Hujan mulai reda, balon kuning kembali terbang mencoba melarikan diri dari tangannya. Sejenak lelaki manis itu memegang seutas tali dengan gemetar, kekasihnya tak kunjung kembali.
"Apa Joong sudah pulang?" Dia berjalan pelan ke depan, mencoba meninggalkan tempat duduknya dengan perasaan gundah luar biasa "apa Joong sedang dalam perjalanan kesini yah"
Balon kuningnya tertiup-tiup angin, menyusul derap langkah begitu heboh kearahnya. Mendekap dengan kuat, sangat erat Phuwin memeluknya tanpa membiarkannya bernafas bebas. "Hiks... Untung ada balon ini, ramai sekali..." Suara Phuwin terdengar parau
"Phu?..."
Tangan sang sahabat begitu gelisah menelusuri permukaan wajahnya. "Kau kedinginan, wajahmu pucat sekali. Ayo pulang..."
"Tapi, Joong?"
Baiklah, Phuwin tau sahabatnya sudah bodoh total. Memperlakukannya dengan penuh perhatian, Phuwin mengusap bahu itu "dengar yah, kekasihmu yang brengsek meninggalkan mu disini. Dia Pergi menemui separuh hatinya" nyaris tertawa, Phuwin menunduk dan kembali menepuk bahu Dunk kedua kali "apa kau mengerti?"
"Separuh hatinya? Nine?"
"Aww... Ternyata kau tak sebodoh itu"
Dunk meredup, ada raut kekecewaan yang jelas tak bisa disembunyikan. Matanya memanas, tubuhnya baru bergetar sekarang. Rasa dingin menusuk tulang sangat jelas, dia memeluk Phuwin dengan tangisan hebat. "Aku akan mundur Phu, aku serius..."
Sahabatnya tak menjawab lagi, segala kebimbangan dan kesakitan memperjelas segalanya. Ini semacam keputusasaan mutlak, menggerogoti jiwanya. Mengikis sedikit demi sedikit, bagai hatinya telah bertahan lama terkikis kesakitan yang terus beterbangan. Dunk bisa merasakan kenyataan ini mengelupas hatinya, kebahagiaan dan keyakinannya telah hancur.
"Ayo pulang, kau kedinginan..."
.
.
.Secangkir coklat panas tersuguh di atas nakas, Dunk masih duduk dengan posisi selimut menutupi seluruh badannya. Sedangkan Phuwin duduk disampingnya, tanpa sepatah katapun seolah keduanya berusaha menimbun fikiran buruk sangat dalam.
Dalam ketenangan penuh kesakitan, sejak dunia menjadi lebih cerah. Melihat dengan matanya dari segala sisi membuatnya semakin sering kecewa, pada saat kebodohan merajalela dimana rasanya rela mati demi cinta. Jantungnya mengambang kepermukaan, belajar lebih rasional perihal hati dan perasaan. Wajah pucat nya tenang, namun ada sesuatu di matanya.... Keputusasaan.
"Aku berhenti Phu..."
"Aku sudah lama menantikan mu mengatakannya"
"Aku tak ingin tau apapun lagi, aku benar-benar berhenti"
Phuwin menunduk, ini serius. Dia bisa melihat akhir dari harapan menepi di permukaan, sadar akan kegundahan yang telah lama dipendam sahabatnya adalah kebinasaan bagi hatinya.
"Joong tak pernah mencintaiku, maafkan aku terlalu memaksa"
Tak ada yang bisa dikatakannya lagi untuk membuat Dunk merasa lebih baik, merasa dekatnya perpisahan abadi yang sudah lelaki manis itu rencanakan. Dia semakin kalut dan terdesak, hatinya menolak untuk menerima kenyataan. "Jangan tinggalkan aku..."
"Hei... Aku tidak pergi, aku bukan pecundang." Kata Dunk berusaha tersenyum
"Berjanjilah padaku, kita akan tetap bersama. Aku tau kakakku brengsek, tapi aku mohon Dunk... Jangan membenciku"
"Tidak dong, jauh sebelum Joong aku bahkan lebih dulu mencintaimu..."
Keduanya tertawa kencang, saling memukul lalu memeluk dalam tangisan kuat setelahnya. Kegilaan macam apa? Hubungan rumit dari kakaknya menjadikan sang sahabat sebagai korban. Dia mutlak terkurung dalam rasa bersalah yang begitu dalam, Phuwin tau jelas segalanya butuh penyelesaian. "Jangan lagi yah, tak ada yang boleh menyakiti Dunk"
.
