15

1.4K 126 18
                                    

Cuaca berubah menjadi lebih dingin dari semalam, pagi dimulai dengan kabut yang cukup tebal. Sepertinya akan hujan saat melihat awan menggelap, berjarak sekitar dua puluh langkah lelaki manis menatap sekeliling rumah. Phuwin jelas sedang menata makanan di meja, dia berdehem pelan. Sang sahabat menatap kedatangannya dengan riang.

"Sarapan dulu yah..."

"Apa semalam orang tuaku belum pulang?"

"Kurasa begitu, pagi tadi kulihat asisten rumah tangga membereskan semua ruangan" kata Phuwin

"Baiklah, terima kasih Phu."

Sahabatnya hanya mengangguk maklum, mereka mulai duduk dan menikmati sarapan buatan Phuwin. Setelah menghabiskan sarapan paginya, Dunk berjalan ke arah sofa. Melesakkan tubuh diatas sana, berbaring dengan nyaman sembari menatap kegiatan Phuwin.

"Apa Joong tidak kemari?"

"Dia kesini pagi-pagi sekali, memberikanku bahan makanan. Tapi dia bilang ada urusan mendadak"

"Urusan mendadak?"

Phuwin mengangguk, mengemasi sampah-sampah sayuran kemudian memasukkannya di kantong plastik. "Mungkin ada jam kuliah"

Sebuah gelengan kepala yang cepat dari Dunk "hari ini jadwal kuliahnya kosong"

"Sial, anak itu kemana? Apa dia tak lihat kau sedang sakit?" Phuwin bersedekap, menekan tombol di handphonenya guna menghubungi seseorang. "Joong bangsat, dia tak mengangkat telfon ku"

"Phu, mungkin dia ada urusan. Tak usah diganggu" Dunk tertawa pendek, seolah-olah raut wajah Phuwin terlihat menggelikan. "Santai saja..."

Dunk menghela nafas panjang, mencoba memejamkan mata dengan nyaman. Melewati segala rintangan pikiran buruk dengan lompatan besar, sebuncah rasa cinta untuk kekasihnya selalu membuat lengah. Dia tersenyum lagi, senyum penuh kebahagiaan.

Untuk sesaat terbayang, wajah dengan rahang tegas tanpa perlindungan. Pandangan lembut yang selalu menemaninya, bahu persegi dan lengan tempatnya bersandar setiap merasa lelah. "Kekasihku terlalu sempurna"

"Aku ingin muntah"

Dia membuka mata, menyadari kehadiran Phuwin yang duduk di tepian sofa. "Kau mengagetkanku"

"Kau memuji Joong terlalu berlebihan" menggumamkan sesuatu yang dapat menyampaikan pendapatnya, Phuwin mengeluarkan plastik kecil coklat kenari dari kantongnya. "Kau mau?"

"Aku sedang tak berselera memakan coklat"

.
.
.
.
.

"Aku kembali hanya untuk menemui mu" Joong mengerti maksud lelaki manis itu, seolah merasakan kesedihan yang tiba-tiba.

"Nine, aku hanya merasa ini sudah terlalu lama"

"Tapi aku mau Joong, bukan yang lain" suara itu terdengar sangat parau, Joong mencoba memalingkan wajah. Air mata membanjiri kelopak mata Nine, namun lelaki itu tak bergerak sama sekali dari posisi meringkuk.

"Aku hanya merasa, ini rumit"

"Sakit sekali..." Lelaki manis itu tersenyum kecil, mengusap wajahnya penuh dengan kesedihan. "Perasaanmu berubah, semuanya hanya kebohongan"

"Nine, aku mohon dengarkan aku dulu"

Hanya diam menatapnya penuh kekecewaan, siapa yang dapat menahan seluruh luka ini? Kembali dari negeri orang dengan harapan kekasihnya masih setia menunggui, dan kini dia harus menelan pahitnya kenyataan. Persetan dengan janji, Joong bahkan terlihat enggan meneruskan cinta mereka lagi. Ataukah kini hanya dia satu-satunya yang mencintai lelaki itu?

My Sweet Heart [Joongdunk]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang