Joong menunduk dengan resah, mengusap berkali-kali dahi kekasihnya dengan handuk dingin. Kemudian kembali meneliti wajah manis yang terlelap, senyum kecilnya terbit.
"Dunk..."
"Ssttt...." Seketika wajahnya linglung, sang adik terburu-buru duduk di pinggiran ranjang menyaksikan sang kekasih.
"Dunk kenapa?"
Pond ikut muncul menenteng buah-buahan, dan meletakkan di atas nakas.
"Dia memakan dimsum ku"
Phuwin menahan nafas dan menunjuk kakaknya dengan kesal, "sudah kubilang kan, jangan berikan dimsumnya pada Dunk"
"Kupikir kau hanya bercanda"
"Sial, bodoh.. Bahkan Dunk tak menolak sama sekali? Bucin sekali..."
Pond tertawa pelan, mengamati kedua saudara itu saling menyalahkan. "Kau sudah membawanya periksa?"
"Humm, ini obat-obatannya"
"Jika orang tua Dunk kembali, mereka akan kaget melihat keadaan anak mereka" kata Phuwin menyimak satu persatu pil di tangannya "tapi mereka jarang pulang sih, kau aman"
"Aku akan menemani Dunk disini, sampai dia sembuh"
"Tidak kawan" Pond menepuk bahunya dengan wajah prihatin "aku takut Dunk tak sembuh jika kau terus disini, aku tak bisa membayangkannya"
"Pond benar, kau hanya akan membuatnya lelah. Aku saja yang menemani Dunk, adil kan?"
"Kau pikir aku sama dengan Pond? Aku tidak mesum"
"Tak masuk akal" Phuwin menatap tajam "aku yang akan menemani Dunk, kalian berdua pulang"
"Sayang, bisa aku tinggal disini?" Pond tersenyum bodoh, mendapat pukulan kecil di punggungnya.
"Kalian berdua pulang saja, sudah mau malam. Besok baru kesini lagi"
Joong menghela nafas panjang, mengusap dengan sayang pemukaan wajah kekasih manisnya dan mencium kening putih itu. "Phu, tolong jaga dia yah. Jangan lupa memasakkan nya makanan yang enak"
"Tenang saja, kau bisa percaya padaku"
.
.
.
.
."Pond, bisa kita pergi ke supermarket sebentar?"
Sang sahabat menatapnya dengan bingung, namun tak banyak bicara mobil sudah berbalik arah. "Mau membeli sesuatu?"
"Kurasa besok harus datang ke rumah Dunk, membawakan Phuwin beberapa bahan makanan"
Pond mengangguk sekilas, mereka begitu tenang dalam perjalanan. Dia juga paham bahwa sahabatnya sedang khawatir pada Dunk, sudah pasti merasa bersalah karena kejadian tadi siang di kampus.
Dia bisa melihat Joong menjadi lelaki yang berbeda sekarang, jelas sekali sahabatnya sudah sangat perhatian pada Dunk. Bahkan dia tak pernah melihat sekalipun Joong khawatir pada seseorang seperti caranya khawatir pada Dunk, ini menjadi hal yang baik mengingat hubungan mereka terjalin cukup sulit.
Pond menatap keluar jendela, mereka telah sampai di supermarket. "Mau ku bantu?"
Joong mengangguk, jadilah mereka berjalan beriringan memasuki kawasan supermarket. Menyeret troli di pintu masuk kemudian berkeliling mengamati satu-persatu rak "Pond bisa aku minta tolong? apa kau bisa mengirimkan pesan pada Phuwin? Tanyakan padanya apa saja yang tak bisa dimakan oleh Dunk"
Pond mengangguk pelan sembari tersenyum, menepi sejenak dan mengetikkan beberapa pesan pada kekasihnya.
Potongan-potongan daging segar tersuguh diatas rak, beberapa kali Joong mengamatinya dengan fokus. Namun sebuah pergerakan pelan-pelan melingkarkan tangan dilehernya menjadi sangat aneh, tubuhnya membeku saat aroma yang tak asing menyapa indra penciumannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweet Heart [Joongdunk]18+[END]
Fiksi Penggemar"Jangan menangis, mari kita belajar lagi" Joong tak bergerak sama sekali, dia menghela nafas panjang menatap langit buram. "Bagaimana jika aku gagal lagi, Dunk?" "Maka kita akan memulai lagi segalanya dari awal, setidaknya kita masih punya keyakinan...