.
.
.
."Bagaimana perasaanmu sekarang?"
Nine diam, menghela nafas panjang dan menoleh ke arahnya tanpa ekspresi apapun
"Nine, aku mohon. Aku harus pergi..."
"Aku benar-benar tak tau jalan pikiranmu"
"Aku yang tak tau jalan pikiranmu" Joong memegang pinggiran ranjang pasien dengan gusar, terlihat tak baik-baik saja "aku meninggalkan Dunk, aku khawatir kau benar-benar bunuh diri. Kenapa melakukan hal seperti ini?"
"Karena kau meninggalkanku..."
"Nine.. aku mohon.."
"Aku juga mohon, aku tak ingin kembali pada orang tuaku. Aku muak Joong, muak... Aku gay, dan mereka tak bisa menerimanya. Aku hanya mencintaimu, tidak bisa mencintai orang lain"
Joong menghela nafas lelah, guratan wajahnya putus asa tak terhindarkan. Dia menangis, itu tak terbantahkan lagi. Segala macam perasaan bersalah menyerang hatinya, dia meninggalkan Dunk sendirian. Dia membuat Nine ada di situasi terpuruk karena keputusannya untuk berhenti, lantas bagaimana dia akan mempertanggungjawabkan segalanya?
Ingin memilih satu saja, dia telah mencintai Dunk. Namun rasa khawatir kerap kali membuatnya hilang kewarasan, ini hanya tentang ketakutan akan tindakan cerobohnya. Bagaimana jika Nine benar-benar mati karena keputusannya? Sial, ini menjadi rumit.
"Ayo pikirkan dengan baik, aku tak bisa apapun lagi Joong. Aku hanya ingin bersamamu, tak peduli lagi dengan larangan orang tuaku. Bukankah seharusnya kau merasa bersyukur? Aku kembali..."
"Kita sudah pernah membicarakan ini, kita sudah berjanji untuk saling melepaskan"
"Nyatanya aku tidak bisa, kau mau aku bagaimana?"
"Nine, aku menyayangimu. Tapi bukan sebagai seorang kekasih lagi, hanya... Ini hanya sebatas" Joong menunduk dalam, rasanya sangat kecewa dengan kejadian sepanjang hari ini "sebatas teman saja, Nine. Semuanya sudah berhenti sejak lama, aku mohon..."
"Kau begitu mudah mengatakannya, kau pembohong..."
Dunk yang manis, kekasihnya telah banyak menerima penderitaan. Singkat saja dirinya tak pantas untuk Dunk, bahkan dari sekian banyak kesakitan yang dia ukir pada hati lelaki manis itu tak pernah sekalipun Dunk mencoba memojokkannya.
"Aku tak akan mendapatkan seseorang seperti Dunk lagi.." dia berkata pelan, mencoba membuat nine paham dengan situasinya "Dunk, tak akan pernah tergantikan"
"Kau mengatakan hal yang sama tentang ku, dan sekarang Dunk sudah menggantikannya"
"Dia tidak egois Nine, dia menahan semua kesakitannya hanya karena ku. Dia melakukan segalanya, dia memberikan apapun yang dia bisa. Dan dia tak pernah mempermasalahkan apapun, dia melakukan segalanya untuk membuatku tenang..." Joong merasakan hatinya nyeri, ini kenyataan. Seluruh yang diucapkannya tentang Dunk adalah kenyataan, dia terpuruk "aku akan menemui Dunk..."
"Pergi saja, aku sudah muak. Kau tak akan pernah mau kembali denganku, percuma semua sandiwara ini" Nine menatap sengit "dan Dunk tak akan pernah mau kembali denganmu, kau akan paham... Hanya aku satu-satunya yang menerimamu, hanya aku"
.
.
.
.
.
.
.To be continued
Jangan lupa tinggalin jejak kak, maaf masih berantakan, makasih udh mampir 🙏🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweet Heart [Joongdunk]18+[END]
Fiksi Penggemar"Jangan menangis, mari kita belajar lagi" Joong tak bergerak sama sekali, dia menghela nafas panjang menatap langit buram. "Bagaimana jika aku gagal lagi, Dunk?" "Maka kita akan memulai lagi segalanya dari awal, setidaknya kita masih punya keyakinan...