang lebih baik"
Tak segampang itu namun Joong berusaha tersenyum "terima kasih paman..."
"Ini pertama kali aku melihat seorang pemuda yang menangis di kedai ini, aku hanya tertawa. Karena biasanya kedai kami hanya di datangi orang-orang berumur, apa kau sering kesini nak?"
Dia menggeleng pelan, mengamati satu-persatu wajah orang disana "terakhir aku kesini, bersamanya.."
"Mantan kekasihmu? Yang membuatmu menangis?"
"Aku melihatnya, aku mengingat wajah tampan pemuda ini. Dan kekasihmu sangat manis, kenapa kalian berakhir?" Pemilik kedai menyuguhkan secangkir teh jahe dan ikut duduk, Joong merasa semakin gugup.
"Ada kesalahpahaman..."
Orang-orang itu tertawa kecil dan menggeleng, seolah memperkuat kenyataan perihal kebodohannya "kenapa hanya diam nak? Katakan dan jelaskan semua ini pada mantan kekasihmu"
"Dia tidak mau dengar, melihatku saja tidak mau..."
"Hey paman Sam... Ada pelanggan"
Joong menghela nafas panjang, pemilik kedai beralih dari tempat duduk ke arah dapur. Entah mengapa wajah gundahnya jadi pemandangan menarik bagi para orang-orang tua, dia menjatuhkan kepala di atas meja. "Aku ingin mati saja rasanya, bahkan aku tak pernah pergi ke universitas lagi"
"Woahh, ini hanya karena cinta. Kau meninggalkan pendidikan mu?"
Miris sekali bukan? "Tapi paman, cinta adalah alasanku untuk tetap hidup"
"Anak zaman sekarang..."
Paman Sam mengambil celah di antara kerumunan, matanya melirik Joong yang tak bersemangat "hey anak muda, mantan kekasihmu ada disini"
Serempak kumpulan orang-orang itu berbalik kearah meja lain, sesosok lelaki manis termangu. merasa jadi aneh, Dunk meneguk saliva dan menyuapkan sup kaldu dengan tangan Tremor.
"Bajingan kecil, apa itu mantan kekasihmu?"
Tak ada siapapun disana, Joong menghilang di tengah kerumunan para orang-orang tua. Mereka saling menatap sangat bingung, kemana pemuda pengecut tadi?
"Apakah kau benar-benar kembali?" Joong menunduk dalam, tubuh tegapnya bersandar di dinding kayu kedai tua itu. Di depan pintu utama air matanya mengucur deras, dapat dengan jelas melihat sosok manis yang dirindukannya menyeruput semangkok sup kaldu didalam sana.
Itu hampir sama, kesedihan yang serupa. Sambil sesegukan dia tau Dunk sedang menangis tanpa suara, dia menjadi semakin khawatir. Orang-orang tua didalam sana nampak menatap mantan kekasihnya, ingin rasanya berlari memeluk tubuh mungil itu.
"Sup kaldunya enak sekali, darimana Joong tau tempat ini?"
"Enak kan? Kita akan sering kesini"
"Maafkan aku..." Cicit Joong sangat pelan, air matanya tak berhenti. Udara dingin di larut malam menghampiri, dia sedikit menengok ke sisi jalan yang sudah sepi. "Apa dia datang sendirian?"
Hembusan angin semakin riuh, air matanya tertahan. Beberapa menit berlalu dalam kesunyian, Joong memainkan kakinya tersaruk diatas tanah kering depan kedai. Pintu terbuka, dia sedikit terkejut kala sosok manis muncul menyembunyikan tangan disaku Jaket. Nampak si manis menatap langit dengan helaan nafas lelah, wajah cantik itu tak dapat berbohong bahwa ia dalam kondisi tak baik.
"Dunk..." Perlahan tubuhnya berjalan gontai ke arah pemuda manis.
"Joong? Kau ada disini?"
Aroma strawberry menyeruak terbawa angin, mata lelaki tegap itu bergetar. Ada yang salah dengan hatinya, bercampur aduk akan perasaan rindu dan kesunyian mutlak di akhir-akhir waktu ini. Dia sedikit ragu, namun akhirnya menatap mata lentik itu dengan haru.
"Bagaimana belakangan ini? Apakah kau dan Dew baik-baik saja?"
Beberapa hari berlalu, kebenaran bahwa lelaki tampan itu tak pernah muncul lagi membuatnya sangat asing dan aneh. Dunk sendiri tak paham apa yang diinginkan hatinya, sekarang kehadiran sosok itu bagai penyembuh rindu yang luar biasa.
"Kami baik..." Dia menyahut tanpa berani menatap wajah tampan Joong, mereka kembali diam tanpa memulai pembicaraan. Hingga tangannya di genggam barulah Dunk sadar, perasaannya tak pernah habis untuk orang ini.
"Aku menghentikan pendidikanku disini, Dunk... Secepat mungkin, aku akan kembali dengan perasaan yang sudah hilang. Aku tak bermaksud membebani siapapun, termasuk Dew." Joong nampak menahan isakan nya, jelas dari tangannya yang bergetar "untuk sekarang aku akan pergi"
Dunk tak berkata apapun, diam tanpa ekspresi melainkan air mata yang sama. Tanpa menyamarkan perasaan luka, tangannya ikut menggenggam.
"Maafkan aku..." Tangisan Joong pecah sudah, tangannya menghempas kosong di udara. Seakan ingin menyentuh wajah manis itu, namun hanya sesak di ujung nafasnya. Dia menghormati segalanya, pilihan Dunk untuk berakhir hingga perasaan Dew yang tentu begitu tulus dibanding dirinya. "Maafkan aku..." Suara berat itu terbata-bata, tangan mereka masih menggenggam di akhir pertemuan.
"Joong... aku mohon jangan pernah kembali hingga perasaanku selesai"
.
.
.
.
.
.
.To be continued
😭 Joongdunk my heart 💔
Maaf yah lama pending, mikir alurnya kesusahan🙏🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweet Heart [Joongdunk]18+[END]
Fanfiction"Jangan menangis, mari kita belajar lagi" Joong tak bergerak sama sekali, dia menghela nafas panjang menatap langit buram. "Bagaimana jika aku gagal lagi, Dunk?" "Maka kita akan memulai lagi segalanya dari awal, setidaknya kita masih punya keyakinan...